Oleh: Muhammad Rifqi Saifudin, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) makin dekat dengan penandatanganan perjanjian kerja sama Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) mengenai pemanfaatan NIK, data kependudukan, dan kartu tanda penduduk (KTP) elektronik dalam pelayanan DJP.

Ini merupakan lanjutan dari ketentuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Peraturan Presiden (Perpres) 83 Tahun 2021 yang mewajibkan pencantuman NIK dan/atau NPWP dalam layanan publik serta kegiatan pemadanan dan pemutakhiran data kependudukan serta basis data perpajakan. Dalam UU HPP, ini diatur dalam Pasal 2 ayat (1a) yang berbunyi, “Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia menggunakan nomor induk kependudukan.”

Artinya tiap orang yang punya KTP dikenakan pajak, dong? Tentu tidak. NPWP diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya (Pasal 1 ayat (6) UU No. 28 Tahun 2007).

Jadi, Siapa yang Dikenai Pajak?

Berdasarkan definisi di atas, NPWP hanya sekadar identitas untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Ketika digantikan NIK, masyarakat tidak perlu membuat NPWP ketika berurusan dengan administrasi perpajakan. Tidak semua administrasi perpajakan berujung pada membayar pajak. Untuk tahu kapan dikenakan pajak, mari mulai membahas objek pajak alias apa sih yang dipajakin.

Objek Pajak

Kita hanya membahas wajib pajak orang pribadi di sini, berarti subjek pajak alias pihak yang dikenakan pajak sudah pastiorang pribadi. Objek pajak - sesuatu yang dikenakan pajak - menurut Pasal 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Apakah ini berarti apapun penghasilan ada pajaknya dong? Tidak, negara tidak memungut pajak sembarangan.

Karyawan vs Usahawan

Secara umum, pekerjaan bisa dibagi menjadi karyawan dan usahawan. Karyawan dapat didefinisikan sebagai pekerja yang mendapatkan gaji dari pemberi kerja dan usahawan merupakan wirausaha yang mempunyai usaha sendiri.

Bagi karyawan, ada PTKP atau Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam komponen menghitung pajaknya. PTKP per tahun diberikan paling sedikit:

  • Rp54 juta untuk diri wajib pajak orang pribadi;
  • Rp4,5 juta tambahan untuk wajib pajak yang kawin;
  • Rp54 juta tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami;
  • Rp4,5 juta tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga. (Pasal 7 ayat (1) UU PPh).

Misalnya seorang karyawan jomlo, maka PTKP per tahun adalah Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan. Ini artinya penghasilan baru dipotong pajak oleh perusahaan apabila di atas Rp4,5 juta.

Kewajiban wajib pajak orang pribadi adalah pelaporan Surat Pemberitahun (SPT) Tahunan Orang Pribadi, salah satu data yang dipakai untuk mengisi SPT tersebut adalah Bukti Potong 1721-A1/1721-A2. Bagi karyawan dan ingin mengetahui berapa pajak yang dipotong selama satu tahun pajak, bisa dilihat di bukti potong tersebut.

Bagi usahawan, ada perhitungan yang berbeda. Ada istilah peredaran bruto atau omzet per bulan. Bagi wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam setahun dan memilih menggunakan tarif PPh Final 0,5% berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tidak dikenai PPh atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam satu tahun pajak (Pasal 7 Ayat (2a) UU PPh). 

Wajib dan Sesuai Ketentuan

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Definisi pajak menurut UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) ini mengandung kata memaksa, tetapi diiringi dengan berdasarkan undang-undang. Apa artinya? Pemerintah tidak akan memungut pajak, kecuali ada landasan atau aturannya.

Kita wajib bayar pajak. Apalagi ketika NIK sudah menggantikan NPWP. Tidak ada lagi alasan untuk tidak mematuhi aturan perpajakan karena setiap yang punya KTP adalah wajib pajak. Namun, bukan berarti negara semena-mena menagih pajak. Ada aturan yang mengatur apa saja yang dikenai pajak dan besarannya. 

NIK yang menggantikan NPWP merupakan langkah pemerintah memudahkan administrasi perpajakan sehingga masyarakat tidak perlu membuat NPWP. Masyarakat juga tidak kebingungan dengan banyaknya kartu di dompet. Petugas pajak pun lebih fokus dalam edukasi terkait kewajiban perpajakan yang harus diketahui masyarakat ketimbang menjelaskan apa itu NPWP.

Toh, pajak juga digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.