Gedung Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak

Oleh Wiyoso Hadi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Berbagai langkah-langkah reformasi birokrasi terus dijalankan dan disempurnakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Salah satunya adalah dalam hal reformasi sistem administrasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Secara garis besar sistem administrasi PPN didukung oleh: (1) Sistem Pelayanan oleh Seksi Pelayanan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat; (2) Sistem Pengawasan oleh Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) dan Account Representative (AR); (3) Sistem Pemeriksaan oleh para pejabat fungsional pemeriksa; (4) Sistem Penyidikan oleh Penyidik; dan (5) Peraturan dan Sistem IT yang handal. Ruang lingkup administrasinya meliputi: (1) Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP); (2) Penerbitan Faktur Pajak; dan (3) Pengkreditan Faktur Pajak.

Jika kita menilik dua tahun ke belakang, maka dalam rangka membenahi sistem administrasi PPN, DJP selama tahun 2011 antara lain telah melakukan: (1) evaluasi E-SPT dan (2) penerbitan peraturan e-SPT yang diatur dalam SE-94/PJ/2011 tentang Kewajiban Penyampaian SPT Masa dalam bentuk elektronik (e-SPT PPN). Kemudian pada tahun 2012, DJP telah menjalankan: (1) Kebijakan pengukuhan PKP yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 73/PMK.03/2012; (2) Sosialiasi E-SPT sehingga terjadi peningkatan penggunaan E-SPT oleh Wajib Pajak (WP); (3) Registrasi ulang PKP yang diatur dalam Per-05/PJ/2012 jo Per-20/PJ/2012; (4) membentuk Tim Kajian Komprehensif untuk mengevaluasi dan terus menyempurnakan pembenahan sistem administrasi PPN; dan (5) penerbitan PER-24/PJ/2012 tanggal 22 Nopember 2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.

Latar belakang diterbitkan PER-24/PJ/2012 adalah: (1) agar penomoran Faktur Pajak tidak lagi dilakukan sendiri oleh PKP, tetapi dikendalikan oleh DJP melalui pemberian nomor seri Faktur Pajak, dimana bentuk dan tata caranya ditentukan oleh DJP; dan (2) Mengembalikan pengaturan Faktur Pajak sesuai dengan UU KUP dan UU PPN. Sehingga mempunyai basis legal yang kuat dan lebih memberikan kepastian hukum baik bagi PKP maupun bagi DJP.

Dalam PER-24/PJ/2012 diatur penyempurnaan pembuatan dan pengisian kelengkapan Faktur Pajak, seperti: (1) Alamat Penjual dan Pembeli sesuai dengan alamat yang sebenarnya; (2) Menggambarkan keadaan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) yang sebenarnya; (3) Nomor Seri Faktur Pajak yang menerbitkan adalah DJP sendiri, PKP harus meminta Nomor Seri Faktur Pajak kepada DJP; dan (4) Fotokopi identitas yang sah seperti KTP, SIM atau Passport harus dilampirkan pada saat pemberitahuan pejabat penandatangan Faktur Pajak.

Nomor seri Faktur Pajak hanya dapat diberikan kepada PKP yang telah: (1) Dilakukan registrasi ulang PKP sesuai dengan Per-05 dan perubahannya atau telah dilakukan verifikasi dalam rangka pengukuhan PKP; (2) Melakukan update alamat sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, apabila terjadi perubahan alamat; (3) Mengajukan surat permohonan kode aktivasi dan password; (4) Menerima surat pemberitahuan kode aktivasi dari KPP; (5) Menerima pemberitahuan password melalui e-mail; (6) Mengajukan surat permintaan nomor seri faktur pajak; (7) Memasukkan kode aktivasi dan password dengan benar pada saat mengajukan permintaan nomor seri faktur pajak; dan (8) Menyampaikan SPT masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir berturut-turut yang telah jatuh tempo pada tanggal surat permohonan nomor seri faktur pajak disampaikan ke KPP.

Mengingat penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak Baru mulai berlaku 1 April 2013, maka para pelaku usaha diharapkan sudah meminta kode aktivasi, password, dan nomor seri Faktur Pajak kepada KPP masing-masing, dimana terdaftar sebagai PKP, mulai tanggal 1 Maret 2013. Mari sukseskan reformasi administrasi PPN. Tertib pajak, maju Bangsa!

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.