Ompreng MBG dan Pesan Kesadaran Pajak

Oleh: Gede Suarnaya, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Kesadaran pajak sangat berkaitan erat dengan rasio pajak suatu negara. Semakin tinggi kesadaran pajak masyarakat, semakin besar pula rasio pajak yang tercatat. Masyarakat yang sadar akan kewajiban pajaknya cenderung membayar tepat waktu dan sesuai aturan, yang pada akhirnya meningkatkan penerimaan pajak negara dan mengatrol rasio pajak. Sebaliknya, kurangnya kesadaran pajak bisa memicu penghindaran pajak (tax evasion), yang berisiko mengurangi penerimaan pajak dan menurunkan rasio pajak.
Rasio pajak juga mencerminkan kapasitas fiskal suatu negara. Rasio pajak yang lebih tinggi menunjukkan kemampuan negara untuk menyediakan barang dan layanan publik tanpa bergantung pada utang. Pemerintah menargetkan penerimaan negara sebesar Rp 2.189,3 triliun pada tahun 2025. Untuk mencapainya, diperlukan upaya ekstra, mengingat rasio pajak Indonesia pada 2023 masih berada di angka 10,21 persen, jauh di bawah standar Bank Dunia yang sebesar 15 persen. Jika target penerimaan pajak ini tidak tercapai, dampaknya bisa mengganggu pelaksanaan program-program pemerintah, termasuk program unggulan Presiden Prabowo Subianto.
Salah satu program prioritas Presiden Prabowo adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa fokus utama Prabowo adalah meningkatkan anggaran MBG, yang telah dialokasikan sebesar Rp 71 triliun dalam APBN 2025. Program ini tidak hanya untuk anak sekolah saja, tetapi juga menyasar anak balita, ibu hamil dan ibu menyusui. Presiden juga meminta agar anggaran MBG ditingkatkan untuk memperluas jumlah penerima manfaat dari 17 juta orang menjadi 82,9 juta orang pada 2025 (Kompas, 31 Januari 2025).
Bagi Indonesia, program MBG terbilang baru, Harian Kompas mencatat, hasil Global Survey of School Meal Programs yang diselenggarakan Global Child Nutrition Foundation (GCNF) selama Juli 2021 hingga Maret 2022, ada 118 negara yang sudah menerapkan makan gratis di sekolah. Total ada 330,3 juta anak sudah menerima manfaat dari program ini.
Dari 10 negara Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara ke-8 pelaksana program MBG. Negara tetangga kita Malaysia sudah memulainya sejak tahun 1971. Bahkan, Thailand sudah mengawali program MBG ini sejak tahun 1952, Filipina tahun 1997, Kamboja tahun 1999, Laos sejak tahun 2022, Timor Leste tahun 2005, dan Brunei Darusaalam sejak tahun 2018.
Walaupun sedikit ketinggalan, di tengah kondisi fiskal, program MBG hendaknya mampu mengembalikan pajak ke fungsi pajak dalam perspektif keadilan ekonomi dan hak asasi manusia. The Prakarsa (2014) dalam laporannya bertajuk "Mengapa Harus Berurusan dengan Pajak?" mengungkapkan bahwa pajak sangat penting karena empat alasan. Pertama, fungsi revenue (penerimaan) yaitu uang pajak digunakan untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan warga. Kedua, fungsi redistribusi yaitu untuk menanggulangi kemiskinan dan ketidakmerataan. Ketiga, representasi, membangun akuntabilitas pemerintah terhadap warga dan menuntut peluang warga untuk terlibat kebijakan. Keempat, repricing (menilai kembali), yaitu membatasi barang-barang publik yang buruk dan memperbanyak barang-barang publik yang baik.
Media Perekat Kontrak Fiskal
Sebagai fungsi representasi, MBG diharapkan menjadi media perekat kontrak sosial fiskal. Setelah dukungan politik dari rakyat diterima dalam bentuk legitimasi politik melalui pilpres dan dukungan ekonomi melalui pembayaran pajak, kini negara harus merealisasikan kehendak umum rakyat yang telah menjadi hak dasar mereka. Negara juga perlu menunaikan kewajiban-kewajiban yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan (Irianto, 2009). Menyediakan makanan bergizi bagi masyarakat merupakan salah satu bentuk nyata kewajiban negara dan sesuai cita-cita bangsa dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan bagian dari pemenuhan hak asasi manusia.
Dengan melihat kondisi masih rendahnya kesadaran pajak, masyarakat sering kali menjadi apatis dan apriori ketika mendengar atau berurusan dengan pajak. Mereka menganggap manfaatnya tidak menyentuh kebutuhan masyarakat umum. Kondisi ini pernah disampaikan oleh Soemitro (1998), yang menyatakan bahwa rakyat merasa benci kepada pemerintah karena pajak dirasakan sebagai beban yang memberatkan hidupnya tanpa mendapatkan imbalan.
