Oleh: Josua Tommy Parningotan Manurung, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Suatu hari, Amir selaku pengurus dari CV XYZ datang ke KPP Pratama dengan tujuan untuk mengubah data NPWP badan usaha yang semula persekutuan komanditer (CV)  menjadi perseroan terbatas (PT).

Sesampai di KPP Pratama, Amir yang telah mengisi dan menandatangani Formulir Perubahan Data Wajib Pajak dan melampirkan dokumen pendukungnya, menyerahkan dokumen tersebut ke petugas. Namun, petugas KPP Pratama memberitahukan kepada Amir bahwa mereka tidak dapat mengubah status NPWP yang semula CV menjadi PT.

Petugas KPP pun menjelaskan bahwa sesuai Pasal 13 PER 04/PJ/2020, pengurus Wajib Pajak Badan hanya dapat melakukan permohonan perubahan identitas wajib pajak yang tidak mengubah bentuk badan hukum, sehingga ketika terjadi peralihan usaha dari CV ke PT maka harus mengurus permohonan NPWP baru atas nama PT tersebut. Selain pengurus melakukan permohonan NPWP baru atas nama PT, pengurus juga harus melakukan permohonan penghapusan NPWP CV yang masih ada.

Pengurus CV XYZ harus melikuidasi atau membubarkan CV tersebut. Pengurus harus mengisi formulir penghapusan NPWP dan kemudian melengkapi dokumen pendukung sesuai Pasal 34 ayat (8) huruf h PER-04/PJ/2020 berupa fotokopi akta pembubaran Badan atau fotokopi dokumen sejenis yang sudah disahkan oleh instansi yang berwenang.

Amir sebagai pengurus dapat mengirimkan formulir penghapusan NPWP dan dokumen pendukung yang sudah diisi lengkap ke KPP di mana domisili perusahaan terdaftar.

Atas pengajuan penghapusan NPWP tersebut, CV XYZ akan dilakukan pemeriksaan baik pemeriskaan kantor dan/atau pemeriksaan lapangan oleh petugas pemeriksa pajak KPP terdaftar.

Kepala KPP terdaftar harus menerbitkan keputusan menerima atau menolak permohonan penghapusan NPWP wajib pajak paling lama dua belas bulan setelah penerbitan Bukti Penerimaan Elektronik sesuai Pasal 35 ayat (3) huruf a atau Bukti Penerimaan Surat sesuai Pasal 36 ayat (3) huruf a, dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak Badan.

Menurut pendapat penulis, mengapa Pasal 13 PER 04/PJ/2020 dibuat, sebab terdapat beberapa perbedaan antara persekutuan komanditer (CV) dan perseroan terbatas (PT). Perbedaan mendasar ialah CV merupakan badan usaha yang tidak berbadan hukum sehingga kekayaan atau aset yang dimiliki oleh CV pasti akan ditujukan kepada pendirinya. Sedangkan PT merupakan badan usaha berbadan hukum sehingga terjadi pemisahan kekayaan perusahaan dengan pemilik.

Perbedaan lain adalah adalah apabila pengurus CV menerima penghasilan atas usaha yang dijalankan, penghasilan tersebut bukan merupakan gaji melainkan berupa prive atau laba yang tidak dikenakan pajak dan termasuk bukan objek Pajak Penghasilan sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf j UU Nomor 36 Tahun 2008.

Berbeda dengan CV, penghasilan yang diterima oleh PT dapat berupa gaji maupun dividen atas keuntungan yang diperoleh PT. Pengenaan pajak bagi perusahaan ini  diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008 yang akan dikenakan pajak sekitar 15% dari dividen yang diperoleh. Sedangkan penghasilan berupa gaji kepada direksi, komisaris dan pengurus lainnya akan dipotong PPh Pasal 21.

Namun, terdapat persamaan dalam hal pengenaan pajak badan usaha atas penghasilan yang di dapat setiap bulan oleh PT maupun CV. Kewajiban tersebut adalah hitung, bayar dan lapor

Selain itu, pada akhir tahun pun, CV dan PT pun wajib melakukan pembukuan. Dari pembukuan tersebut akan diketahui seluruh penghasilan yang diperoleh dalam satu tahun pajak dan pengeluaran atau biaya yang meliputi seluruh biaya yang secara langsung atau tidak langsung. Seluruh penghasilan, biaya, dan kredit pajak dimasukkan ke dalam SPT Tahunan dan kemudian akan ditemukan pajak yang masih harus dibayar oleh perusahaan.

Pajak yang masih harus dibayar dapat bernilai nihil, kurang bayar, atau lebih bayar. Jika bernilai nihil, maka tidak ada pajak yang harus dibayar. Jika bernilai kurang bayar, maka wajib pajak harus membayar pajak dengan membuat kode billing terlebih dahulu. Jika saldo bernilai lebih bayar, maka wajib pajak pun dapat mengkompensasikannya ke periode pajak berikutnya, atau mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) ke KPP terdaftar.

Penulis juga menyarankan kepada wajib pajak yang masih ragu untuk menghapus NPWP CV-nya, pengurus CV dapat mengajukan Permohonan Non Efektif ke KPP terdaftar terlebih dahulu. Permohonan Non Efektif ini sebagai langkah awal sembari menunggu pengurusan akta pendirian PT yang baru maupun administrasi di luar pajak yang lain. Pengurus CV dapat mengisi formulir Permohonan Non Efektif secara lengkap dan ditandatangi beserta Surat Pernyataan Wajib Pajak Non Efektif.

Selain itu, wajib pajak yang menyampaikan permohonan Wajib Pajak Non Efektif maupaun permohonan Penghapusan WP untuk tetap melaksanakan kewajiban perpajakan sampai KPP terdaftar menerbitkan keputusan menerima permohonan. Bila permohonan wajib pajak ditolak, KPP terdaftar pasti akan menerbitkan keputusan menolak permohonan. Alasan yang sering terjadi yaitu wajib pajak masih memiliki tunggakan pajak yang belum dibayar dan tidak mengajukan pengangsuran.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.