Penggunaan Nilai Buku pada Restrukturisasi BUMN

Oleh: Ahmad Rif’an, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pandemi Covid-19 berdampak pada lesunya kegiatan ekonomi global. Beberapa BUMN yang sebelumnya telah mengalami permasalahan keuangan, kondisinya semakin memburuk. Untuk mengatasi kondisi internal perusahaan dan dalam rangka penyehatan BUMN dilakukan upaya strategis berupa restrukturisasi BUMN. Presiden mengeluarkan Keppres Nomor 40/M Tahun 2020 tentang Pembentukan Tim Percepatan Restrukturisasi BUMN.
Restrukturisasi BUMN dilakukan melalui pembentukan perusahaan induk, penggabungan usaha, pemekaran usaha, akuisisi, dan lain-lain. Restrukturisasi BUMN akan mengakibatkan beralihnya seluruh atau sebagian harta dan kewajiban dari satu entitas kepada entitas lainnya. Pengalihan harta ini akan berdampak pada aspek pajak penghasilan, baik entitas yang mengalihkan maupun entitas yang menerima.
Berdasarkan Pasal 10 ayat (3) UU Pajak Penghasilan (PPh), nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
Keuntungan karena pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun merupakan objek PPh. Dalam hal harta yang dialihkan berupa tanah dan/atau bangunan merupakan objek PPh yang bersifat final.
Kemudahan Transformasi BUMN
Untuk memberikan kemudahan transformasi BUMN dan pencapaian misi BUMN melalui restrukturisasi BUMN, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56/PMK.010/2021.
Wajib pajak dapat menggunakan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha, setelah mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak. Adapun persyaratan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta yaitu :
- Mengajukan Permohonan
Wajib pajak yang menggunakan nilai buku wajib mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama enam bulan setelah tanggal efektif penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha dilakukan.
Surat permohonan tersebut diajukan dengan dilengkapi surat pernyataan tentang alasan dan tujuan melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha. Tata cara pengajuan permohonan penggunaan nilai buku atas pengalihan dan perolehan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-21/PJ/2021 sebagai perubahan dari PER-03/PJ/2021.
- Memenuhi Business Purpose Test
Penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha yang menggunakan nilai buku juga harus memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test). Business purpose test ditentukan dengan pemenuhan kriteria-kriteria tertentu.
Pertama, tujuan utama aksi korporasi yaitu untuk menciptakan sinergi usaha yang kuat dan memperkuat struktur permodalan serta tidak dilakukan untuk penghindaran pajak. Kedua, kegiatan usaha wajib pajak yang mengalihkan harta masih berlangsung sampai dengan tanggal efektif.
Ketiga, kegiatan usaha wajib pajak yang mengalihkan harta sebelum penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha terjadi, wajib dilanjutkan oleh wajib pajak yang menerima pengalihan harta paling singkat lima tahun setelah tanggal efektif. Keempat, kegiatan usaha wajib pajak yang menerima harta tetap berlangsung paling singkat lima tahun setelah tanggal efektif.
Kelima, harta berupa aktiva tetap yang dimiliki oleh wajib pajak yang menerima harta yang berasal dari aksi korporasi tidak dipindahtangankan oleh wajib pajak yang menerima harta paling singkat dua tahun setelah tanggal efektif kecuali pemindahtanganan tersebut dilakukan untuk efisiensi perusahaan.
- Surat Keterangan Fiskal
Wajib pajak yang menggunakan nilai buku wajib melampirkan Surat Keterangan Fiskal (SKF) yang masih berlaku untuk tiap wajib pajak yang terkait, baik yang mengalihkan harta maupun yang menerima harta.
Pencatatan dan Perlakuan Akuntansi
Wajib pajak yang menerima pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha mencatat nilai perolehan harta tersebut sesuai nilai buku dalam pembukuan pihak yang mengalihkan. Penyusutan atau amortisasi dilakukan berdasarkan masa manfaat yang tersisa dalam pembukuan pihak yang mengalihkan.
Penggabungan, peleburan, pemekaran dan pengambilalihan usaha dalam rangka restrukturisasi BUMN merupakan transaksi kombinasi bisnis antara entitas sepengendali.
Berdasarkan PSAK 38, transaksi kombinasi bisnis antara entitas sepengendali, berupa pengalihan bisnis yang dilakukan dalam rangka reorganisasi entitas-entitas yang berada dalam suatu kelompok usaha yang sama, bukan merupakan perubahan kepemilikan dalam arti substansi ekonomi, sehingga transaksi tersebut tidak dapat menimbulkan laba atau rugi bagi seluruh kelompok usaha ataupun bagi entitas individual dalam kelompok usaha tersebut. Dalam hal ini aset maupun liabilitas yang kepemilikannya dialihkan tersebut dicatat sesuai dengan nilai buku.
Pada umumnya mekanisme pengalihan harta dan kewajiban dalam restrukturisasi BUMN adalah melalui inbreng. Berdasarkan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas, dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain (bukan dalam bentuk uang), penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan.
Penilaian setoran saham berdasarkan nilai wajar menimbulkan permasalahan dalam pencatatan harta yang diterima berdasarkan nilai buku. Sesuai dengan PSAK 38, selisih antara jumlah imbalan yang dialihkan dan jumlah tercatat dari setiap transaksi kombinasi bisnis antara entitas sepengendali diakui di ekuitas dalam pos tersendiri. Wajib pajak mencatat selisih tersebut dalam pos tambahan modal disetor.
Laporan keuangan proforma per tanggal efektif dan laporan keuangan pada periode terjadinya kombinasi bisnis harus mengungkapkan informasi penggunaan nilai buku berdasarkan PMK-56/PMK.010/2021 dan nilai saham yang diterbitkan berdasarkan UU Perseroan Terbatas.
Implikasi PPh
Wajib Pajak yang mengalihkan harta dengan nilai buku tidak akan menanggung beban PPh pada saat pengalihan karena tidak terdapat keuntungan dalam pengalihan harta tersebut. Dalam hal harta yang dialihkan berupa tanah dan/atau bangunan juga dikecualikan dari pengenaan PPh final.
Wajib pajak yang menerima harta mencatat dan membebankan harta yang diterima berdasarkan nilai buku yang tercantum dalam pembukuan wajib pajak yang mengalihkan.
Dalam hal harta tersebut dijual maka keuntungan dihitung dari nilai buku tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan nilai buku bersifat menunda pengenaan PPh sampai dengan harta tersebut dijual oleh wajib pajak yang menerima harta.
Penyusutan atau amortisasi berdasarkan nilai buku dan masa manfaat yang tersisa berdampak pada peningkatan laba dan pajak penghasilan pada periode berikutnya. Peningkatan laba tersebut juga ditopang dengan semakin kuatnya struktur modal wajib pajak dan sinergi usaha karena penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 904 kali dilihat