Oleh: Muflih Fathoniawan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Penanganan masalah kurang gizi kronis pada anak atau yang disebut stunting, mendapat perhatian khusus. World Bank pada 2017 melaporkan, Indonesia merupakan negara peringkat ke-4 di dunia dengan jumlah balita stunting tertinggi, hanya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan India, Pakistan, dan Nigeria.

Kemudian Riset Data Dasar yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI pada 2018, angka stunting di Indonesia mencapai 30,8 persen. Pada 2019 angkanya turun menjadi 27,67 persen. Data ini menunjukkan bahwa terdapat 6.3 juta dari populasi 23 juta balita di Indonesia yang mengidap masalah stunting.

Kekurangan gizi kronis ini menyebabkan kondisi gagal tumbuh pada anak balita, terutama pada seribu hari pertama kehidupan. Sayangnya, akibat dari stunting ini tak hanya mengakibatkan kekerdilan, namun juga menjadi penyebab otak tidak berkembang optimal. Anak stunting juga memiliki risiko lebih rentan menderita penyakit kronis. Tentu bagi bangsa Indonesia, stunting memberi implikasi buruk terhadap kemajuan Indonesia, khususnya sektor Sumber Daya Manusia (SDM). Stunting mengancam produktivitas dan daya saing SDM Indonesia. Dalam jangka panjang, cita-cita Indonesia Maju akan jauh dari asa.

Pemerintah tak tinggal diam. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, salah satunya menargetkan angka stunting menjadi 19 persen pada tahun 2024. Upaya ini diwujudkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2019 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020, alokasi anggaran kesehatan sebesar Rp132,2 triliun atau 5,2 persen dari APBN 2020. Visinya adalah meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan, serta penguatan penanganan stunting.

Pemerintah berkomitmen menjaga anggaran kesehatan berada pada kisaran lima persen dari  APBN di luar gaji sesuai UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 2009 Pasal 171 Ayat (1). Total belanja pemerintah pada APBN 2020 sejumlah Rp2.540,4 triliun.

Sebagai upaya memenuhi kebutuhan APBN, pemerintah melakukan usaha penerimaan negara, salah satunya berasal dari pajak. Definisi pajak berdasarkan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ini artinya dalam setiap pajak yang kita bayarkan sebagai kontribusi wajib kepada negara, dimanfaatkan oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Indikator kemakmuran ini tak hanya sebatas pada kekayaan namun juga kebahagiaan jasmani dan rohani serta kesehatan. Kita tidak mendapatkan manfaat atau imbalan langsung dari pajak, tapi kita bisa rasakan manfaatnya secara luas bagi negara kita ini.

 

Semua Bisa Berantas Stunting

Bagi para perempuan yang mempersiapkan kehamilan atau tengah hamil, untuk mencegah stunting menimpa buah hatinya kelak, maka perlu meningkatkan pemahaman tentang nutrisi seribu hari kehidupan. Namun tak hanya ibu hamil, semua orang juga bisa berpartisipasi menurunkan angka stunting ini.

Bagi warga negara Indonesia yang memiliki penghasilan dan memenuhi syarat subjektif sebagai wajib pajak, maka partisipasi itu diwujudkan dengan mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Layanan ini didapatkan di kantor pelayanan pajak maupun dapat diakses di situs web registrasi daring milik Direktorat Jenderal Pajak.

Langkah berikutnya menurut sistem perpajakan saat ini, besarnya pajak yang terutang ditetapkan oleh wajib pajak sendiri. Sehingga kegiatan menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan pajak yang terutang dilakukan oleh wajib pajak. Dalam hal pajak penghasilan, wajib pajak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Bagi wajib pajak orang pribadi dengan status karyawan tetap, kegiatan menghitung, memperhitungkan, dan menyetor pajak dilakukan oleh pemotong pajak penghasilan, dalam hal ini perusahaan atau instansi tempat wajib pajak tersebut bekerja. Wajib pajak cukup menerima bukti potong dari pemotong pajak, kemudian meneliti kembali dan memasukkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Orang Pribadi.

SPT ini dapat dengan mudah disampaikan tanpa datang langsung ke kantor pelayanan pajak melalui koneksi internet menggunakan fasilitas e-Filing. Bagi wajib pajak orang pribadi dengan status pekerjaan bebas, maka perlu melakukan penghitungan, perhitungan dan penyetoran sendiri. Apabila mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban perpajakan, wajib pajak dapat mendatangi kantor pelayanan pajak atau melalui call center Kring Pajak 1500200. Kewajiban lapor SPT ini paling lambat tanggal 31 Maret, namun lebih awal tentu lebih nyaman.

Tak hanya pajak penghasilan, kita juga turut membayar pajak melalui pembelian barang atau jasa yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)  dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sesuai UU Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Serta beberapa jenis pajak dan bea lain sebagai sumber penerimaan negara berdasarkan UU.

Tak perlu harus menjadi tenaga medis dan kesehatan untuk membantu pemerintah memberantas gizi buruk dan stunting. Kita berkarya dan bekerja dengan baik di berbagai sektor dengan tertib memenuhi kewajiban perpajakan, maka kita telah berpartisipasi mewujudkan SDM Indonesia yang unggul dan berdaya saing. Setiap pajak yang kita bayarkan akan menjadi investasi panjang untuk pemimpin negara Indonesia di kemudian hari.

Selamat Hari Gizi Nasional 25 Januari 2020. Selamat berkontribusi untuk negeri

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.