Pahami Ketentuan tentang Konsultan Pajak Sebelum Menggunakan Jasanya

Oleh: Nurdin, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Awal tahun merupakan periode penting bagi wajib pajak (WP) karena mereka harus menyusun dan melaporkan surat pemberitahuan (SPT) Tahunan, baik WP orang pribadi maupun badan. Tidak jarang WP menggunakan jasa konsultan pajak dalam membuat SPT Tahunan dengan berbagai pertimbangan. Hanya saja WP perlu memahami bahwa pemanfaatan jasa konsultan telah diatur secara khusus dalam peraturan pajak karena memiliki dampak terhadap kepatuhan pajak dari WP yang diwakili. Beleid tentang konsultan pajak ini kadang luput dipahami baik oleh WP sendiri, maupun orang yang memberikan jasa konsultasi pajak. Tidak jarang timbul masalah akibat pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pajak oleh orang yang tidak kompeten.
Peran Konsultan Pajak
Konsultan pajak adalah salah satu faktor dalam ekosistem perpajakan di Indonesia yang memiliki peran penting karena merupakan perantara antara pemerintah dengan WP untuk membantu WP mematuhi ketentuan peraturan perpajakan. Konsultan pajak memberikan sosialisasi dan mengedukasi WP. Oleh karena itu, bisa juga dikatakan konsultan pajak berperan sebagai kepanjangan tangan dalam meningkatkan kepatuhan WP dan meningkatkan penerimaan negara. Di sisi lain, konsultan pajak dihadapkan pada posisi yang dilematis karena klien mereka yaitu WP mempersepsikan pajak sebagai beban yang harus ditekan dengan memanfaatkan peran konsultan melalui perencanaan pajak yang agresif. Dengan dinamika hubungan klien dan konsultan pajak yang memiliki transaksi ekonomi, terkadang ada oknum konsultan pajak yang malah melemahkan kepatuhan pajak WP dengan perencanaan pajak agresif di mana oknum konsultan pajak melakukan penyesuaian perhitungan pajak berdasarkan kemauan klien dan bukan kondisi transaksi ekonomi WP yang sebenarnya. Hal ini menuntut konsultan pajak untuk menyeimbangkan peran mereka sebagai agen kepatuhan pajak Pemerintah dan agen klien yang keduanya memiliki kepentingan berbeda. [1]
Hadi Sugianto dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kode etik konsultan pajak digunakan untuk menjaga independensi dan profesionalisme konsultan pajak sehingga mereka dapat memberikan praktik yang benar dan menjadi mitra pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan WP.[2] Salah satu kode etik konsultan pajak yang fundamental adalah pertimbangan moral dalam pemberian jasa dan bersikap hati-hati dengan mempertahankan pengetahuan dan keterampilannya. Hasil penelitian Mangoting et al. (2019) menunjukan bahwa salah satu responden konsultan pajak yang bertanya pada dirinya sendiri saat menerima penugasan klien yaitu apakah tindakan yang dilakukannya salah. Ini merupakan contoh dari penerapan pertimbangan moral oleh konsultan pajak saat mengambil keputusan atau memberikan masukan kepada klien. Kemudian sikap hati-hati diterjemahkan dengan mempertimbangkan risiko bahaya bagi usaha klien di masa datang apabila menerapkan perencanaan pajak yang agresif serta memberikan masukan yang komprehensif termasuk potensi risiko pajak termasuk sanksi ke depannya atas perencanaan yang akan diambil.
Dengan demikian, konsultan perlu menyadari pentingnya peran mereka dalam sistem perpajakan Indonesia sebagai agen kepatuhan WP meskipun terdapat tuntutan dari klien sebagai pihak yang membayar jasa mereka untuk mengurangi beban pajak klien. Untuk itu itu kode etik profesi konsultan pajak juga harus diterapkan secara konsisten dalam berbagai situasi, kompetensi perpajakan terus diperbarui dan kewajiban-kewajiban sebagai konsultan pajak seperti izin praktik dan surat kuasa dipenuhi saat memberikan layanan konsultasi.
Perspektif Wajib Pajak
Memahami peraturan pajak yang berlaku dan relevan untuk pelaksaan hak dan kewajiban pajak WP sangat menantang karena ketentuan perpajakan yang mengatur pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, atau pajak lainnya diatur dalam peraturan yang terpisah-pisah dalam undang-undang hingga Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Selain itu, peraturan pajak juga secara berkala diperbarui sehingga WP dituntut untuk catch-up dengan semua perubahan peraturan pajak apabila hendak melaksanakan kewajiban pajaknya sendiri.
Tidak semua WP familiar dengan konstruksi peraturan atau prosedur pajak sehingga akhirnya WP memilih fokus pada pekerjaan yang menjadi kompetensi mereka dan mengalihkan pengurusan pajaknya pada konsultan pajak. Hal-hal tersebut menjadi latar belakang bagi WP untuk mengelola risiko pajaknya dengan menekan kekeliruan penerapan aturan pajak melalui penggunaan jasa konsultan.
WP perlu memahami bahwa tanggung jawab atas pelaksaan hak dan pemenuhan kewajiban pajak yang dikuasakan kepada konsultan pajak tetap berada pada WP tersebut sehingga apabila terdapat kekeliruan penerapan, kekurangan pembayaran pajak atau sanksi, tanggung jawabnya tetap melekat pada WP pemberi kuasa. Hal ini sangat masuk akal mengingat WP menjalankan kapabilitas dan otoritasnya dalam membuat keputusan terkait risiko pajak termasuk dengan memilih konsultan pajak dan menentukan ruang lingkup hak dan kewajiban pajak yang akan dikuasakan.
