Rayakan Hari Oeang, Momentum Tingkatkan Kualitas Layanan

Oleh: Yacob Yahya, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Hari ini (30/10) kita, insan Kementerian Keuangan, berbangga memperingati Hari Oeang Republik Indonesia (HORI). Upacara bendera serentak diselenggarakan oleh segenap unit Kemenkeu, baik di kantor pusat maupun di unit vertikal. Sejumlah perlombaan olahraga dan kesenian, serta kegiatan sosial juga digelar dengan semangat Kemenkeu Satu sepanjang bulan Oktober. Kita satu keluarga, dengan beragam peran yang berbeda, tujuan kita tetap sama, yakni mengelola #UangKita demi melayani masyarakat dan menjaga stabilitas fiskal.
Berkaca pada tema peringatan HORI tahun ini, yakni “Kemenkeu Melayani Lebih Baik”, tahun ini dapat kita manfaatkan menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat. Logo HORI 2023 kali ini mengusung “arch foot” yang terinspirasi dari bentuk jembatan busur. Kemenkeu melalui instrument Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi penghubung dan penyedia fasilitas, dalam melayani rakyat dengan mengelola #UangKita, dengan peran menjembatani kesenjangan, menghubungkan sumber daya dengan kebutuhan, dan memfasilitasi akses ke layanan esensial.
Hal ini tentu relevan dengan akar sejarah terbitnya Oeang Republik Indonesia itu sendiri. Sebelum republik ini memiliki mata uang sendiri, masih beredar empat jenis mata uang sebagai alat tukar. Satu tahun dua bulan pasca-kemerdekaan, tujuh puluh tujuh tahun silam, melalui siaran radio RRI pada 30 Oktober 1946, Wakil Presiden Mohammad Hatta, mengumumkan bahwa Republik Indonesia memiliki mata uang sendiri sebagai salah satu simbol kemandirian dan kedaulatan negara. Sejak saat itu, sejumlah mata uang asing warisan dari negara penjajah dinyatakan tidak berlaku, dan hanya berlaku mata uang tunggal, yakni ORI, sebagai alat pembayaran yang sah di republik tercinta ini.
Kedaulatan dan kemandirian inilah yang perlu kita terapkan dalam mengelola #UangKita saat ini. Sebagai jembatan penghubung guna mempersempit jarak kesenjangan, APBN hadir melayani rakyat melalui penebalan bantalan untuk program bantuan sosial, percepatan penyaluran kredit usaha rakyat serta pembiayaan ultra mikro, serta penguatan di sektor perumahan. Hal ini sangat penting guna menjawab tantangan kondisi perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian. Menurut International Monetary Fund (IMF) dalam World Economic Outlook (WEO) edisi Oktober 2023, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) bakal terus menurun dalam tiga tahun terakhir. Tahun lalu tercatat PDB dunia tumbuh 3,5%, tahun ini diperkirakan hanya tumbuh 3,0%, dan tahun depan diproyeksikan terus melemah, dengan hanya tumbuh 2,9%. Oleh karena itu, APBN diharapkan dapat menjaga stabilitas dan menegakkan momentum pemulihan ekonomi pasca-pandemi.
Pengawasan sekaligus edukasi
Bagaimana dengan peran pajak? Sebagai sumber penerimaan negara yang utama, penerimaan pajak dalam kurun sembilan bulan ini telah mengisi pundi Rp1.387,78 triliun dari total Rp2.035,6 triliun pendapatan negara, atau terealisasi 80,78 persen dari target penerimaan. Angka tersebut berarti tumbuh 5,90 persen (year on year).
Di tengah kinerja yang terjaga moncer, Direktorat Jenderal Pajak juga mengedepankan kenyamanan wajib pajak, bahkan di taraf pengawasan kepatuhan material pelaksanaan kewajiban perpajakan. Sistem perpajakan kita mengenal sistem self assessment, yang memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri kewajiban perpajakannya, atau tidak dihitungkan oleh aparat pajak (official assessment). Hal ini untuk mendorong wajib pajak memahami dan mematuhi aturan perpajakan dengan cermat sehingga memastikan penghitungan dan pelaporan pajaknya lebih akurat. Namun demikian, ada sebagian wajib pajak yang masih belum memahami ketentuan perpajakan dengan baik sehingga pelaporan pajaknya belum akurat. DJP melakukan fungsi pengawasan kepatuhan perpajakan dengan mengumpulkan dan menindaklanjuti data dan/atau keterangan dari berbagai sumber. Tindak lanjut tersebut berupa penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK), setelah petugas pajak melakukan penelitian formal dan material secara cermat dan profesional.
Oleh karena itu, ketika menerima SP2DK, wajib pajak tidak perlu khawatir dan panik, karena SP2DK bukan merupakan tahap pemeriksaan pajak. Justru dalam menanggapi SP2DK, wajib pajak diberikan kesempatan untuk menjelaskan aspek kewajiban perpajakan menurut versinya. Justru pemberian penjelasan tersebut merupakan momen berharga bagi wajib pajak, selain untuk memberikan keterangan versinya, juga untuk memperoleh edukasi ihwal kepatuhan perpajakan oleh petugas pajak.
Kepatuhan perpajakan yang berkelanjutan, selain untuk melaksanakan ketentuan perpajakan, juga demi memenuhi kontribusi penerimaan negara. Tentu kita gembira, dalam kurun dua tahun terakhir ini, kinerja penerimaan pajak senantiasa melampauai target yang dicanangkan. Oleh karena itu, tentu kita juga optimis menyambut tahun ketiga, penerimaan pajak ini mampu menembus target. Hal ini untuk mewujudkan APBN yang sehat, dari kinerja pajak yang kuat.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 60 kali dilihat