Prepopulated e-Faktur: Lapor PPN Kini Makin Mudah

Oleh: Edmalia Rohmani, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Mulai 1 Oktober 2020, penerapan aplikasi e-Faktur versi 3.0 telah memasuki tahap terakhir dan diimplementasikan pada semua Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di seluruh Indonesia untuk Masa September 2020.
Tahapan pertama pemakaian aplikasi versi terbaru ini dimulai per 1 Februari 2020 yang diujicobakan secara terbatas pada 4 PKP di lingkungan KPP Large Tax Office (LTO). Tahap kedua dimulai pada 10 Juni 2020 pada 27 PKP di KPP LTO dan KPP Madya Jakarta. Tahap ketiga pada 1 Agustus 2020, diperluas pada seluruh PKP di KPP LTO, KPP Madya di Jakarta, dan 19 PKP di KPP Madya dan Pratama di luar Jakarta. Tahap keempat telah dilaksanakan pada 1 September 2020 pada masing-masing lima PKP di KPP Khusus, KPP Madya di luar Jakarta, dan KPP Pratama.
Ada tiga tujuan utama implementasi aplikasi e-Faktur 3.0 ini. Pertama, membantu wajib pajak PKP mengisi SPT Masa PPN secara lengkap, benar, dan jelas, khususnya pada form B1 terkait pengisian data nomor Pemberitahuan Impor Barang (PIB) sehingga tidak terjadi kesalahan memasukkan data yang merugikan PKP.
Kedua, membantu wajib pajak PKP mengisi SPT Masa PPN secara lengkap, benar, dan jelas, khususnya pada form B2 terkait Pajak Masukan. Ketiga, pembuatan faktur pajak melalui aplikasi e-Faktur client desktop terhubung dengan aplikasi e-Faktur berbasis web sehingga pelaporan SPT Masa PPN dilakukan melalui situs web e-Faktur.
Manfaat dari terhubungnya kedua aplikasi ini adalah adanya fitur prepopulated, yaitu Pajak Keluaran, Pajak Masukan, dan data PIB yang tersedia secara otomatis dan telah tervalidasi dengan sistem di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Hal ini selaras dengan amanat dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ./2019 yang mengatur bahwa salah satu syarat Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak adalah data itu terdapat di dalam sistem Bea dan Cukai dan telah dipertukarkan secara elektronik dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Piloting validasi data PIB sendiri telah dimulai sejak 2 Februari 2019 terbatas pada 4 PKP di lingkungan KPP LTO. Yang divalidasi dari data ini adalah nomor dokumen, baik berupa PIB atau Surat Setoran Pajak (SSP); tanggal Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN); nilai transaksi; serta kesesuaian Kode Akun Pajak dan Jenis Setoran pada SSP.
Validasi Data PIB
Validasi data nomor PIB sangat penting sebab masih terdapat wajib pajak PKP yang kesulitan dalam menentukan nomor mana yang harus dimasukkan ke dalam sistem e-Faktur. Hal ini disebabkan terdapat beberapa nomor di dalam dokumen PIB, yaitu nomor pengajuan, nomor pendaftaran, dan nomor invoice. Padahal, yang dimasukkan seharusnya adalah nomor pendaftaran.
Selain kesalahan input data nomor PIB, kesalahan yang umum terjadi adalah kesalahan memasukkan NTPN, sebab terdapat 16 digit yang cukup panjang berupa kombinasi huruf dan angka sehingga menyebabkan pengguna aplikasi salah mengenali huruf atau angka tersebut.
Melalui integrasi data ini, kesalahan input nomor PIB maupun kesalahan input data NTPN akan dapat diminimalkan. Hal ini merupakan salah satu bentuk sinergi antara DJP dan DJBC yang bertujuan untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada wajib pajak, terutama bagi PKP dalam melakukan pelaporan SPT Masa PPN.
Validasi Pajak Masukan Perolehan Dalam Negeri
Sebelum penggunaan aplikasi e-Faktur 3.0 ini, wajib pajak PKP memasukkan data Pajak Masukan satu per satu secara manual atau menggunakan fitur impor data excel ke dalam aplikasi sehingga rentan terhadap risiko kesalahan input data akibat kesalahan manusia.
Selain itu, PKP dengan kuantitas Pajak Masukan yang besar akan merasa kewalahan dan terkuras waktu maupun tenaga dalam melakukan proses ini, meski telah memanfaatkan fitur impor data sekalipun. Hal ini karena sifatnya yang masih bergantung pada kemampuan pengguna dalam mengisikan data, sehingga tak jarang muncul kode galat yang menyebabkan kebingungan dalam mengatasinya.
Dampak lain dari aplikasi e-Faktur versi sebelumnya adalah beredarnya aplikasi pemindai kode QR e-Faktur yang tidak resmi dan dibuat oleh selain DJP sehingga menimbulkan risiko terkait keamanan data e-Faktur. Sifat aplikasi versi sebelumnya yang tidak real time menyebabkan potensi ketidaksinkronan data antara Pajak Masukan yang digunakan dengan Pajak Keluaran yang telah dilakukan penggantian data oleh penerbitnya.
Hal ini tentu merugikan PKP yang menggunakan Pajak Masukan, sebab akan muncul notifikasi kegagalan atau penolakan sistem pada saat mengunggah faktur Pajak Masukan yang telah diubah tersebut. PKP pengguna harus menghubungi PKP penerbit faktur dan mengonfirmasi hal tersebut. Hal ini tentu tidak praktis dan merepotkan PKP pengguna faktur.
Terhubungnya Sistem Pelaporan PPN
Sebelumnya, wajib pajak PKP melaporkan SPT Masa PPN secara elektronik melalui akun djponline dengan cara mengunggah file berbentuk CSV dan tergantung pada kelancaran dalam mengakses situs tersebut. Apabila terjadi galat pada jaringan, maka akan memengaruhi proses pelaporan tersebut.
Melalui fitur prepopulated, hal ini akan dapat diatasi sebab data yang telah diunggah melalui aplikasi e-Faktur client desktop versi 3.0 akan terhubung dengan aplikasi e-Faktur berbasis web sehingga pelaporan dilakukan melalui alamat web-efaktur.pajak.go.id.
Kelebihan dari posting SPT berbasis web adalah menghemat waktu pelaporan, terutama bagi pengguna aplikasi dengan jumlah data faktur pajak yang besar dalam satu basis data, yang selama ini memakan waktu lama apabila melakukan posting SPT di aplikasi e-Faktur.
Melalui aplikasi e-Faktur versi 3.0 ini, PKP memang dimudahkan dengan adanya fitur penyediaan secara otomatis data PIB dan faktur Pajak Masukan. Namun, di sisi lain, terselip tantangan dalam mengawasi dan mengedukasi para pengguna aplikasi terkait jenis Pajak Masukan yang tidak boleh dikreditkan. Tujuannya tentu saja agar pengkreditan Pajak Masukan tersebut benar-benar sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 951 kali dilihat