Pajak dan Pencegahan Tengkes

Oleh: Ika Hapsari, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan merilis prevalensi angka tengkes (stunting) balita di Indonesia pada tahun 2022 turun menjadi 21,6 persen dari 24,4 persen pada tahun sebelumnya. Angka ini merupakan persentase terendah dalam satu dekade terakhir. Sayangnya, permasalahan gizi buruk yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan balita sehingga menjadi kerdil ini kembali menjadi tajuk berita yang hangat dibahas sepekan terakhir. Sorotan ini ditengarai bermula dari video menu Pemberian Makanan Tambahan (PMT) guna pencegahan tengkes di salah satu daerah yang viral.
Banyak anggapan yang menduga bahwa anggaran pencegahan tengkes daerah tersebut tidak disalurkan dengan semestinya. Total anggaran sebesar Rp4,4 miliar disiapkan untuk 9.882 balita dengan pelaksanaan selama 28 hari, menggandeng 38 puskesmas sebagai unit penyalurnya.
Pada realisasinya, masyarakat penerima PMT mengaku makanan yang diterima tidak sepadan dengan anggaran yang dikucurkan, baik dari standar nilai gizi maupun aspek pemenuhan kalorinya. Kepala Dinas Kesehatan di daerah bersangkutan angkat bicara. Selaku pihak yang berwenang atas program tersebut, ia menjabarkan komponen anggaran yang akan disalurkan per kepala. Bujet sebesar Rp18 ribu per hari merupakan angka bruto atas harga makanan dan sejumlah unsur biaya lain seperti pengiriman (transportasi), kemasan, administrasi, dan pajak. Argumentasi tersebut rentan melahirkan mispersepsi publik. Utamanya faktor pemotongan dan/atau pemungutan pajak terkait pengadaan barang dan/atau jasa, dalam hal ini PTM.
Adalah sebuah sudut pandang yang keliru apabila pajak disangka sebagai lakon pengurang kualitas dan/atau kuantitas pengadaan barang dan/atau jasa oleh instansi pemerintah. Alih-alih pengurang anggaran, pajak justru memberikan nilai tambah dalam pembelanjaan anggaran. Oleh karena itu, mari dengan jernih kita pahami mekanisme pemotongan/pemungutan pajak terkait pengadaan PMT oleh instansi pemerintah,.
Pemotong/Pemungut Pajak
Dinas Kesehatan maupun dinas lainnya pada pemerintahan daerah Kabupaten/Kota maupun Provinsi dikategorikan sebagai wajib pajak instansi pemerintah. Mengacu Pasal 1 angka 18 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.03/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak bagi Instansi Pemerintah (selanjutnya disebut PMK-59), instansi pemerintah adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah desa yang melaksanakan kegiatan pemerintahan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Sehubungan dengan kewajiban perpajakan, instansi pemerintah berperan sebagai subjek yang wajib memotong dan/atau memungut pajak atas setiap pembayaran atau transaksi pengadaan barang dan/atau jasa (withholding tax). Pemotongan dapat didefinisikan sebagai kegiatan memotong sejumlah pajak yang terutang dari keseluruhan pembayaran yang dilakukan. Dengan makna lain, penghasilan si penerima penghasilan akan berkurang karena dilakukan pemotongan oleh pihak pembayar untuk disetokan ke kas negara. Secara sederhana, pihak pemotong adalah bendahara instansi pemerintah, sedangkan penerima penghasilan adalah pihak ketiga yakni rekanan penyedia (vendor) yang mengerjakan proyek atau menyerahkan barang dan/atau jasa.
Selain menyetor pajak yang dipotong, bendahara instansi pemerintah wajib menerbitkan bukti pemotongan untuk diserahkan kepada penerima penghasilan. Nantinya bukti pemotongan ini dapat dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak Badan atau Orang Pribadi rekanan sebagai kredit pajak. Di sisi lain, instansi pemerintah melaporkan rekapitulasi pemotongan pajaknya dalam SPT Masa Unifikasi Instansi Pemerintah.
Istilah pemotongan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cika) meliputi pengenaan atas PPh Pasal 21, PPh Pasal 23/26, PPh Final Pasal 4 ayat (2), dan PPh Pasal 15. Praktis, mekanisme ini memberikan kemudahan bagi penerima penghasilan karena tidak perlu melakukan pembayaran PPh-nya sendiri. Tentu, dengan tanpa mengesampingkan aspek keadilan, kepastian hukum, dan kemudahan bagi dua belah pihak.
Adapun pemungutan diartikan sebagai kegiatan memungut sejumlah pajak yang terutang atas transaksi sehingga menambah jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya diterima oleh penerima pembayaran. Terminologi pemungutan mencakup Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan PPh Pasal 22.
