Oleh: Afrialdi Syah Putra Lubis, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Memasuki awal tahun 2024, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi  (PP 58/2023). Tak berselang lama,  aturan turunan terbit lewat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi  (PMK 168/2023). Kedua peraturan ini sempat sedikit mengagetkan bagi wajib pajak karena diterbitkan di akhir tahun 2023 menuju awal tahun 2024, sehingga memberikan efek tanda tanya bagi wajib pajak. Mengapa tidak, disaat awal tahun wajib pajak mempersiapkan untuk penerbitan bukti potong  dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, wajib pajak harus menerima peraturan baru yang perlu segera menyesuaikan diri. Pihak yang berhubungan langsung dengan gaji, seperti pihak payroll pada korporat dan bendahara pada instansi pemerintah, akan menyesuaikan perhitungan baru ini dengan bersamaan dengan penerbitan bukti potong A1/A2 --kendati demikian, bukti potong yang tengah disiapkan adalah bukti potong Tahun Pajak 2023 atau setidaknya masa Desember 2023, sedangkan ketentuan anyar tersebut mulai berlaku pada 1 Januari 2024. Belum lagi perbedaan persepsi kapan peraturan tersebut mulai digunakan.

Pasca-terbitnya PP 58/2023  dan PMK 168/2023 dan untuk menjawab tanda tanya wajib pajak tentang implementasi dan tata caranya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) segera melakukan sosialisasi kepada wajib pajak demi memberikan informasi terkait peraturan tersebut agar tidak muncul kekeliruan untuk melakukan pemotongan skema baru untuk kali pertama di tahun 2024. Perhitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 terbaru akan menggunakan tiga  kategori dan akan banyak tarif dalam menentukan  pajak terutang wajib pajak. Penghitungan ini menggunakan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) yang akan menjadi istilah untuk memudahkan wajib pajak mengingat peraturan ini.

Perubahan Mekanisme Perhitungan

Sebagai pemilik basis data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) terbesar dan juga dengan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) terbanyak, wajib pajak orang pribadi memiliki mekanisme perhitungan pajak penghasilan yang bervariasi jika dibandingkan dengan jenis pajak penghasilan lainnya. PPh Pasal 21 merupakan jenis pajak yang memiliki banyak implementasi perhitungan dalam aplikasinya karena sangat berkaitan dengan penghasilan wajib pajak orang pribadi. Dengan banyaknya perbedaan motede perhitungan selama ini, pemerintah mencoba untuk menyederhanakan perhitungan tersebut untuk memudahkan pengawasan bagi pihak pemotong dan pihak yang dipotong, khususnya bagi pihak yang dipotong yang selama ini terlalu awam mengenai metode perhitungan PPh yang dipotong atas penghasilan mereka.

Terdapat perubahan perhitungan yang cukup berbeda dibandingkan yang telah diterapkan dalam menghitung PPh Pasal 21. Perhitungan TER ini akan menimbulkan kategori untuk menentukan tarif PPh yang digunakan. Ada tiga kategori yakni, kategori A, B, dan C dengan banyak tarif perhitungan PPh Pasal 21 yang menyesuaikan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) pihak yang dipotong. Perhitungan yang telah dijalankan selama ini tidak akan berubah dan masih tetap digunakan di perhitungan akhir tahun pajak pada masa desember.

Penggunaan kategori A, B, dan C ini dapat memberikan kemudahan bagi wajib pajak yang dipotong untuk menentukan berapa tarif yang dipotong. Mengapa dikatakan mudah, karena perhitungan yang dilakukan hanya menggunakan tiga unsur, yakni penghasilan bruto, PTKP, dan jenis kategori. Dengan menggunakan tabel kategori sebagai indikator, pihak pemotong sudah dapat menentukan PPh yang harus dibayarkan ke kas negara.

Khusus untuk dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dilaksanakan oleh bendahara instansi pemerintah, beberapa perlakuan pemotongan masih menggunakan peraturan yang terdahulu. Seperti diketahui, bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (PP 80/2010) masih menjadi pedoman bagi bendahara instansi pemerintah dalam melakukan pemotongan PPh Pasal 21, kecuali untuk Pasal 2 ayat (3) yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku pada ketentuan penutup PP 58/2023. Lain kata, implementasi PP 58/2023 ini tidak serta-merta membuat sebagian besar ketentuan dalam PP 80/2010 dicabut.

Perubahan Aplikasi

Pasca-implementasi TER dalam perhitungan PPh Pasal 21 yang dimulai masa Januari 2024, aplikasi pelaporan SPT PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan. Selama ini wajib pajak menggunakan e-spt PPh Pasal 21 sebagai aplikasi perhitungan yang terkoneksi dengan laman DJP Online sebagai media pelaporan. Untuk masa Januari 2024 ini, pelaporan SPT PPh Pasal 21 akan menggunakan aplikasi e-bupot PPh 21/26 sebagai pengganti e-spt PPh Pasal 21. Penggantian ini  tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2024 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26, yang merupakan peraturan turunan pasca diterbitkannnya PMK 168/2023.

E-bupot PPh Pasal 21/26 akan memberikan kemudahan dalam proses pencatatan dan perhitungan karena akan ada kalkulator TER yang disesuaikan dengan kategori wajib pajak yang dilakukan pemotongan. Meskipun berbasis web, wajib pajak tidak perlu khawatir jika terjadi kendala pada jaringan internet bila memiliki daftar bukti potong dengan jumlah yang banyak. Hal ini karena terdapat menu impor data yang memudahkan wajib pajak merekam tanpa mengalami hambatan jaringan internet. Selain itu juga terdapat metode perekaman secara langsung.

Tujuan Perubahan

Penerapan TER memberikan kemudahan dan kesederahanaan bagi wajib pajak untuk menghitung karena selama ini metode perhitungan dirasa cukup rumit dan cukup banyak dikarenakan semakin berkembangnya jenis penghasilan wajib pajak orang pribadi. Jangan beranggapan dengan banyaknya tarif pada perhitungan TER ini membuat  rumit wajib pajak. Terbitnya peraturan baru sangat dimaklumi jika terjadi proses penyesuaian dalam implementasinya. Maka dari itu, sudah menjadi kewajiban dari DJP untuk memberikan pemahaman secara detail kepada wajib pajak dan hak bagi wajib pajak untuk meminta penjelasan kepada petugas sampai pada titik pemahaman terhadap peraturan.

Pembayaran PPh Pasal 21 masa Januari 2024 akan menjadi awal dimulainya perhitungan TER ini. Sosialisasi sudah dilakukan mulai dari latar belakang penerbitan aturan sampai contoh perhitungannya. Jangan sampai tertinggal informasi mekanisme perhitungan ini menyebabkan SPT Masa PPh 21 anda menjadi terkoreksi.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.