Oleh: Hepi Cahyadi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Presiden Filipina Rodrigo Duterte, dengan tegas mengatakan kepada Kanada bahwa negerinya bukanlah "tempat sampah". Duterte pasang badan seraya mengeluarkan retorika pedas : “Wahai Kanada Ambil Sampahmu atau Saya Kembalikan Sendiri”. Menteri Lingkungan dan Perubahan Iklim Kanada, Catherina McKenna mengatakan bahwa dia telah menghubungi perusahaan swasta yang bernama Bollore Logistics Canada. Washington Post dan BBC Kamis 23 Mei 2019 melansir sang menteri gentar dengan gertakan sang presiden dan menuturkan bahwa Bollore bakal mempersiapkan proses pengiriman sampah dari Filipina kembali ke Kanada paling lambat akhir Juni nanti. Sikap tegas Duterte memang mendunia, bagaimana cara Presiden Filipina ini menghabisi para gembong narkoba dengan caranya sendiri (tembak di tempat, tanpa proses pengadilan). Sikap lugas dan kerasnya telah memantik polemik dalam negeri, namun tak sedikit yang bersimpatik kepadanya.

Indonesia merupakan salah satu negara favorit destinasi sampah dunia. VOA mewartakan bahwa Sampah dari Amerika, Indonesia menjadi negara tujuan ke-dua setelah India. Sampah dari Inggris, Indonesia tujuan ke-dua setelah Malaysia. Sampah dari  Australia, Indonesia menjadi negara tujuan nomor dua setelah Vietnam. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dalam satu konferensi pers di Jakarta, pada hari Selasa 25 Juni 2019 mengatakan bahwa pemerintah harus segera menghentikan impor sampah karena sejak tahun 2015 para peneliti mendapati bahwa Indonesia merupakan negara kedua pencemar laut dunia setelah China. Walhi menyatakan  ada 43 negara mengimpor sampahnya ke Jawa Timur, antara lain Amerika Serikat, Italia, Inggris, Korea Selatan, Australia, Singapura dan Kanada.

Penulis pernah bertugas di Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang memiliki wilayah Kawasan Berikat (salah satu objek vital nasional) terbesar di Jawa Timur. Sebagai Account Representative (AR), salah satu tugasnya adalah melakukan advisory visit (kunjungan untuk mengetahui proses bisnis wajib pajak). Fakta di lapangan menunjukkan bahwa impor sampah yang masuk di Jawa Timur memang masif. Pemandangan sampah yang menggunung di jalan-jalan desa dengan segenap pekerja penyortir lazim kita temukan di seputaran kota penyangga Surabaya. Di Kawasan Berikat tersebut banyak terdapat Perusahaan Modal Asing (PMA) yang bertindak sebagai pengimpor sampah dari Amerika. Sampah plastik dan barang berbahaya seperti gardu listrik bekas, komputer bekas, sampah alat kesehatan adalah contoh sampah B3 berbahaya yang mudah kita jumpai di kawasan tersebut.

“BaliFokus” sebuah organisasi non-pemerintah yang bekerja untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, kualitas hidup dan mengadvokasi lingkungan bebas racun, mengatakan bahwa Tahun 2018 ada 410 ribu ton sampah plastik masuk ke Indonesia. Meskipun secara resmi Pemerintah Indonesia hanya mengaku menerima sampah plastik sebesar 324 ribu ton (data resmi). Bali Fokus menjelaskan sejak akhir 2017, China menerapkan kebijakan baru untuk memperketat impor sampah plastik yang dikenal dengan sebagai kebijakan “Pedang Nasional.” Hal ini membuat perdagangan sampah, khususnya, sampah plastik, di seluruh dunia menjadi terguncang. Padahal selama 1988-2016, China menyerap sekitar 45,1 persen sampah plastik dunia. Jumlah sampah plastik yang diimpor ke Indonesia 2018 jumlahnya meningkat pesat dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Ini adalah efek dari Cina, malaysia, Filipina, Vietnam, tutup pintu juga (terhadap impor) sampah plastik.

Bagaimanakah regulasi Impor sampah berbahaya?

