Oleh: Amalia Ulfa, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Bulan Maret 2025 menjadi momen yang sangat dinanti oleh sebagian besar masyarakat Indonesia karena bertepatan dengan datangnya bulan Ramadan 1446 H. Di bulan yang suci ini, umat islam menjalankan ibadah puasa dengan menahan diri dari makan, minum, dan segala perbuatan yang dapat membatalkan ibadah puasa. Bukan hanya sekadar menahan hawa nafsu, berpuasa juga menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan kesehatan tubuh yang telah terbukti secara sains.

Menurut Al-Jafar, dkk. (2021), puasa memiliki efek bermanfaat seperti meningkatkan kestabilan tekanan darah, menurunkan berat badan, menyeimbangkan kandungan air dalam tubuh dan mengontrol kadar lemak. Penelitian lain yang dilakukan oleh Longo dan Mattson (2014) mengungkapkan bahwa puasa dapat merangsang regenerasi sel tubuh (termasuk sel darah) yang berdampak pada peningkatan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit, mengurangi risiko penyakit jantung, kanker, dan radang sendi.

Dengan berbagai kajian yang telah dilakukan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa puasa memberikan banyak dampak positif pada tubuh. Sekilas, memang pajak dan puasa tampak tidak memiliki keterkaitan. Namun jika kita telusuri lebih dalam, sebenarnya keduanya memiliki mekanisme yang cukup serupa. Seperti halnya puasa yang berperan dalam pembersihan diri dan peningkatkan kesehatan tubuh, pajak juga secara tidak langsung berperan dalam "menyehatkan" perekonomian bangsa dan meningkatkan kejahteraan rakyat.

Mari kita ilustrasikan, anggaplah tubuh manusia itu sebagai sebuah negara, dan kesejahteraan rakyat itu sebagai kesehatan dari tubuh itu sendiri. Agar tubuh menjadi sehat, tentu saja perlu perhatian, perawatan, dan pemeliharaan teratur agar berfungsi dengan baik. 

Dalam ilustrasi ini, pajak dapat disamakan dengan puasa. Puasa bukan hanya berhenti dari makan dan minum, tetapi juga berfungsi sebagai "alat" detoksifikasi, membersihkan tubuh dari zat-zat yang tidak berguna dan memberikan waktu bagi tubuh untuk memperbaiki kesehatan. Pada saat berpuasa, tubuh akan mengelola nutrisi secara optimal sehingga meningkatkan metabolisme dan daya tahan.

Sama halnya dengan pajak, secara tidak langsung sebenarnya pajak adalah ‘alat’ untuk membersihkan dan memperbaiki sistem sebuah negara, memastikan bahwa “organ tubuh” dalam negara itu bisa berfungsi dengan baik, seperti infrastruktur, kesehatan, pendidikan, layanan publik, dan lain sebagainya.

Dalam konteks ini, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat diilustrasikan sebagai organ jantung dan pembuluh darah yang berfungsi mengelola dan menyalurkan ‘nutrisi’ yang telah dikumpulkan oleh pajak, sementara itu pemerintah dapat diibaratkan sebagai organ otak yang bertugas membuat dan merumuskan kebijakan. Semua “organ tubuh” ini bekerja sama untuk memastikan kesejahteraan rakyat tercapai. Dengan adanya ‘nutrisi’ yang telah dikumpulkan melalui pajak yang dikelola dengan bijaksana, maka sebuah negara dan seluruh organ yang berada di dalamnya dapat berkolaborasi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kualitas hidup bangsa.

Pajak tidak hanya berperan sebagai sumber pendapatan bagi APBN, namun juga memiliki empat fungsi utama yang mendukung kesejahteraan rakyat.

  1. Fungsi Anggaran (Budgetair). Pajak digunakan sebagai alat untuk memastikan dana secara optimal tersalurkan ke kas negara. Pajak berfungsi sebagai budgeter, yaitu sumber pendapatan negara dan sebagai pengumpul dana untuk membiayai kebutuhan negara baik untuk kebutuhan rutin maupun tidak rutin. Contohnya adalah pembiayan infrastruktur negara, biaya pelayanan publik, dan lain sebagainya.
  2. Fungsi Mengatur (Regulerend). Pajak digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu, salah satunya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berfungsi memberikan perlindungan atas barang produksi dalam negeri dan mendorong kegiatan ekspor.
  3. Fungsi Pemerataan (Redistribusi). Pajak berperan untuk mendistribusikan pendapatan masyarakat secara merata untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa. Contohnya adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Fungsi dari pajak ini adalah untuk mengatur dan mengurangi konsumsi barang mewah. Dengan mengenakan pajak tinggi pada barang mewah seperti perhiasan dan kendaraan luxury, akan mengurangi ketimpangan konsumsi di antara golongan masyarakat menengah ke atas dan golongan menengah ke bawah, sehingga pajak dari PPnBM tersebut dapat disalurkan untuk membiayai program-program yang mendukung perekonomian masyarakat golongan menengah ke bawah.
  4. Fungsi Stabilisasi. Pajak berperan sebagai sarana untuk melakukan stabilisasi ekonomi, melalui pengaturan tarif pajak yang dapat dinaikkan atau diturunkan. Contohnya adalah untuk mengatasi inflasi, pemerintah menaikan tarif pajak yang tinggi sehingga akan berpengaruh terhadap berkurangnya peredaran uang. Sedangkan untuk mengatasi masalah deflasi, pemerintah akan menurunkan tarif pajak sehingga peredaran uang di masyarakat dapat meningkat.

Kesimpulannya, pajak memiliki peran yang sangat vital dalam memastikan kelancaraan perekonomian dan pembangunan negara. Oleh karena itu, penting bagi setiap “organ tubuh” dalam sebuah negara untuk bekerja sama dan mendistribusikan pajak dengan bijaksana sebagai upaya menciptakan kesejahteraan rakyat.

Sama halnya seperti berpuasa, pajak mungkin dirasa sebagai sebuah pengorbanan, namun pajak adalah “cara merawat tubuh negara” agar lebih kuat dan sehat. Dengan pengelolaan pajak yang baik, maka kesejahteraan rakyat akan terwujud yang mencerminkan tubuh negara yang sehat.

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.