Skema Pemotongan Pajak
Pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Metode pengadaan dapat melalui e-purchasing, pengadaan langsung, penunjukan langsung, tender cepat, dan tender. Artinya, instansi pemerintah selalu melibatkan pihak ketiga dalam penyediaan barang dan/atau jasa. Pengadaan ini mengutamakan produk dalam negeri, bersertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI), produk usaha mikro dan kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri, serta ramah lingkungan hidup.
Proyek pencegahan tengkes melalui penyediaan makanan pendamping baik berupa makanan pokok maupun kudapan yang dimasak dari bahan segar pada umumnya dikerjakan oleh rekanan wajib pajak badan pelaku usaha jasa boga atau katering.
Jasa katering atau tata boga tergolong dalam jasa lain yang dipotong PPh Pasal 23 berdasarkan PMK Nomor 141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Adapun tarif PPh Pasal 23 ditetapkan sebesar dua persen dari jumlah bruto penyerahan. Setali tiga uang, pengenaan PPh Pasal 23 dikenakan atas jasa pengantaran/pengiriman, sewa kendaraan (transportasi), ataupun jasa perantara lain agar PTM sampai ke tangan penerima.
Berikut ilustrasi skema perhitungannya. Puskesmas A bekerja sama dengan katering B untuk penyediaan PTM dengan nilai pengadaan sebesar Rp10 juta. PPh Pasal 23 yang dipotong sebesar dua persen dikalikan Rp10 juta yaitu Rp200 ribu. Pihak katering akan menerima pembayaran sebesar Rp9,8 juta disertai bukti pemotongan PPh Pasal 23. Bendahara pemerintah melakukan penyetoran PPh Pasal 23 dan menerima Bukti Penerimaan Negara (BPN).
Bagaimana jika pihak ketiga merupakan wajib pajak orang pribadi? Imbalan atau fee atas penyediaan jasa di atas dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif progresif berdasarkan Pasal 17 UU PPh jo. UU Cika. Pengenaan tarif 20 persen lebih tinggi diberlakukan dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Kendati demikian, wajib pajak yang memiliki peredaran bruto (omzet) dari usaha tidak melebihi Rp4,8 miliar setahun yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (PP 23/2018 tersebut tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu) dapat memanfaatkan tarif lebih rendah yaitu 0,5 persen. Pengenaan PPh Pasal 4 ayat (2) ini bersifat final yang artinya tidak dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh Wajib Pajak.
Sejurus dengan itu, aspek keadilan berlaku bagi wajib pajak UMKM orang pribadi. Sesuai PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, atas bagian peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp500 juta dalam satu Tahun Pajak tidak dikenai PPh. Dapat disimpulkan bahwa, pemotongan PPh dikenakan atas objek pajak berupa penghasilan yang diterima oleh penyedia jasa. Jadi, PPh bukanlah beban anggaran bagi pemotong, melainkan terutang oleh penerima penghasilan.
Menilik PMK Nomor 70/PMK.03/2022 tentang Kriteria dan/atau Rincian Makanan dan Minuman, Jasa Kesenian dan Hiburan, Jasa Perhotelan, Jasa Penyediaan Tempat Parkir, serta Jasa Boga atau Katering, yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, jasa boga atau katering tidak dipungut PPN atau bukan jenis jasa yang dikenai PPN (non-objek PPN). Penyerahan daging, ikan, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran segar, dan beras berkaitan dengan pengolahan makanan PTM juga dibebaskan dari pemungutan PPN. Ketentuan ini diatur dalam PP Nomor 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean, yang mengategorikan komoditas tersebut sebagai barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Dikutip dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2023 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024, belanja negara direncanakan sebesar Rp3.304,1 triliun. Dana Transfer Ke Daerah (TKD) dialokasikan sebesar Rp857,6 triliun yang diantaranya meliputi Dana Bagi Hasil (DBH) hingga dana desa. Salah satu prioritas penyaluran TKD difokuskan untuk dukungan program penurunan tengkes dan ketahanan pangan.
Pajak menyumbangkan kontribusi sebesar Rp2.307,8 triliun dalam postur pendapatan negara 2024. Terbukti, pemotongan dan/atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh instansi pemerintah berperan signifikan dalam penghimpunan pendapatan negara. Lantas, patutkah pajak dikambinghitamkan sebagai momok dalam polemik realisasi anggaran program pencegahan tengkes? Justru, pengawasan publik menjadi kunci krusial dalam monitoring realisasi belanja APBN dan APBD yang akuntabel oleh penyelenggara negara.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 179 kali dilihat