Oleh: (Muh Azzahir), pegawai Direktorat Jenderal Pajak

ᨑᨑ ᨈᨄᨕᨘ ᨀᨘ ᨔᨅᨘ ᨊᨁᨗ ᨔᨚᨅᨒ ᨀᨙᨀᨙ ᨀᨘ ᨈᨄᨙᨊᨁᨑᨗ ᨆᨆᨗᨊᨔᨀᨘ ᨆᨊᨐᨚᨅᨒᨗ ᨆᨈᨙᨊᨙᨕ᨞

“Ranrang tappauk kusambungi, sombalak kekkek kutampeng ri makminasaku mannyombali mateknea”

“Teguh dalam pendirian dan tegar dalam cita-cita guna mewujudkan kebahagiaan dan ketenangan hidup.”

- Peribahasa Makassar oleh Zainuddin Hakim (1995:13) -

Negara Indonesia merupakan negara dengan masyarakat yang plural dan majemuk. Setiap daerah memiliki keanekaragaman adat dan budaya dengan ciri khas masing-masing. Keberagaman tersebut membuat negara Indonesia kaya akan adat dan budaya dengan nilai-nilai kearifan lokal yang ada di setiap suku dan budaya di Indonesia.

Sesuai dengan Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Kearifan lokal menjadi nilai luhur dalam pandangan hidup masyarakat untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. Demikian pula dengan suku Makasar.

Suku Makassar adalah salah satu suku di Indonesia yang berasal dari Sulawesi Selatan. Suku Makasar tergolong kedalam Suku Deutero Melayu yang tiba di tanah Nusantara pada tahun 1500 SM.

Sama halnya dengan suku-suku yang ada di Indonesia, suku Makassar juga memiliki berbagai macam kearifan lokal dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Salah satunya yang terkenal adalah peribahasa A’ Bulo Siabatang ( ᨅᨘᨒᨚ ᨔᨗᨅᨈᨁ᨞) yang artinya “sebatang bambu”.

A’ Bulo Siabatang

A’ Bulo Siabatang  merupakan salah satu peribahasa masyarakat suku Makassar yang telah mengakar dan menjadi nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat. Sebatang bambu yang menjulang tinggi dianggap memiliki nilai falsafah yang mendalam bagi masyarakat Makassar.

Masyarakat diibaratkan seperti akar-akar bambu yang saling menopang antara satu dengan yang lainnya, d imana akar-akar bambu tumbuh terlebih dahulu sebelum pucuk batang bambu muncul. Sementara itu, batang bambu dianggap sebagai cita-cita dan harapan masyarakat. Bambu sendiri sangat bergantung kepada akar-akarnya. Bambu tidak akan bisa tumbuh tinggi tanpa akar-akar yang kuat. Pohon bambu juga akan tumbuh ketika akar-akarnya sudah kuat dan kokoh. Hal tersebut menggambarkan bagaimana masyarakat suku Makassar bekerja sama dan bergotong royong untuk mencapai suatu hasil. Kehidupan kita tidak terlepas dari adanya bantuan dan uluran tangan dari anggota masyarakat yang lain.

Tumbuhan bambu di Indonesia secara umum tumbuh berkelompok, sehingga tumbuhan bambu tidak akan mudah tumbang akibat terkena terpaan angin yang kencang. Hal tersebut menggambarkan bahwa dengan persatuan dan kesatuan setiap anggota masyarakat, segala tantangan dan ancaman yang timbul dari berbagai aspek dapat selalu dihadapi.

Pajak sebagai Implementasi A’ Bulo Siabatang

Pajak merupakan salah satu elemen vital dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pajak menjadi primadona sumber penerimaan negara. Bagaimana tidak? Delapan puluh persen penerimaan negara bersumber darinya. Pajak merupakan manifestasi nilai gotong royong yang menggambarkan nilai-nilai Pancasila secara utuh. Setiap warga negara bersama-sama memenuhi pembiayaan negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tentunya, hal tersebut menjadikan pajak sebagai salah satu bentuk implementasi dari nilai gotong royong yang terkandung dalam peribahasa A’ Bulo Siabatang. Dalam konteks ini, setiap warga negara Indonesia dianggap sebagai akar-akar bambu yang kuat dan kokoh, saling menopang satu dengan yang lainnya, dan bergotong royong dalam berkontribusi membayarkan pajak demi mewujudkan pembangunan nasional yang berkeadilan sosial.

Kesimpulan

Masyarakat Indonesia merupakan negara yang kaya akan suku dan budaya. Setiap suku dan budaya tersebut memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang digunakan sebagai pandangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu kearifan lokal tersebut adalah peribahasa A’ Bulo Siabatang yang artinya “sebatang bambu” yang memiliki makna gotong-royong.

Pajak menjadi salah satu instrumen penting negara yang mengimplementasikan nilai dari A’ Bulo Siabatang, yaitu gotong-royong. Setiap anggota masyarakat bergotong royong untuk memberikan kontribusi terbaiknya dengan membayar pajak. Peran serta aktif masyarakat dalam membayar pajak menjadi salah satu sumber vital pembiayaan pembangunan negara kita tercinta.

Dengan membayar pajak, kita telah turut serta membantu mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera sebagai tujuan pembangunan nasional demi kejayaan Indonesia Raya. Bergotong royong membayar pajak menjadi wujud cinta bakti kita kepada Indonesia tercinta. Hal ini sesuai dengan semangat yang terkandung dalam A’ Bulo Siabatang ( ᨅᨘᨒᨚ ᨔᨗᨅᨈᨁ᨞).

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.