Oleh: Malik Abdul Aziz, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Awal 2025 menjadi momen penuh tantangan sekaligus harapan bagi masyarakat Indonesia. Presiden Prabowo Subianto resmi mengumumkan penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% khusus hanya untuk barang mewah. Sadar bahwa kebijakan ini akan berdampak kepada kelompok rentan, pemerintah menggelontorkan sejumlah stimulus perlindungan sosial. Salah satunya diskon listrik sebesar 50% bagi rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan energinya.

“…untuk barang jasa selain tergolong barang mewah tidak ada kenaikan PPN. Tetap sebesar berlaku sekarang, yang sejak 2022,” ujar Presiden Prabowo kala menyampaikan keputusan penyesuaian tarif PPN pada seremoni Penutupan Kas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2024 serta Peluncuran Coretax di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (31/12/2024).

Sebagai penyeimbang kepentingan fiskal dan kesejahteraan rakyat, pemerintah telah menyiapkan diskon listrik 50% berlaku mulai 1 Januari hingga 28 Februari 2025, tepat saat perubahan tarif PPN mulai diberlakukan. Kebijakan ini langsung menyasar 97% pelanggan PT PLN (Persero). Siapa mereka? Rumah tangga dengan daya terpasang 450 hingga 2.200 volt-ampere (VA), yang mayoritas berasal dari kalangan menengah dan bawah.

Bagi keluarga seperti Bu Dewi, penjual sayur keliling, yang memiliki daya listrik 900 VA untuk menjalankan lampu, kipas angin, dan televisi 21 inci miliknya, potongan harga listrik adalah kabar baik. “Listrik rumah saya belum pakai pulsa, kalo benar tagihan listrik bulan depan ada diskon, ya lumayan buat kebutuhan lainnya,” ujarnya. Kebijakan ini memberikan sedikit ruang bernapas bagi jutaan keluarga seperti Bu Dewi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2022 jumlah pelanggan PLN mencapai lebih dari 82 juta. Dari jumlah itu, 35 juta pelanggan tergolong penerima subsidi. Maka tidak berlebihan jika disebutkan bahwa subsidi listrik langsung menyentuh masyarakat luas, bukan hanya kelompok tertentu.

Pemerintah telah menyiapkan stimulus perlindungan sosial untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah dengan total alokasi mencapai Rp265,6 triliun pada 2025.

Bentuknya beragam. Mulai dari bantuan pangan, diskon listrik 50%, hingga insentif perpajakan seperti perpanjangan masa berlaku Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5% untuk UMKM, insentif PPh 21 ditanggung pemerintah untuk industri padat karya, serta berbagai insentif lainnya.

Mekanisme Mudah Tanpa Repot

Salah satu keunggulan dari kebijakan diskon listrik 50% adalah kemudahannya. Pelanggan prabayar hanya perlu membeli token listrik seperti biasa melalui aplikasi PLN atau penyedia resmi lainnya, dan diskon akan otomatis diberikan. Sementara itu, pelanggan pasca bayar akan melihat potongan langsung pada tagihan bulanan mereka tanpa perlu melakukan pendaftaran tambahan.

Pak Muis, pekerja kantoran, pelanggan listrik prabayar di Tangerang Selatan, mengaku tak sabar melihat dampak kebijakan ini. “Bulan ini saya beli token Rp500 ribu untuk sebulan. Ternyata benar ada diskonnya, saya bisa hemat separuhnya,” tuturnya. Cerita Pak Muis adalah gambaran kecil dari jutaan pelanggan lain yang akan merasakan manfaat kebijakan perlindungan sosial ini.

Diskon listrik 50% bukan sekadar nominal pengurang tagihan. Tujuan utamanya adalah menjaga daya beli masyarakat di tengah transisi fiskal. Dengan meringankan beban pengeluaran rumah tangga, pemerintah berharap masyarakat dapat mengalihkan dananya untuk kebutuhan lain, seperti pendidikan atau makanan bergizi.

Lebih dari itu, pemerintah berharap insentif-insentif yang diberikan mampu menjaga stabilitas ekonomi. Ketika daya beli masyarakat terjaga, roda ekonomi lokal pun terus berputar. Warung kecil tetap menjaring pembeli, pasar tradisional tetap ramai, dan sektor usaha mikro tetap bergeliat.

Menyesuaikan tarif PPN menjadi 12% memang langkah yang berat. Namun ia penting untuk mendukung penerimaan negara. “Kami ingin memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tetap berkeadilan,” ungkap Menteri Keuangan dalam Konferensi Pers bertajuk Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan yang dilaksanakan di Jakarta, Senin (16/12/2024).

Menanti Dampak Nyata

Seiring berjalannya waktu, masyarakat tentu akan menilai sendiri bagaimana kebijakan ini berdampak pada kehidupan sehari-hari. Apakah diskon listrik cukup untuk mengimbangi kenaikan PPN? Apakah subsidi dan insentif benar-benar tepat sasaran? Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya bisa dijawab dengan implementasi yang konsisten dan pengawasan yang ketat.

Bagi Bu Dewi, Pak Muis, dan jutaan rakyat Indonesia lainnya, stimulus ekonomi adalah sebuah harapan di tengah tekanan finansial. Di luar angka dan statistik, berbagai kebijakan perlindungan sosial pada akhirnya adalah tentang keadilan, rasa aman, kepercayaan, dan keyakinan bahwa negara hadir di saat masyarakat membutuhkan. Salah satu bentuk kehadiran itu berupa kebijakan pajak. Karena dengan pajak, semua dapat manfaatnya.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.