Musabab PBB-P2 Dialihkan jadi Pajak Daerah

Oleh Revanza Almaas, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pungutan wajib atas kepemilikan tanah dan bangunan karena adanya keuntungan maupun kedudukan sosial ekonomi atas perorangan atau badan yang memiliki hak padanya ataupun mendapatkan manfaat dari tanah dan bangunan tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (UU PDRD) sebagaimana beberapa diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), sejak 1 Januari 2010, PBB yang tadinya dikelola oleh pemerintah pusat dialihkan menjadi pajak daerah, untuk sektor perdesaan dan perkotaan (PBB-P2). Sementara itu, PBB sektor lainnya (perkebunan, perhutanan, dan pertambangan) masih dikelola oleh pemerintah pusat. Kendati disebut pajak pusat, penerimaan pajak tersebut kebanyakan diberikan kembali kepada daerah (kabupaten/kota). Proses pengalihan dilakukan sampai 1 Januari 2014. Melewati tanggal tersebut, seluruh kegiatan pendataan, penilaian, penetapan, administrasi, pemungutan, penagihan, dan pelayanan PBB-P2 diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Tujuan Pengalihan
Pajak Bumi dan Bangunan P2 bergabung ke daftar pungutan-pungutan yang dikelola oleh pemerintah daerah, seperti pajak reklame, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, pajak sarang burung walet, pajak air tanah, dan lain-lain. Indonesia bukan satu-satunya yang menjadikan PBB pajak daerah. Di banyak negara, salah satunya Amerika Serikat, pajak bumi dan bangunan (atau yang mereka sebut property tax) juga telah dipungut oleh pemerintah daerah selama berabad-abad. Sementara itu, di Indonesia sendiri, terdapat beberapa alasan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengalihkan pengelolaan PBB-P2 ke pemerintah daerah.
- Akuntabilitas daerah
Dengan berpindahnya kewenangan pemajakan ke pemerintah daerah, warga di daerah tersebut lebih aware terhadap alokasi penerimaan pajak di daerah mereka. Terdapat hubungan erat antara pembayar pajak dan yang menikmati manfaat pajak tersebut. Warga daerah menyaksikan penggunaan anggaran daerah di kabupaten/kota mereka. Ketika warga tahu pajak yang dibayarnya masuk ke penerimaan daerah, mata dan telinga warga setempat akan tertuju pada perkembangan di daerah tempat tinggalnya. Pemerintah daerah menjadi tertuntut untuk memiliki akuntabilitas tinggi mengenai bagaimana penerimaan dari pajak daerah tersebut dialokasikan. - Fleksibilitas/Diskresi dalam Penetapan Tarif
Setelah PBB-P2 dialihkan ke pemerintah daerah, pemerintah daerah jadi lebih fleksibel dalam mematok tarif pajak bumi dan bangunan. Tarif tersebut pastinya disesuaikan dengan keadaan di daerah tersebut dan dengan karakteristik masyarakat setempat. Penerimaan pajak dari PBB oleh pemerintah daerah ini pun menjadi lebih responsif daripada pemerintah pusat dalam menangani kebutuhan daerah karena pemerintah daerah lebih mengerti apa yang menjadi masalah prioritas di wilayah tersebut. - Sumber penerimaan daerah
Pengalihan pengelolaan PBB-P2 otomatis memperluas objek pajak daerah. Meluasnya objek pajak akan berimbas pada kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah kabupaten atau kota. Pemerintah daerah pun kini mempunyai kendali yang lebih besar atas sumber daya keuangan yang mereka miliki sendiri. Tentu harapannya ini akan semakin mempermudah penyelenggaraan fasilitas pendidikan, kesehatan, keamanan, pemeliharaan infrastruktur, dan pelayanan esensial lainnya. - Otonomi daerah
Pengalihan PBB-P2 ke pemerintah daerah juga dimaksudkan untuk memperbesar otonomi daerah. Maksudnya, dengan diterimanya tanggung jawab pengelolaan PBB-P2, pemerintah daerah seperti diberikan otonomi finansial sampai derajat tertentu. Otonomi sejalan dengan prinsip pemerintahan yang demokratis sesuai amanat UUD 1945. Ini membuat pemerintah daerah tidak terlalu dependen dengan pendanaan dari pusat. Dana akan tersalurkan sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing; menaikkan pertumbuhan ekonomi dengan strategi yang tersesuaikan dengan dinamika di daerah.
Tantangan
Pengalihan PBB-P2 ke pemerintah daerah memiliki tujuan tertentu yang dapat membawa dampak positif pada perekonomian dan pemerintahan daerah. Keputusan ini telah memberikan dampak positif, antara lain peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pajak, peningkatan penerimaan, dan peningkatan pembangunan daerah. Seiring dengan manfaatnya, keputusan ini pun mengundang tantangan, utamanya di awal-awal masa transisi. Tantangan tersebut utamanya adalah kendala administratif pemerintah daerah dan kurangnya selisik terhadap wilayah. Pemerintah daerah perlu melakukan kajian mendalam tentang potensi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah di wilayahnya masing-masing.
Di samping itu, pemerintah pusat tidak hanya melimpahkan kewenangan untuk memungut PBB-P2 saja, tetapi juga ikut mewariskan piutang PBB-P2 kepada pemerintah daerah. Perbedaan kondisi antardaerah berpengaruh pula terhadap pengadopsian kebijakan pendaerahan PBB-P2. Dengan potensi penerimaan yang cukup besar bagi pertumbuhan perekonomian daerah, kebijakan pendaerahan PBB-P2 ini harus dimutakhirkan secara berkala berdasarkan evaluasi dari implementasi kebijakan di daerah. Evaluasi atas kebijakan juga diperlukan sehingga dapat merangkul tidak hanya daerah yang dapat menjalankan pemungutan PBB-P2 secara mandiri, tetapi juga yang masih mengalami kendala hingga yang belum dapat mengaplikasikan kebijakan PBB-P2 di daerah tersebut.
Untuk memastikan keberhasilan PBB-P2 sebagai pajak daerah, pemerintah daerah perlu meningkatkan kemampuan administratifnya secara cekatan dalam mengelola hal yang baru. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa PBB dapat dipungut secara efektif dan efisien. Manajemen dalam proses pendataan (yang meliputi pendaftaran, pemutakhiran, dan pemetaan), penilaian, penagihan, dan pembayaran pajak harus dipastikan agar sesuai dengan undang-undang dan peraturan di bawahnya.
Secara keseluruhan, pengalihan PBB-P2 ke pemerintah daerah di Indonesia merupakan langkah strategis untuk memperkuat kemandirian finansial dan otonomi daerah, seraya meningkatkan partisipasi warga dalam proses pembangunan daerah.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 727 kali dilihat