PMK 79/2024: Pengaturan Perpajakan Kerja Sama Operasi (KSO)

Oleh: Anjar Sukresno, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79 Tahun 2024 tentang Perlakuan Perpajakan Dalam Kerja Sama Operasi (PMK 79/2024). Dengan berlakunya PMK 79/2024, pengaturan perpajakan kerja sama operasi (KSO) menjadi jelas dan memberikan kepastian hukum. PMK 79/2024 mengatur ketentuan perpajakan KSO, seperti pendaftaran nomor pokok wajib pajak, pengukuhan pengusaha kena pajak, pajak penghasilan (PPh) badan, pemotongan/pemungutan PPh, serta pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atau PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Sebelum berlakunya PMK 79/2024, belum ada beleid khusus yang mengatur ihwal KSO. Pengaturan KSO memang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan terhadap Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Ada juga Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Namun, ketentuan tersebut tidak mengatur khusus mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya.
KSO sendiri didefinisikan sebagai badan yang berbentuk pengaturan bersama antar Anggota kerja sama operasi yang mengatur bahwa Anggota kerja sama operasi memiliki pengendalian bersama atau memiliki hak atas aset, dan kewajiban terhadap liabilitas, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Kewajiban Mendaftarkan Diri
PMK 79/2024 mengatur perlakuan perpajakan untuk KSO yang wajib memiliki NPWP dan dikukuhkan sebagai PKP, serta KSO yang tidak wajib memiliki NPWP ataupun dikukuhkan sebagai PKP.
KSO yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP adalah KSO yang dalam perjanjian atau pelaksanaan kerja samanya memenuhi kriteria:
1. melakukan penyerahan barang dan/ atau jasa;
2. menerima atau memperoleh penghasilan; dan/atau,
3. KSO mengeluarkan biaya atau membayarkan penghasilan kepada pihak lain,
atas nama KSO
Apabila KSO tidak memenuhi kriteria tersebut maka kewajiban perpajakannya dilaksanakan oleh masing-masing Anggota. Apabila KSO sudah memiliki NPWP sebelum berlakunya PMK 79/2024 namun tidak memenuhi kriteria KSO yang Wajib memiliki NPWP, maka KSO tersebut perlu mengajukan penghapusan NPWP.
Pendaftaran NPWP dilakukan pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan KSO yang merupakan tempat tinggal atau tempat kedudukan salah satu Anggota yang ditunjuk untuk mewakili KSO (leadfirm). Apabila sebelum berlakunya PMK 79, KSO sudah memiliki NPWP namun tempat kedudukannya tidak sesuai dengan tempat kedudukan leadfirm maka KSO perlu mengajukan pemindahan tempat KSO terdaftar.
KSO juga wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dalam hal memenuhi satu atau dua kondisi berikut, yaitu apabila peredaran brutonya telah melebihi batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, dan/ atau satu atau lebih Anggota KSO tersebut telah dikukuhkan sebagai PKP.
Kewajiban PPN dan PPnBM
PMK 79/2024 mengatur lebih lanjut terkait dengan perlakuan PPN dan PPnBM bagi KSO yang telah dikukuhkan sebagai PKP. Penyerahan barang kena pajak/jasa kena pajak (BKP/JKP) oleh anggota kepada KSO, dan oleh KSO kepada pelanggan, dikenakan PPN atau PPN dan PPnBM sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
Saat terutang akan menentukan kapan Faktur Pajak harus dibuat, Faktur Pajak wajib dibuat mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku. PMK 79/2024 mengatur saat terutang PPN dan PPnBM dalam KSO. Saat terutang atas penyerahan BKP/JKP oleh KSO kepada pelanggan ataupun oleh Anggota kepada KSO yaitu pada saat terjadinya penyerahan BKP/JKP oleh KSO kepada pelanggan.
Saat terjadi penyerahan BKP/JKP oleh KSO kepada pelanggan, KSO Wajib membuat Faktur Pajak, begitu juga bagi Anggota yang menyerahkan BKP/JKP kepada KSO, wajib membuat Faktur Pajak kepada KSO paling lambat pada saat KSO membuat Faktur Pajak atas penyerahan BKP/JKP kepada pelanggan. Dasar Pengenaan Pajak saat terjadinya penyerahan BKP/JKP oleh Anggota kepada KSO menggunakan nilai lain berupa nilai kontribusi. Nilai kontribusi adalah nilai yang disepakati oleh tiap Anggota yang tercantum dalam perjanjian atau dokumen kesepakatan dan dirinci berdasarkan jenis BKP/JKP yang diserahkan.
Anggota KSO ataupun KSO dapat mengkreditkan Pajak Masukan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan yang berlaku.
Untuk penyerahan BKP yang tergolong mewah dikenakan PPnBM 1 (satu) kali pada saat penyerahan oleh KSO kepada pelanggan.
Pajak Penghasilan
Saat berlakunya PMK 79/2024, KSO yang telah memiliki NPWP wajib menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan PPh. Oleh karena itu, KSO perlu untuk melakukan pembukuan dan menyiapkan laporan keuangan untuk keperluan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan yang dimulai sejak tahun Pajak 2025.
Untuk menentukan seberapa besar PPh KSO yang harus dibayar maka perlu untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak terlebih dahulu dengan cara mengurangi penghasilan dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Biaya tersebut meliputi biaya yang dikeluarkan dan dibebankan sebagai biaya oleh KSO, termasuk juga biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kontribusi Anggota kepada KSO.
Biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kontribusi Anggota kepada KSO merupakan penghasilan bagi Anggota yang diakui pada saat KSO:
- Menerima atau memperoleh penghasilan dari pelanggan; dan
- Mengakui pembebanan biaya yang berasal dari kontribusi Anggota
Penghasilan yang diakui tersebut tidak dipotong dan/atau dipungut Pajak Penghasilan oleh KSO namun dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan UU PPh. Kecuali apabila diterima oleh Anggota yang merupakan subjek pajak luar negeri maka merupakan objek pemotongan PPh Pasal 26, atau dikenai PPh Final dengan cara disetor sendiri oleh Anggota dalam hal penghasilan Anggota dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final.
Bagian laba atau sisa hasil usaha dari KSO kepada Anggota bukan merupakan objek Pajak Penghasilan dan bukan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, kecuali Anggota tersebut adalah subjek pajak luar negeri, atau Bentuk Usaha Tetap tetapi tidak menanamkan kembali di Indonesia atas bagian laba atau sisa hasil usaha dari KSO tersebut.
Dalam hal terjadi kerugian fiskal atas Pajak Penghasilan KSO, kerugian tersebut hanya dapat dikompensasikan oleh KSO dan tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan Anggota, termasuk kerugian saat KSO telah berakhir atau dibubarkan. Demikian juga, dalam hal Anggota mengalami kerugian fiskal atas Pajak Penghasilan, kerugian fiskal tersebut tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan KSO.
KSO sebagaimana Wajib Pajak Badan lainnya memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, ataupun dilakukan pemotongan, pemungutan atau penyetoran sendiri Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan tersebut dilakukan mulai Masa Pajak Januari 2025.
Dalam hal KSO menerima penghasilan dari usaha jasa konstruksi, pemotongan atau penyetoran sendiri PPh atas usaha jasa konstruksi dilakukan dengan tarif PPh yang paling tinggi dari Anggota.
Contoh-contoh implementasi perlakuan perpajakan KSO disajikan pada lampiran PMK 79/2024 dengan cukup lengkap, tentunya dengan harapan agar Wajib Pajak dapat memahami dan menerapkannya dengan baik.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 2414 kali dilihat