Perlukah Anak Muda Paham Pajak?

Oleh: Teddy Ferdian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Indonesia menyongsong bonus demogafi. Diperkirakan lima sampai sepuluh tahun lagi Indonesia akan mencapai puncak bonus demografi. Artinya waktu persiapan menuju Indonesia emas boleh dikatakan tidak lama lagi. Indonesia memasuki usia emas ketika genap berusia 100 tahun pada tahun 2045.
Keberhasilan Indonesia emas akan sangat ditentukan bagaimana bonus demografi dapat dimanfaatkan untuk menjadikan Indonesia negara maju melalui peningkatan pendapatan per kapita, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan peningkatan daya saing ekonomi. Dalam hal ini, peran generasi muda menjadi penting sebagai aktor utama keberhasilan bonus demografi.
Anak-anak muda Indonesia ditantang untuk membuktikan bahwa Indonesia emas bukan sekadar Impian. Faktanya, Indonesia tidak pernah kekurangan anak muda hebat. Baru-baru ini viral di media sosial video singkat yang menggambarkan suka cita dari sekelompok pelajar sekolah menengah atas (SMA) yang lulus beasiswa untuk melanjutkan kuliah di universitas luar negeri. Tidak tanggung-tanggung, lebih dari 50 siswa dari satu sekolah lulus beasiswa tersebut.
Video tersebut adalah salah satu contoh bahwa Indonesia tidak pernah kekurangan anak-anak muda berbakat. Ini bisa menjadi bekal Indonesia dalam proses menjadi negara maju. Anak-anak muda dengan kualitasnya akan menjadi ujung tombak peningkatan daya saing ekonomi dan peningkatan pendapatan per kapita.
Sebagai bonus, alangkah lebih baik lagi jika anak-anak hebat ini tidak hanya memahami bagaimana meningkatkan daya saing ekonomi dan pendapatan nasional serta membangun negeri, namun juga mengerti dari mana Indonesia mengumpulkan penerimaan negara untuk membiayai pembangunan. Dan sepertinya bukan rahasia lagi bahwa sumber utama penerimaan negara adalah dari sektor perpajakan.
Anak Muda Paham Pajak
Dalam satu edisi perhelatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Mengajar yang saya ikuti, saya pernah bertanya kepada siswa di dalam kelas salah satu sekolah menengah pertama. “Ke mana orang harus pergi ketika mau membayar pajak?”
Hampir seluruh siswa di kelas tersebut serempak menjawab: “kantor pajak”. Dari situasi tersebut tidak salah jika dapat timbul dugaan bahwa jawaban tersebut sangat mungkin juga akan dikemukakan anak sekolah lainnya ketika ditanyakan ke mana kita pergi jika ingin membayar pajak.
Jika dugaan tersebut benar, dan ini terus dibiarkan, maka bukan tidak mungkin di masa yang akan datang isu integritas pegawai pajak kembali mencuat seperti yang pernah terjadi di beberapa tahun belakangan. Cibiran yang dialamatkan kepada kantor pajak bisa saja kembali terjadi ketika isu ketakutan uang pajak yang dibayarkan wajib pajak akan “diambil” oleh oknum pegawai pajak kembali mencuat. Padahal kantor pajak tidak menerima pembayaran pajak. Pembayaran pajak hanya dapat dilakukan di bank persepsi atau kantor pos.
Tidak ada yang salah dengan pengawasan terhadap integritas pegawai pajak. Namun, akan menjadi salah jika dugaan pelanggaran integritas justru terjadi ketika masyarakat kurang memiliki pemahaman tentang tugas dan fungsi kantor pajak. Ini yang perlu diberikan pemahaman kepada masyarakat. Dan hal ini menjadi salah satu perhatian kantor pajak ketika memberikan sosialiasi dan edukasi kepada wajib pajak.
Apakah edukasi cukup diberikan kepada wajib pajak? Jika edukasi hanya disasar kepada wajib pajak, maka negara seolah melupakan soal pembangunan karakter anak bangsa. Negara menjadi seolah melupakan pemahaman atas pertanyaan fundamental terkait pajak yang perlu dipahami masyarakat. Di mana bayar pajak? Penerimaan pajak digunakan untuk apa? Siapa yang menikmati uang hasil pembayaran pajak? Pertanyaan-pertanyaan ini sudah selayaknya dipahami oleh masyarakat. Dan ini bukan hanya tentang upaya meningkatkan penerimaan pajak.
Memberikan pemahaman pajak kepada masyarakat menjadi tidak lengkap rasanya jika kita tidak memberikan perhatian kepada anak muda atau anak usia sekolah. Anak usia sekolah menjadi penting karena mereka adalah masa depan bangsa. Dan jika negara memikirkan tentang pembentukan karakter anak bangsa dan upaya membangun budaya sadar pajak, maka perhatian kepada anak usia sekolah menjadi yang terdepan untuk diperhatikan.
Di usia sekolah, anak biasanya akan siap sepenuhnya untuk menerima suatu informasi. Beda halnya ketika orang sudah semakin dewasa. Biasanya akan mulai muncul tembok yang membentengi karena semakin dewasa seseorang, akan semakin banyak pemikiran yang menjadi pertimbangan. Pertimbangan ini bahkan sering mengarah pada penyangkalan atas informasi yang diterima.
Anak usia sekolah saat ini masuk dalam kelompok Generasi Z (Gen Z) yang lahir dalam rentang tahun 1997 – 2012, dan mungkin sebagian sudah masuk ke Generasi Alpha, kelahiran setelah 2012. Gen Z lahir dan tumbuh dalam era digital. Mereka juga dikenal sebagai generasi yang kreatif dan inovatif.
Olga Bucovetchi, Gabriella C. Slosariuc, dan Simona Cincalova dalam artikel di jurnal Quality-Access to Success (Oktober 2019), berjudul “Generation Z – Key Factor for Organizational Innovation”, mengemukakan bahwa Gen Z meniti karier dengan semangat kuat dan berupaya memastikan kontribusi mereka yang baik untuk organisasi. Ini adalah cara mereka mendapatkan aktualisasi diri.
Hal ini disadari oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sehingga tidak mengherankan jika DJP banyak melaksanakan kegiatan yang menyasar anak-anak usia sekolah. DJP membahasakannya sebagai inklusi kesadaran pajak. Dan masyarakat yang menjadi sasaran kegiatan dimulai sejak usia sekolah. Pajak Bertutur dan Tax Goes To adalah contoh kegiatan DJP yang menyasar anak usia sekolah. Tujuannya jelas, mewujudkan generasi emas Indonesia yang sadar pajak.
Melalui kesadaran pajak, generasi muda ini akan memberikan arti dan berkontribusi. Bukan hanya untuk karier mereka nanti, namun juga untuk masa depan Indonesia. Apapun profesi yang mereka pilih nantinya, mereka akan menjadi profesional yang sadar dan patuh pajak. Mereka juga dapat menularkan semangat sadar dan patuh pajak kepada orang lain.
Mengutip pernyataan Menteri Keuangan yang sering digaungkan, “Jangan pernah lelah mencintai negeri ini”, kalimat ini harus ditanamkan juga pada anak muda Indonesia. Indonesia emas adalah harapan masa depan yang bukan mustahil untuk terwujud. Dan momentum Hari Kebangkitan Nasional bisa menjadi saksi perjalanan anak bangsa memberikan kado terindah Indonesia emas.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 91 kali dilihat