Oleh: Laras Audina, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Keluarga merupakan lingkup terkecil dalam masyarakat di mana keluarga-keluarga ini berkumpul membentuk lingkungan masyarakat. Masyarakat dalam ruang lingkup yang besar dan berkumpul dalam suatu wilayah atau negara berubah menjadi satu kesatuan sebagai warga negara. Sebuah keluarga sebagai lingkup terkecil dalam masyarakat serta bagian dari warga negara terdiri beberapa anggota keluarga yaitu ayah, ibu, dan anak. Ayah berperan sebagai kepala rumah tangga yang bekerja mencukupi kebutuhan keluarga sedangkan Ibu berperan mengatur urusan rumah tangga. Ibarat kapal, ayah berperan sebagai nahkoda namun ibu yang memiliki peran cukup krusial sebagai penunjuk jalan untuk mengarahkan kapalnya.

Ada sebuah istilah bahwa madrasah pertama bagi anak adalah keluarga dan ibu sebagai guru pertamanya. Seorang ibu baik ibu rumah tangga maupun ibu yang bekerja dan memiliki karir, tidak dapat memungkiri kodratnya sebagai guru pertama dan utama bagi anak. Pendidikan yang peroleh anak di rumah baik secara akademik seperti kemampuan dasar calistung (baca, tulis, hitung) maupun non akademik seperti nilai-nilai moral, etika, sopan santun, serta ibadah keagamaan dapat membentuk karakter anak nantinya di masa yang akan datang. Anak inilah yang kelak menjadi generasi penerus sehingga perlu pendidikan serta pendidik yang baik pula.

Pendidikan bagi anak merupakan investasi jangka panjang baik bagi keluarga maupun Negara. Direktorat Jenderal Pajak sadar betul akan pentingnya penanaman kesadaran pajak sejak dini pada anak melalui inklusi pajak. Pengertian dari inklusi pajak adalah usaha yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak bersama dengan kementerian yang membidangi pendidikan untuk meningkatkan kesadaran perpajakan peserta didik, guru dan dosen yang dilakukan melalui integrasi materi kesadaran pajak dalam kurikulum, pembelajaran dan perbukuan. Beberapa program inklusi pajak yang telah dilaksanakan antara lain Pajak Bertutur, Tax Goes to School, dan Tax Goes to Campus. Melalui program ini ditanamkan nilai-nilai serta pembentukan karakter sadar pajak.

Program inklusi pajak dapat dikatakan program yang baik untuk menciptakan generasi emas sadar pajak dan diharapkan program ini dilaksanakan secara berkelanjutan. Namun selain memperhatikan anak sebagai target sasaran pembentukan karakter sadar pajak,tidak ada salahnya untuk membuat program inklusi pajak untuk para ibu. Karena sejatinya penanaman suatu nilai dan budaya itu tidak mudah dan membutuhkan waktu yang lama pula. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, ibu memiliki peran penting dalam pendidikan anak sejak dini dan penanaman budaya serta kebiasaan pada keluarga. Menjadi seorang ibu yang cerdas dan sadar pajak mampu melahirkan generasi emas yang sadar pajak juga.

Begini, coba bayangkan jika pemahaman akan pentingnya pajak telah didapatkan oleh anak sejak dini melalui ibunya. Pemahaman akan hak dan kewajiban perpajakan diberikan dengan bahasa yang mudah dicerna dan dikemas sedemikian rupa dalam obrolan ringan sehari-hari. Anak pada dasarnya memiliki sifat alami naluriah yaitu rasa ingin tahu yang besar. Dengan memanfaatkan sifat ini, ibu dapat membuat pertanyaan-pertanyaan yang dapat memicu keingintahuan anak.

Misalnya, saat liburan keluarga menggunakan kendaraan darat melewati jalan yang sudah beraspal dan jembatan yang kokoh, sang ibu bertanya pada anaknya siapa yang membangun jalan dan jembatan tersebut, dengan apa jalan jembatan tersebut dibangun, dan sebagainya. Pertanyaan sedemikian rupa dapat diarahkan pada hak dan kewajiban warga negara. Bahwa sarana dan prasarana berupa jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, dan fasilitas umum lainnya merupakan hak yang kita dapatkan sebagai warga negara. Namun demikian, hak itu tidak serta merta kita dapatkan tanpa adanya kewajiban yaitu dengan membayar pajak. Uang pajak inilah yang dikelola pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana yang ada.

Dengan pengetahuan akan adanya kewajiban sebagai warga negara salah satunya menjadi warga negara yang taat pajak serta pentingnya pajak bagi pembangunan bangsa maka tertanam kesadaran sejak dini. Apalagi jika pembentukan karakter sadar pajak ini tidak hanya dilakukan oleh satu dua ibu tetapi seluruh ibu tiap-tiap keluarga di Indonesia. Tiap Ibu tidak hanya membentuk karakter anak sadar pajak namun juga keluarga sebagai lingkup kecil masyarakat turut sadar pajak. Sehingga membangun generasi emas sadar pajak tidak hanya menjadi beban dan kewajiban Direktorat Jenderal Pajak tetapi didukung oleh masyarakat.

Pertanyaanya, bagaimana cara mewujudkan pembentukan karakter sadar pajak mengingat masih banyak masyarakat awam yang bukan saja belum sadar tetapi juga belum paham mengenai hak dan kewajiban perpajakan? Hal ini tentu saja perlu waktu yang cukup lama namun dapat dilakukan upaya secara berkala dan berkelanjutan. Perlu adanya program khusus seperti inklusi pajak untuk para Ibu. Program ini dapat bekerja sama dengan pihak lain seperti lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) setempat. Di mana dalam program tersebut para ibu menerima pengetahuan mengenai regulasi perpajakan, kewajiban dan hak perpajakan serta tidak lupa juga diberi edukasi dan pendidikan menjadi ibu yang sadar pajak.

Selain itu dalam program kegiatan dapat disisipakn pemberian latihan keterampilan pada para ibu. Sehingga selain mendapatkan edukasi perpajakan juga dapat membuka peluang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang turut membantu menggerakan perekonomian bangsa.Memang dalam pelaksanaannya perlu banyak pertimbangan serta dampak dari suatu program namun program inklusi pajak untuk ibu dapat menjadi salah satu pertimbangannya. Dari ibu yang cerdas dan sadar pajak terlahir generasi emas sadar pajak, membangun keluarga sadar pajak dan tentunya terbentuk masyarakat yang sadar pajak.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.