Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum Dipajaki, Benarkah?

Oleh: Ahmad Dahlan, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Beberapa hari lalu (Jumat, 4 Januari 2019) muncul pemberitaan di harian Kompas, Menristek dan Dikti protes mengenai pengenaan pajak atas Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). Judul beritanya "Menteri Nasir: PTN-BH Tak Pantas Dipajaki". Kompas juga menulis di kolom Pojok "Menristek dan Dikti: PTN-BH tak pantas dipajaki. Pendidikan dianggap bisnis menguntungkan".
Salah satu alasan yang disampaikan pak menteri, PTN-BH merupakan PTN yang ditugasi pemerintah untuk mengelola dana secara mandiri, dengan tujuan peningkatan mutu. Namun kalau dikenai pajak, uang yang diterima berasal dari masyarakat menjadi masalah. Problem ini nantinya yang terkena mahasiswa lagi.
Lalu, benarkan PTN-BH dipajaki? Saya sebagai pegawai di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, akan mencoba mengulas mengenai hal itu, sepanjang yang saya tahu dan berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku. Tentu saja bukan dalam rangka mewakili institusi, tapi hanya pedapat pribadi. Juga bukan dalam rangka menjelaskan ke pak menteri (memangnya siapa saya ini?), tapi sebagai upaya untuk membantu pembaca memahami pajak atas lembaga pendidikan.
Apa itu PTN-BH?
PTN-BH adalah perguruan tinggi negeri yang didirikan oleh Pemerintah yang berstatus sebagai badan hukum publik yang otonom. Kekayaan awal yang dimiliki PTN-BH berupa kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah. Statuta (anggaran dasar) PTN-BH ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pendanaan PTN-BH dapat bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), dan selain APBN.
Pendanaan PTN-BH yang bersumber dari APBN diberikan dalam bentuk bantuan Pendanaan dan/atau bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pendanaan yang bersumber dari selain APBN adalah bersumber dari: masyarakat, biaya pendidikan, pengelolaan dana abadi, usaha PTN Badan Hukum, kerja sama tridharma Perguruan Tinggi, pengelolaan kekayaan PTN-BH, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), dan/atau pinjaman.
Bantuan Pendanaan PTN-BH yang bersumber dari APBN berupa bantuan Pendanaan dan yang bersumber dari selain APBN merupakan penerimaan PTN-BH yang dikelola secara otonom dan bukan merupakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Bantuan Pendanaan PTN-BH digunakan untuk mendanai: biaya operasional, biaya dosen, biaya tenaga kependidikan, biaya investasi, dan biaya pengembangan.
Di Indonesia terdapat sebelas PTN-BH, yakni Universitas Indonesia, Universitas Gajam Mada, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Airlangga, Universitas Diponegoro, Universitas Padjadjaran, Univeritas Hasanudin, dan Institut Teknologi Sepuluh November.
Bagaimana Perlakuan Perpajakan PTN-BH
Perlakukan perpajak terhadap PTN-BH, secara khusus diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ/2017. Aturan ini merupakan penjabaran dari Undang Undang PPh dan aturan lain yang terkait dengan lembaga pendidikan. Karenanya, lembaga pendidikan selain PTN-BH, secara umum perlakuan perpajakannya sama dengan ketentuan mengenai perpajakan PTN-BH yang akan saya paparkan berikut ini.
Dari sisi Pajak Penghasilan (PPh), PTN-BH merupakan subjek pajak dalam negeri karena tidak memenuhi kriteria unit tertentu dari badan pemerintah yang dikecualikan sebagai subjek dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b UU PPh. Dalam hal PTN-BH memiliki usaha dalam bentuk badan hukum yang terpisah, maka setiap badan hukum terpisah tersebut memiliki kewajiban perpajakan tersendiri.
Bantuan Pendanaan PTN-BH yang bersumber dari APBN berupa bantuan Pendanaan PTN-BH dan yang bersumber dari selain APBN yang diterima PTN-BH merupakan objek Pajak Penghasilan. Sedangkan harta hibah, bantuan, dan umbangan yang diterima oleh PTN-BH dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan sepanjang memenuhi ketentuan PMK 245/PMK.03/2008. Dengan demikian, sumber pendanaan yang diterima PTN-BH ada yang merupakan objek PPh dan ada yang bukan objek PPh. Namun demikian, atas penerimaan yang merupakan objek PPh berlaku ketentuan lebih lanjut.
Sisa lebih yang diterima atau diperoleh PTN-BH yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada pihak manapun, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut dikecualikan sebagai objek pajak. yang dimaksud sisa lebih adalah selisih dari seluruh penerimaan PTN-BH yang merupakan objek PPh selain penghasilan yang dikenakan PPh tersendiri, dikurangi dengan pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari PTN-BH.
Dengan kata lain, apabila PTN-BH tidak mempunyai sisa lebih dalam suatu tahun, atau mempunyai sisa lebih tapi ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan dalam jangka waktu empat tahun sebagaimana dijelaskan di atas, maka tidak ada yang menjadi objek pajak, sehingga Pajak Penghasilannya nihil. Mengapa mesti dibatasi hanya sampai empat tahun? Hal ini mungkin dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan oleh Dirjen Pajak. Di samping itu, pembatasan empat tahun dimaksudkan mendorong PTN-BH melakukan percepatan pengembangan sarana dan prasarana pendidkan apabila terdapat sisa lebih.
Bagaimana perlakuan perpajakan dari sisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)? PTN-BH yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang, kecuali penyerahan BKP/JKP dalam satu tahun tidak lebih dari Rp4,8 miliar (pengusaha kecil).
Namun demikian, berdasarkan Pasal 4A ayat (3) huruf g Undang-Undang PPN diatur bahwa jasa pendidikan termasuk sebagai jenis jasa yang tidak dikenai PPN. Dengan kata lain, PTN-BH yang kegiatannya semata-mata di bidang jasa pendidikan, penyerahannya tidak dikenai PPN.
Kesimpulan
PTN-BH dan juga lembaga pendidikan lain, yang dikenai Pajak Penghasilan adalah PTN-BH yang mempunyai selisih lebih yang masih tersisa setelah empat tahun dari tahun diperolehnya selisih lebih tersebut. Sepanjang yang saya tahu, umumnya lembaga pendidikan tidak mempunyai selisih lebih, atau kalau pun mempunyai selisih lebih, akan habis digunakan untuk pengembangan sarana dan prasarana pendidikan, sehingga tidak kenai PPh. Demkian juga dengan PPN, PTN-BH dan juga lembaga pendidikan lain, yang penyerahannya dikenai PPN adalah PTN-BH yang melakukan penyerahan selain jasa pendidikan (atau jasa lain yang dikecualikan dari pengenaan PPN). (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.
- 7408 kali dilihat