Pantaskah BUMN Disebut Agen Pembangunan Nasional?

Oleh: Aditya Wibisono, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Salah satu agenda prioritas yang dicanangkan Presiden Joko Widodo saat mulai memimpin negara kita adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Namun demikian, ternyata daya saing baik infrastruktur dan manufaktur yang merupakan modal kita untuk tumbuh masih cenderung lemah. Kita masih banyak bergantung pada bahan-bahan yang harus diimpor sehingga harga jual pun terpengaruh. Belum lagi masalah SDM dari segi skill dan produktivitas. Tantangan lain yang masih harus dihadapi adalah masalah ketergantungan kita akan impor migas dan pangan untuk memenuhi kebutuhan domestik walaupun sebenarnya sumber energi kita melimpah dan lahan pertanian dan perkebunan masih cukup luas. Untuk menjawab tantangan ini, berbagai Kementerian dan Lembaga harus berpikir keras untuk mengoptimalkan tugas dan fungsinya masing-masing demi mewujudkan agenda prioritas Presiden.
Salah satu Kementerian yang bergerak adalah Kementerian BUMN dengan disusunnya Roadmap dengan visi berlandaskan misi BUMN sebagai agen pembangunan dan penciptaan nilai. Beberapa inisiatif yang sedang dijalankan antara lain adalah efisiensi dalam bentuk rightsizing, penguatan struktur permodalam dan penguatan secara sektoral dengan pembentukan holding, penataan duplikasi fungsi dan kepemilikan silang, restrukturisasi BUMN yang rugi dan lain sebagainya. Inisiatif holding yang sedang dijalankan ternyata saat ini marak dibicarakan dan dimuat di berbagai media seperti misalnya holding pertambangan. Tujuan pembentukan holding ini antara lain adalah untuk memperbaiki struktur permodalan, konsolidasi aset, hutang dan modal secara keseluruhan sehingga kapasitas leverage lebih meningkat. Selain itu, pembentukan holding juga dapat menurunkan biaya modal karena credit rating secara umum akan menjadi lebih baik. Selain itu, kemandirian keuangan untuk pendanaan yang cukup tanpa bergantung kepada APBN juga dapat terwujud walaupun tidak mudah. Yang menarik dan mendukung program Nawacita Presiden adalah holding ini dapat menyelaraskan model bisnis untuk bisa lebih berdaya saing baik di tingkat regional dan global.
Yang pasti, holding yang dibentuk BUMN dimiliki 100% oleh Pemerintah untuk menghindari terjadinya dilusi dan juga dilakukan terhadap BUMN-BUMN yang memegang peranan penting secara sektoral. Apa saja prioritas untuk Holding BUMN ini? Ternyata Kementerian BUMN menetapkan 6 sektor utama untuk pembentukan holding ini yaitu sektor ketahanan energi yaitu minyak dan gas bumi (upstream dan downstream) dan transportasi, sektor pertambangan antara lain batubara, alumunium, emas, nikel, timah dan mineral lainnya termasuk pengolahan, sektor perbankan dan jasa keuangan, sektor jalan tol dan konstruksi, sektor perumahan dan sektor maritim. Sebagai informasi, holding BUMN yang telah dilakukan antara lain adalah PT Semen Indonesia, PT Pupuk Indonesia, PT Perkebunan Nusantara III, Holding Perum Perhutani dan tentunya yang sedang marak diberitakan di media massa akhir-akhir ini yaitu holding pertambangan.
Bagi Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, upaya yang dilakukan Kementerian BUMN dengan roadmap nya tentunya disambut baik meningkat peran BUMN yang strategis dalam mendukung penerimaan negara dari Pajak. Saat ini, seluruh Wajib Pajak BUMN diadministrasikan di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Tiga dan Empat, Kanwil DJP Wajib Pajak Besar. Kontribusi penerimaan Pajak dari Wajib Pajak BUMN ini juga semakin tinggi tiap tahunnya mulai dari 45,38% (2013), 48,41% (2014) dan 51,36% (2015). Untuk semester I tahun 2017, kontribusi penerimaan Pajak WP BUMN juga sudah mencapai 50,99% yang tentunya akan semakin besar di akhir tahun ini. Dengan jumlah aset Rp.6,867 Trilyun dan pendapatan di kuartal 3 tahun 2017 ini sebesar Rpo.1,444 Trilyun (data Kementerian BUMN), rasanya kita bisa berharap banyak dari sumbangan BUMN untuk mendukung penerimaan negara. Dengan geliat Kementerian BUMN meningkatkan efektivitas dan efisiensi yang salah satunya dalam bentuk holding ini yang membuat kontribusi BUMN terhadap APBN semakin meningkat, tidak salah jika BUMN disebut sebagai agen pembangunan nasional. Semoga langkah-langkah yang diambil Kementerian BUMN untuk semakin mengembangkan usaha BUMN-BUMNnya, akan tetap memperhatikan aspek-aspek perpajakannya juga sehingga sinergi dapat terbentuk dan dispute antara DJP dan para Wajib Pajak BUMN semakin berkurang.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.
- 544 kali dilihat