Untuk mendorong kesadaran pajak, program MBG ini juga harus diintegrasikan dengan program inklusi kesadaran pajak. Dengan program MBG ini, anak-anak akan mendapatkan pengalaman secara langsung mengenai manfaat pajak bagi mereka. Pengalaman ini sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran pajak sejak dini. Hal ini menjadi sangat strategis, karena merekalah yang nanti akan menjadi pembayar pajak dimasa depan (future taxpayer). Maka, untuk lebih menguatkan pesan penting kesadaran pajak, di setiap ompreng MBG diberikan tulisan, “Program ini Dibiayai dari Pajak yang Anda Bayar”.
Dengan terintegasinya program MBG dengan program inklusi kesadaran pajak diharapkan dalam jangka pendek dapat meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam menentukan kebijakan pajak akan menempatkan masyarakat pada posisi yang kuat untuk mendorong pemerintah menggunakan uang pajak untuk pelayanan publik yang lebih baik. Sehingga, pajak benar-benar menjadi media perekat kontrak fiskal negara dengan rakyat.
Mengubah Mindset Pajak
MBG merupakan salah satu cara mendekatkan anak-anak dengan pajak. Kehadiran MBG adalah usaha untuk memberikan sosialisasi pentingnya pajak bagi negara dan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan usaha yang keras dan mencoba berbagai cara atau inisiatif dalam meningkatkan kesadaran pajak masyarakat. MBG berpeluang besar tidak hanya berfokus pada pemenuhan gizi anak-anak dan balita, serta ibu hamil, tetapi juga diharapkan mampu berkontribusi besar pada perubahan cara pandang anak-anak terhadap pajak menjadi lebih baik dan positif.
Program prioritas pemerintah yang menyedot anggaran besar diharapkan mampu memberikan dampak pada peningkatan kesadaran pajak. Oleh karena itu, dengan pendekatan non persuasi dari lembaga/kementerian yang bertugas dalam pelaksanaan MBG atau program prioritas lainnya diharapkan mampu menyuarakan pesan kesadaran pajak bagi masyarakat. Kesadaran pajak para pengguna anggaran sangat diperlukan bahwa program-program pemerintah bisa berjalan atau tidak sangat tergantung dari pajak.
Mewujudkan kesadaran pajak bukanlah tugas yang ringan. Ini adalah tugas bersama yang membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan. Kedepan, tidak hanya program MBG, kolaborasi antara kementerian dan lembaga dalam melaksanakan program prioritas pemerintah perlu disinergikan dengan program inklusi kesadaran pajak. Tata kelola dan proses bisnis, program MBG perlu disempurnakan agar mencegah terjadinya paraktik-praktik korupsi. Pengawasan masyarakat sangat diperlukan. Karena praktik korupsi merupakan perusak utama sendi-sendi kesadaran pajak bangsa.
MBG diharapkan mampu menjadi momentum awal dalam menciptakan tradisi baru. Tradisi bagaimana menggunakan uang pajak yang prorakyat. Pajak untuk membiayai pengeluaran negara yang langsung menyentuh kepentingan rakyat. Menyitir apa yang disampaikan peraih Nobel Ekonomi Thomas Sargent, bahwa ketika pemerintah belanja, yang pada akhirnya membayar adalah rakyat. Pesan Sargent menyiratkan bahwa kita perlu menyadari bahwa tanpa pajak mustahil program-program yang telah dijanjikan dapat berjalan dengan baik.
Oleh karena itu kewajiban negara adalah menempatkan pajak sebagai pendorong terciptanya kesejahteraan umum warga negara karena misi utama pajak adalah membangun basis kesejahteraan rakyat, pemerataan ekonomi, dan keseimbangan sosial (Musgrave dan Musgrave,1993). Di sisi lain, kesadaran masyarakat mulai tumbuh dengan menjalankan kewajiban pajak secara sukarela. Pajak sebagai bagian kewajiban warga negara. Tugas pemerintah sekarang perlu meyakinkan masyarakat bahwa pajak yang mereka bayarkan digunakan untuk keperluan yang dekat dengan masyarakat. Dengan modal kepercayaan publik yang tinggi, Presiden Prabowo memiliki kesempatan yang besar untuk mengembalikan fungsi pajak dalam perspektif keadilan ekonomi dan hak asasi manusia. MBG hanyalah awal, dengan modal kepatuhan pajak sukarela, maka tidak ada yang mustahil program kesehatan gratis dan pendidikan gratis bisa terwujud.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 64 kali dilihat