Oleh karena itu, pemerintah mengatur secara khusus mengenai konsultan pajak dan mekanisme penunjukan seorang konsultan pajak menjadi kuasa dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang akan dijalankan oleh kuasa tersebut dengan surat kuasa khusus. Untuk dapat menjadi konsultan pajak diatur mengenai syarat kompetensi, izin praktik dan keanggotaan dalam asosiasi profesi konsultan pajak sehingga masyarakat terlindungi dari malpraktik pemberian konsultasi pajak dan konsultan pajak memiliki kredibilitas yang tinggi. Kemudian, pada saat WP akan mendelegasikan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pajaknya kepada konsultan pajak, WP tersebut perlu membuat surat kuasa khusus yang menyebutkan keperluan perpajakan yang dikuasakan dan kelengkapannya yang diserahkan kepada pegawai pajak yang berwenang menangani pelaksanaan keperluan tersebut.
Dengan demikian, WP perlu memastikan bahwa orang tersebut memiliki izin praktik konsultan pajak yang masih berlaku dan melengkapi syarat formal berupa surat kuasa khusus dan kelengkapannya sebelum orang yang dikuasakan tersebut menemui pegawai pajak. Pemerintah menyediakan daftar konsultan pajak terdaftar yang dapat dimanfaatkan WP untuk mengecek izin praktik orang yang akan ditunjuk melalui sistem informasi konsultan pajak (sikop.kemenkeu.go.id) atau daftar konsultan pajak terdaftar yang diumumkan secara berkala. Hal ini penting dilakukan oleh WP mengingat terdapat kemungkinan izin konsultan pajak yang sudah kadaluarsa karena tidak melakukan perpanjangan masa berlaku izin atau dicabut izinnya.
Berbeda dari profesi lain yang memiliki karakteristik sama dengan konsultan pajak seperti akuntan publik, advokat, atau dokter yang diatur dalam undang-undang tersendiri, profesi konsultan pajak baru diatur dalam peraturan setingkat Peraturan Menteri Keuangan sehingga belum ada sanksi pidana yang mengatur penyalahgunaan profesi ini. Dalam undang-undang yang mengatur tentang praktik kedokteran, akuntan publik dan advokat, seseorang yang memberikan jasa profesi tanpa adanya izin praktik atau bertindak-tindak seolah-olah memiliki profesi tersebut dapat dipidana penjara dan denda. Akan tetapi, saat ini belum ada sanksi bagi oknum yang bukan konsultan pajak atau memiliki izin konsultan pajak tetapi memberikan jasa konsultasi pajak kepada WP dan mewakili WP sehingga dapat merugikan masyarakat.
Apakah diperlukan ketentuan setingkat undang-undang yang mengatur antara lain konsekuensi sanksi pidana bagi oknum yang menyalahgunakan profesi konsultan pajak, tentunya sangat penting untuk didiskusikan.
Perspektif Otoritas Pajak
Pada prinsipnya hak dan kewajiban pajak dapat dilakukan oleh WP itu sendiri atau wakil dari WP seperti pengurus perusahaan pada WP berbentuk badan. Selain itu, WP baik orang pribadi maupun badan dapat menunjuk kuasa baik konsultan pajak maupun karyawannya untuk mengurus hak dan kewajiban pajak selain hak dan kewajiban yang tidak dapat dikuasakan kepada pihak lain.
Pegawai pajak yang menangani pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pajak perlu memastikan ketentuan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pajak tersebut terpenuhi. Sebagai contoh, Account Representative yang sedang mengimbau WP orang pribadi kemudian ditemui oleh seseorang yang akan melakukan konseling terkait imbauan perlu memastikan apakah orang tersebut adalah WP yang bersangkutan misalnya dengan mengecek kartu identitasnya. Apabila yang datang adalah kuasa atau konsultan pajak, maka perlu dipastikan terdapat surat kuasa khusus dan memenuhi syarat mengenai kuasa wajib pajak. Tentu saja pegawai pajak dapat menolak orang yang ditemui apabila bukan WP yang bersangkutan atau kuasa yang memenuhi syarat misalnya tidak membawa surat kuasa khusus atau izin praktik konsultannya sudah tidak berlaku.
Dengan demikian, hal pertama yang harus dipastikan oleh pegawai pajak yang menangani suatu prosedur pajak adalah memastikan identitas dari orang yang datang dengan maksud mengurus keperluan pajak WP. Selain itu, pegawai pajak juga tidak dapat semata-mata melayani konsultan pajak yang datang karena yakin bahwa orang tersebut merupakan konsultan pajak tanpa mengecek adanya surat kuasa khusus dari WP. Ini merupakan hal yang penting karena Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Ciptaker) telah mengatur kewajiban fiskus untuk menjaga kerahasiaan data WP yang diketahui atau diberitahukan kepadanya dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan UU.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini memiliki konsekuensi pidana bagi pegawai pajak dengan ancaman pidana kurungan dan denda. Apabila pegawai pajak lalai memastikan bahwa orang yang ditemui adalah WP yang bersangkutan atau kuasa yang memenuhi ketentuan maka berisiko bocornya informasi mengenai wajib pajak kepada pihak yang tidak berwenang apabila dilakukan pembahasan mengenai WP dengan orang tersebut.
[1] Mangoting, Yenni, Retnaningtyas Widuri, and Tonny Stephanus Eoh. "The Dualism of Tax Consultants Roles in the Taxation System." Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 21, No. 1, May 2019, 30-37 21.1 (2019): 30-37.
[2] Sugianto, Hadi. "Peran Konsultan Pajak Sebagai Partner Direktorat Jenderal Pajak Dalam Sistem Pemungutan Pajak Di Indonesia." Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya 1.1 (2017): 1-21.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 216 kali dilihat