Oleh: Endra Wijaya Pinatih, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Tiba waktunya untuk gunakan hak pilih kita…

Salurkan aspirasi bersama demi bangsa….

Berikut penggalan Jingle Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024. Lagu dan Lirik yang diciptakan oleh Kikan Kamara yang berjudul “Memilih untuk Indonesia” kerap kali diputar dan menghiasi media dewasa ini.

Sebagai warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih dalam pemilu, tentu tak boleh ketinggalan dengan informasi, utamanya warta mengenai visi dan misi dari para kandidat. Sehingga tak pelak tayangan debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di media menjadi hal yang dinantikan. Tak terkecuali pada topik debat kedua tanggal 22 Desember 2023 lalu yang membahas ekonomi kerakyatan, ekonomi digital, keuangan, investasi pajak, perdagangan, pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN-APBD), infrastruktur, dan perkotaan.

Dalam bahasan Investasi Pajak, isu tax ratio menjadi perbincangan panas dalam debat cawapres pertama. Dalam sawala tersebut, ketiga cawapres yaitu Mahfud MD, Gibran Rakabuming Raka, dan Muhaimin Iskandar sangat intens membahas isu tersebut. Perdebatan mengenai pajak tentu menjadi perkembangan menggembirakan karena mengingat pentingnya peran pajak dalam pembangunan. 

Kaitan

Tax Ratio hingga saat ini menjadi ukuran yang diduga dapat memberikan cerminan atas kondisi perpajakan dalam suatu negara. Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2019 mencatat tax ratio Indonesia menjadi yang paling rendah di kawasan Asia Pasifik, yaitu sebesar 11,5%. Beberapa penyebabnya antara lain besarnya porsi tenaga kerja informal yang mencapai 57,6% dari total tenaga kerja, masih banyaknya penghindaran pajak, dan masih kurangnya basis pajak.

Namun di tengah kondisi dan suasana ekonomi dunia yang tidak menentu, capaian tax ratio Indonesia dalam dua tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang signifikan, dari 9,21% pada tahun 2021 menjadi 10,39% pada tahun 2022, dan harapannya semoga akan terus meningkat untuk tahun-tahun ke depan.

Salah satu hambatan dalam mendongkrak penerimaan pajak adalah tingginya shadow economy. Shadow economy menurut Schneider dan Enste (2000) adalah seluruh aktivitas ekonomi yang berkontribusi terhadap perhitungan Produk Nasional Bruto (PNB) ataupun Produk Domestik Bruto (PDB) tetapi aktivitas tersebut sama sekali tidak terdaftar.

Pada praktiknya, shadow economy juga dikenal dengan istilah penumpang gelap atau underground economy.

Baca juga:
Yuks, Mengenal apa itu Tax Ratio
Modal Calon Presiden Halau Tantangan Pajak

Bentuk dan Dampak Shadow Economy

Shadow economy identik dengan pengejawantahan ilegal seperti penyelundupan, transaksi obat terlarang, jual beli barang curian, transaksi masuknya barang dari luar daerah pabean tanpa melalui pemeriksaan bea dan cukai, sampai dengan praktik rasuah yang dilakukan para koruptor.

Di negara berkembang, potensi shadow economy besar dan kerap terjadi. Kini, praktik shadow economy menjadi fokus otoritas pajak. Isu ini cukup merebut perhatian media, dari media massa maupun media cetak.

Shadow economy tidak sekadar berdampak terhadap menurunnya penerimaan negara dan membuat kalkulasi PDB menjadi bias, tetapi juga meningkatkan defisit anggaran yang berakibat pada potensi kenaikan tarif pajak.

Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan bahwa tingkat shadow economy mencapai 30-40% dari nilai PDB. Misal yang dijadikan acuan PDB tahun 2020 yang nilainya mencapai Rp15.434,2 triliun, artinya nilai shadow economy di Indonesia mencapai Rp4.603,5 triliun sampai dengan Rp.6.173,6 triliun. Sebuah angka yang cukup berdampak terhadap penerimaan negara.

Upaya DJP

Kementerian Keuangan berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan sinkronisasi dan validasi data kependudukan, yakni pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Namun yang perlu digarisbawahi adalah bukan berarti data pribadi masyarakat dibocorkan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tetap menjaga kerahasiaan data wajib pajak.

Kebijakan ini dimanifestasikan dan telah diundangkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Harapannya, penggunaan NIK sebagai NPWP sebagai bentuk ikhtiar pemberantasan praktik shadow economy berlaku penuh mulai pertengahan tahun 2024.

Nantinya, apabila NIK dipersamakan dengan NPWP, semua aktivitas maupun transaksi yang dilakukan akan dapat dikenali dan paling tidak dapat meminimalkan munculnya penumpang gelap dalam transaksi ekonomi.

Data DJP per tanggal 7 Desember 2023 mencatat bahwa pemadanan NIK dan NPWP telah mencapai angka 82,42% atau sebanyak 59,34 juta wajib pajak dari total 71 juta wajib pajak.

Langkah Awal Positif

Dengan risiko ketidakpastian ekonomi global yang semakin tinggi, serta berbagai tantangan dan kendala pembangunan yang masih harus dihadapi, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat menunjukkan komitmen kuat untuk mengoptimalkan APBN tahun 2024. Pendapatan Negara dalam APBN tahun 2024 direncanakan sebesar Rp2.802,3 triliun, yang bersumber dari penerimaan perpajakan sebesar Rp.2.309,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp492,0 triliun.

APBN diharapkan dapat menjadi instrumen yang responsif terhadap dinamika ekonomi, menjawab tantangan, dan mendukung agenda pembangunan nasional. Adanya komitmen yang kuat antara calon presiden dan wakil presiden untuk memperkuat penerimaan negara menjadi kelegaan tersendiri. Shadow economy menjadi ihwal yang wajib diperangi lantaran mengganggu penerimaan negara. Menggunakan hak pilih dalam pemilu nanti, dan melakukan pemadanan NIK dan NPWP merupakan langkah awal untuk memerangi shadow economy.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja. Sehubungan dengan kewajiban netralitas ASN dalam Pemilu, artikel ini tidak dimaksudkan untuk mendukung/mendiskreditkan kandidat siapa pun.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.