Payung hukumnya adalah Permendag 31/2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Peraturan itu memuat mekanisme hingga daftar limbah non B3 yang dapat diimpor. Namun demikian ditengarai banyak importir nakal yang memasukkan sampah berbahaya ke dalam daerah pabean. Sebagai negara berkembang, Indonesia kerap kali menjadi sasaran empuk tempat pembuangan sampah negara maju. Dampak sampah berbahaya telah memberi ancaman nyata di depan mata. Sampah berbahaya dalam jumlah yang tidak terkendali dapat mengakibatkan pencemaran air tanah. Saat ini para pemerhati lingkungan merasa resah dengan tercemarnya air Sungai Brantas Jawa Timur akibat dari aktifitas ekonomi sampah berbahaya. Barang sisa atau residu logam berat banyak yang dialirkan langsung ke sungai tersebut. Televisi lokal Jawa Timur pernah menayangkan bahwa hewan yang habitatnya di muara sungai seperti makanan khas Sidoarjo ‘Kupang’ ditengarai telah terkontaminasi mercuri logam berat.

Dalam naungan Kementerian Keuangan DJP dan DJBC saat ini sedang gencar melakukan Joint Analys, yakni semacam sinergi dan kerja sama bidang usaha yang bersinggungan dalam rangka memaksimalkan penerimaan negara. Sejak tahun 2018 berdasarkan Keputusan Bersama antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) nomor KEP-195/PJ/2018 dan KEP-181/BC/2018 tentang petunjuk pelaksanaan Joint Analysis antara DJP dan DJBC terhadap Wajib Pajak, meliputi objek ekspor, Impor, cukai dan penerima fasilitas pajak, kepabeanan dan cukai. DJP dan DJBC sebenarnya dapat berperan aktif dalam mencegah penyalahgunaan atau penyelundupan sampah berbahaya. Bea Cukai sebagai penjaga pintu masuk daerah pabean berkewajiban memastikan barang yang masuk sesuai dengan perundangan dan ketentuan yang berlaku. DJP sebagai otoritas perpajakan nasional juga dapat memainkan peran sebagai regulator fiskal untuk melindungi bisnis dalam negeri.

Fungsi DJP dan DJBC sebagai pengumpul pundi pundi negara ada dua, yakni Fungsi Budgetair dan Regulern. Dalam hal impor sampah berbahaya, fungsi regulern dapat diterapkan dalam rangka melindungi ekosistem di tanah air. Bea Cukai dapat menerapkan Bea Masuk tinggi atau pengenaan cukai terhadap sampah plastik dan sejenisnya. Sedangkan dari sisi DJP dapat memberlakukan PPh Impor pasal 22 dengan tarif tinggi dan lebih berpihak kepada lingkungan sehat. Dalam hal mengatur penjualan barang mewah Indonesia telah mengenal PPn BM (Pajak Penjualan barang Mewah), dalam kontek Sampah Berbahaya mungkin dapat diusulkan untuk membuat terminologi atau nomenklatur jenis pajak baru semisal Pajak Penjualan Barang Berbahaya (PPnBB). Pemerintah dapat mengenakan PPnBB dengan tarif setinggi tingginya untuk menghambat laju impor sampah plastik dan berbahaya lainya masuk ke dalam daerah pabean Indonesia.  

Kondisi Idealnya adalah menolak dengan keras semua jenis impor sampah berbahaya. Namun demikian kenyataan di lapangan tak semudah membalik telapak tangan. Sepanjang ada permintaan maka penawaran akan tetap dilakukan oleh pelaku ekspor negara maju. Hukum supplay & demand tak dapat dihindari dalam lalu lintas perdagangan dunia. Para pelaku bisnis di Indonesia tidak boleh terlena dalam menagguk untung sebesar besarnya dan melupakan kelestarian lingkungan hidup di kemudian hari. Meskipun belum se‘galak’ Presiden Filipina Duterte dalam menangani masalah sampah, namun Indonesia harus membaut  regulasi yang pro lingkungan hidup. Pajak, Cukai, dan Bea Masuk adalah salah satu alternatif instrument dalam melawan sampah berbahaya. Membiarkan sampah berbahaya menghiasi setiap sudut jalan desa bukanlah pilihan bijak. Mari bersama mewujudkan Indonesia sebagai negeri Gemah Ripah Loh Jinawi dalam arti yang sesungguhnya.