Penajaman atas Visi Pajak Kandidat Legislatif

Oleh: Lutfiya Tussifah, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Derasnya kritik yang mengalir di setiap penerbitan aturan perpajakan dapat dimaknai dua hal. Pertama, kepedulian masyarakat terhadap kebijakan perpajakan semakin meningkat. Kedua, masyarakat merasa sistem pajak yang berlaku belum mewakili aspirasi mereka.
Perasaan terwakili dan realitas keterwakilan aspirasi itu sendiri sangat penting sebab pajak merupakan pungutan yang diambil dari masyarakat. Gagasan ini yang kemudian melahirkan beberapa falsafah terkenal seperti “No taxation without representation” atau “Taxation without representation is a robbery”.
Indonesia mencoba membuktikan diri setuju dengan falsafah tersebut melalui penambahan Pasal 23A ke dalam amandemen ketiga konstitusinya. Di dalam pasal itu, disebutkan bahwa pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.
Sejalan dengan asas trias politica yang berlaku di Indonesia, wewenang pembentukan undang-undang yang mendasari pemungutan pajak berada pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Dengan kata lain, apakah peraturan pajak bergerak menuju keadilan atau justru menjauhinya juga dipengaruhi oleh siapa yang dipilih rakyat untuk duduk di parlemen.
Sayangnya, diskursus mengenai visi pajak masih belum dinilai menarik dalam kontestasi pemilu, terutama pemilihan legislatif. Ditambah lagi momentum yang akan berlangsung kurang dari 70 hari lagi, seolah tertutup dengan persaingan ketat antara ketiga capres yang resmi diumumkan bulan lalu.
Bahkan tidak seperti para capres dan cawapres yang telah dikenal secara luas, para kandidat legislatif kurang dikenal bahkan di daerah pemilihannya sendiri. Berdasarkan survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada pemilu sebelumnya, hanya 25,8% responden yang mengenal kandidat legislatif di daerahnya. Sebanyak 70,6% mengaku tidak mengenal para kandidat dan sisanya menjawab tidak tahu.
Rendahnya perhatian pada pemilihan legislatif ini patut disayangkan. Tahun politik seharusnya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk merefleksikan keselarasan aspirasi dengan kenyataan di lapangan. Kesempatan ini harus digunakan sebaik-baiknya untuk mengenal profil sekaligus visi dari kandidat legislatif yang akan berkompetisi dalam pemilu. Hal ini penting untuk mengisi percakapan publik dengan tema substantif, termasuk pajak yang berdampak masif bagi kehidupan masyarakat.
Visi pajak yang diusung memengaruhi tidak hanya konstruksi perpajakan di Indonesia, tetapi juga struktur anggaran, perekonomian, dan kesejahteraan masyarakat. Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara akan berdampak pada hajat hidup masyarakat baik secara langsung melalui kenaikan harga barang atau penurunan take home pay maupun secara tidak langsung melalui perubahan kualitas udara yang kita hirup dan pendidikan yang anak cucu kita terima.
Berikut adalah poin-poin yang penting untuk dapat dipertajam oleh para kandidat legislatif.
Pada level DPR RI, kandidat harus mampu menjelaskan bagaimana visi pajak yang diusungnya memengaruhi proporsi pajak dalam anggaran negara. Apakah secara umum terdapat peningkatan atau penurunan penerimaan pajak? Apakah penurunan penerimaan pajak akan dikompensasi dengan peningkatan pembiayaan atau penurunan belanja? Masyarakat harus skeptis terhadap kandidat yang menawarkan rencana penurunan pajak tanpa elaborasi yang jelas. Bagian pertama ini akan mengungkapkan kesadaran kandidat atas konsekuensi visi pajaknya terhadap postur APBN dan kematangan pemahaman kandidat terhadap konsep kebijakan fiskal.
Kedua, bagaimana visi perpajakan yang ditawarkan memengaruhi distribusi ekonomi? Apakah kandidat lebih condong kepada efisiensi atau equity? Pada bagian ini dapat diperkirakan apakah pajak ke depannya akan memaksimalkan potensi ekonomi yang dapat mempertajam kesenjangan, atau mengupayakan pemerataan dengan mengorbankan pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya, bagaimana kandidat akan memanfaatkan pajak untuk menangani isu-isu krusial seperti perubahan iklim dan perekonomian digital? Pemahaman yang solid tentang fungsi regulerend pajak menjadi aspek fundamental dari kualitas visi pajak kandidat sebab pajak tidak selalu bicara tentang pengumpulan penerimaan, tetapi juga tentang pemberian insentif terhadap perilaku tertentu masyarakat.
Pertanyaan berbeda untuk kandidat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota: Bagaimana visi pajak daerah yang diusung akan meningkatkan kemandirian fiskal daerah?
Hasil reviu kemandirian fiskal tahun 2020 menunjukkan bahwa jumlah daerah yang mampu mencapai indeks kemandirian fiskal 3 (mandiri) masih sangat rendah. Terhitung hanya 21% (tujuh dari 33) pada level provinsi, 2% (dua dari 92) pada level kota, dan 0,26% (satu dari 369) pada level kabupaten yang memperoleh status mandiri, sementara sisanya masih berindeks 1 (belum mandiri) dan 2 (menuju kemandirian).
Data di atas menunjukkan bahwa mayoritas daerah masih bergantung pada transfer pemerintah pusat dalam membiayai rumah tangganya. Padahal, dengan otonomi daerah yang telah berjalan lebih dari dua dekade sudah sepantasnya daerah mampu “menafkahi” dirinya sendiri. Di samping itu penguatan pendapatan asli daerah (PAD) memang perlu dilakukan sejalan dengan berbagai hasil kajian yang menunjukkan korelasi positif peningkatan PAD terhadap kinerja keuangan daerah, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.
Tidak dapat dimungkiri, banyaknya pertanyaan dan pilihan dengan sedikitnya waktu untuk bertanya dan memilih menjadi beban tersendiri bagi masyarakat. Namun, tahap ini memang harus dilalui untuk memastikan hanya yang pantas yang akan terpilih. Pada akhirnya, 204,8 juta penduduk yang terdaftar sebagai pemilih pada tahun 2024 memegang peran dalam menentukan masa depan perpajakan yang berdampak bagi 278,4 juta penduduk Indonesia.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja. Sehubungan dengan kewajiban netralitas ASN dalam Pemilu, artikel ini tidak dimaksudkan untuk mendukung/mendiskreditkan kandidat siapa pun.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 88 kali dilihat