Oleh: Tian Hashfi Anwar, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Fenomena yang sedang viral di berbagai jagat media sosial pada konten pemengaruh tentang tiga wanita berpenghasilan ratusan juta hingga miliaran rupiah.

Setelah ditelusuri, ketiga wanita tersebut mengaku mendapat penghasilan hingga miliaran rupiah melalui bisnis asuransi. Beragam reaksi warganet terhadap pengakuan mereka cukup ramai pada kolom komentar. Mereka saling membandingkan penghasilannya yang hanya menyentuh satu digit. 

Semua orang terkaget-kaget melihat pengakuan berapa penghasilan ketiga wanita tersebut. Saling mempertanyakan bagaimana bisnis asuransi dapat menghasilkan miliaran rupiah. Hal itu tentu tidak lepas dari komentar orang-orang tentang kewajiban perpajakan mereka.

Apa itu Agen Asuransi? 

Sebelum menilik lebih dalam tentang agen asuransi, perlu lebih dahulu untuk membahas apa itu asuransi. Menurut M. Nur Rianto (2012:212), asuransi adalah suatu mekanisme perlindungan bagi tertanggung dalam menghadapi risiko di masa depan, dan tertanggung membayar suatu premi untuk menerima ganti rugi dari perusahaan asuransi. Pada bisnis asuransi terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu perusahaan asuransi, agen asuransi, dan nasabah asuransi. 

Berdasarkan catatan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), jumlah agen asuransi berlisensi di Indonesia pada 2021 terdapat sebanyak 574.003 agen. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 149 perusahaan asuransi beroperasi di Indonesia. 

Agen asuransi sendiri menurut Pasal 1 Ayat (28) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian adalah orang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha yang memberikan jasa dengan cara memasarkan produk asuransi atas nama perusahaan asuransi. Di sini, agen asuransi memiliki peran untuk memberikan bantuan sebagai konsultan finansial dan menawarkan produk yang cocok untuk calon nasabah sesuai dengan kebutuhannya.

Penghasilan yang diterima oleh agen asuransi terdiri dari dua unsur, yaitu gaji pokok dan komisi. Yang membuat bisnis agen asuransi ini menarik adalah komisi yang dianggap besar. Semakin banyak nasabah yang membeli produk asuransi dari mereka, semakin besar juga komisi yang akan didapat.

Perlakuan Perpajakan Agen Asuransi 

Tentunya, penghasilan yang didapat oleh agen asuransi tidak lepas dari pajak. Terdapat dua aspek perpajakan atas penghasilannya, yaitu pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). 

Pada aspek PPh, penghasilan agen asuransi diatur pada Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan neto. Hanya agen asuransi dengan penghasilan tahunan kurang dari Rp4,8 miliar yang dapat menggunakan kriteria ini untuk menghitung laba bersih saat menghitung pajak penghasilan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Jika jumlah ini terlampaui, maka agen asuransi harus melakukan pembukuan. 

PPh yang dikenakan adalah PPh progresif berdasarkan Pasal 21 UU PPh, yang berkaitan dengan pajak gaji, tunjangan, komisi, dan dana pensiun. Besarnya pajak tergantung pada pendapatan komisi agen asuransi. Besaran PPh ini akan dipotong oleh perusahaan asuransi dan bukti potong PPh 21 1721-A1 ini akan diserahkan kepada agen asuransi. Nantinya, bukti potong tersebut akan dijadikan sebagai bukti kredit pajak untuk melaporkan SPT Tahunannya.

Selain PPh, agen asuransi adalah jasa yang kena pajak sesuai dengan peraturan terbaru Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.03/2022 (PMK-67/PMK.03/2022) tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi. Sebagai jasa yang merupakan jasa kena pajak (JKP), tentunya terdapat hal-hal yang harus diperhatikan. Salah satunya adalah siapa yang memungut PPN atas jasa agen asuransi ini. 

Perusahaan asuransi ditunjuk sebagai pihak yang memungut PPN juga memiliki kewajiban untuk menyetorkan PPN atas komisi agen. Agen asuransi sebagai pihak yang dipungut harus menerbitkan faktur atas jasa tersebut. Pada peraturan terbaru ini, bukti pembayaran komisi jasa agen asuransi dipersamakan dengan faktur pajak, sepanjang memenuhi persyaratan dokumen yang ada pada peraturan ini. Tentu, hal ini akan sangat memudahkan para agen asuransi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Untuk besaran PPN-nya yaitu 10% dari tarif PPN 11% atau sederhananya 1,1%. Menariknya, pada Pasal 4 ayat (3) PMK-67/PMK.03/2022 agen asuransi yang telah memiliki NPWP dianggap telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Selain itu, apabila telah dikukuhkan sebagai PKP maka dianggap telah melaporkan SPT Masa PPN. 

Itulah perlakuan perpajakan untuk Agen Asuransi. Pada saat ini, pamer penghasilan memang marak di media sosial, tetapi belum jelas apa tujuannya. Ini dapat dimaksudkan untuk pemasaran atau sekadar ingin menunjukkan seberapa besar penghasilannya. Apa pun maksud dan tujuannya, selama penghasilan tersebut dapat dipertanggungjawabkan, maka tidak akan jadi masalah.

Tentunya, dengan sistem perpajakan di Indonesia yang menganut self-assessment, diharapkan mereka menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya dengan benar.  

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.