Oleh: Arief Hidayat, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Siapa yang tidak kenal dengan Bapak2ID. Akun Instagram yang telah diikuti oleh 1,3 Juta pengguna ini menyuguhkan konten yang ringan dan erat dengan keseharian para warga, khususnya bapak-bapak.

Lebih dari empat ribu postingan telah dibuat oleh akun Instagram dengan moto “Belum tua, tapi muda juga udah nggak” ini sering kali dibumbui dengan humor dan membuatnya semakin dekat dengan pengikutnya. Termasuk saya.

Berawal dari ketertarikan sang pendiri terhadap investasi dan ingin membagikan manfaat ke orang lain, Bapak2ID justru berkembang menjadi sebuah komunitas yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan bapak-bapak. Bapak2ID memiliki niat dan fokus untuk membagikan konten yang positif serta bermanfaat bagi komunitasnya, para warga.

Bapak2ID juga sering melakukan kolaborasi bersama warga. Hal ini bisa dilihat di Live Instagram Bapak2ID. Pak James, Pak Munawir, Pak Agus, Pak Nuang, dan Tuan Yayat adalah sosok dibalik Bapak2ID dan beberapa kali juga muncul dalam kontennya. Kelimanya merupakan pengurus sekaligus pendiri Bapak2ID saat ini.

Ada satu momen yang ingin saya ceritakan. Pada Senin, 20 Maret 2023, Bapak2ID berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kolaborasi ini dilakukan melalui siaran langsung (Live) pada pukul 20.00 WIB di akun Instagram Bapak2ID dan KPP Jakarta Mampang Prapatan. Berawal dari niatan yang baik dari Bapak2ID dan DJP, kolaborasi ditujukan untuk menjawab keresahan warga mengenai pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), sekaligus imbas dari isu dan berita yang viral beberapa waktu lalu yang dikhawatirkan memengaruhi pandangan warga terhadap perpajakan.

Selama kurang lebih 49 menit, BapakID yang diwakili oleh Pak James dan DJP yang diwakili oleh dua orang pegawai KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan berbincang dan mencoba menjawab pertanyaan mengenai SPT Tahunan. Pak James, mewakili warga yang resah telah menyiapkan beberapa pertanyaan, termasuk pertanyaan di kolom komentar pada saat siaran langsung. Berikut ini beberapa rangkuman tanya jawab, yang menurut saya sangat menarik untuk dituangkan dalam tulisan ini.

T : “Siapa saja yang wajib lapor SPT?”

J : “Sesuai Undang-Undang, setiap wajib pajak wajib lapor SPT. Tandanya, sudah punya NPWP, maka wajib lapor SPT.”

T : “Kalo tukang siomai itu, juga wajib lapor SPT?”

J : “Iya, tukang siomai itu kan sudah punya penghasilan. Jadi sudah ada kewajibannya.”

T : “Bagaimana jika tidak punya NPWP?”

J : “Sistem perpajakan kita itu Self Assessment, dimulai dari daftar NPWP, hitung dan setor pajak, hingga lapor SPT itu dilakukan oleh para warga sendiri. Justru kita (DJP) terus menerus mengajak para warga untuk memahami Self Assessment-nya itu, kita imbau.”

T : “Bagaimana cara lapor SPT?”

J : “Secara langsung ke KPP, dikirimkan melalui pos, dan yang kita kampanyekan adalah secara online untuk mengikuti perkembangan zaman. Lapor SPT secara online bisa dilakukan kapan saja. Kita (DJP) mendorong para warga untuk lapor SPT melalui e-Filing.”

T : “Yang cek laporan SPT warga kan pegwai pajak, terus yang cek laporan SPT pegawai pajak siapa, jangan-jangan enggak ada?”

J : “Setelah para warga lapor SPT, maka tugas DJP kemudian pengawasan atau pemeriksaan. Kami (pegawai Pajak) pun juga wajib pajak, kita warga juga. Jadi pegawai pajak pun diawasi dan perlakuannya sama.”

T : “Bagaimana kalo lupa password?”

J : “Ini hal yang sering terjadi ya karena setahun sekali. Ada menu lupa password. Kuncinya adalah EFIN. Ibarat Simcard, EFIN itu adalah PUK. Yang fungsinya untuk membuka kembali atau reset.”

T : “EFIN ini dapetnya darimana?”

J : “Setiap NPWP sudah ada EFINnya. Untuk mendapatkannya bisa datang langsung ke Kantor Pajak atau secara online melalui Kring Pajak, Live Chat di situs pajak.go.id, Twitter Kring Pajak, atau ke nomor layanan Kantor Pajak masing-masing. Nomor layanan setiap Kantor Pajak itu ada di Instagram kok.”

T : “Kalau warga tidak ada penghasilan itu bagaimana, disuruh non efektif, tapi enggak ngerti?”

J : “Kalo tidak ada penghasilan lagi ataupun penghasilannya di bawah PTKP, warga bisa mengajukan NE dan tidak wajib lapor SPT lagi. Warga tinggal datang ke KPP untuk mengisi Formulir Non Efektif, disertai dengan surat pernyataan dan dokumen pendukung.”

T : “Penghasilan di bawah PTKP itu apa maksudnya?”

J : “PTKP itu Penghasilan Tidak Kena Pajak. Setiap orang, warga itu diberikan PTKP sesuai status pernikahan dan tanggungan. Contohnya warag sudah menikah dengan 1 anak, itu mendapatkan PTKP sebesar 63 juta. Kalo penghasilan warga 60 juta, itu artinya di bawah PTKP dan tidak dikenakan pajak.  ”

T : “Bagaimana lapor pajaknya freelance? Bedanya apa dengan warga yang kerja biasa?”

J : “Freelance ini penghasilannya masuk kategori pekerjaan bebas ataupun kegiatan usaha. Lapor SPTnya menggunakan form 1770, di dalamnya sudah disediakan kolom untuk melaporkan penghasilan freelance tersebut. Untuk membedakannya secara sederhana, ada warga yang bekerja sebagai pegawai, dan ada yang bukan pegawai.”

Rangkuman diatas adalah bagian dari perbincangan dan pembahasan dalam siaran malam itu. Ada beberapa poin yang menurut saya bisa disorot dalam kolaborasi ini, yaitu:

Audiensi, dalam hal ini warga, adalah masyarakat yang awam terhadap istilah-istilah teknis dan bahasa hukum. Maka, narasumber berupaya memberikan jawaban yang lebih sederhana dan mudah dipahami. Meskipun, bagi narasumber hal tersebut juga tidaklah mudah. Karena penggunaan atau penggantian istilah dan bahasa bisa memberikan arti yang berbeda pula.

Komentar atau respons dari warga yang kurang relevan apalagi berbau SARA perlu dikelola oleh pemilik akun siaran. Langkah yang diambil dapat berupa menyapa dan menegur sopan bahkan mengeblok akun warga tersebut. Hal ini dilakukan agar substansi yang dibahas dalam siaran tidak terganggu.

Koordinasi yang baik antara pihak yang berkolaborasi, dalam hal ini Bapak2ID dan DJP, merupakan hal yang baik untuk diikuti sebagai salah satu bentuk komunikasi atau saluran kehumasan. Bapak2ID bisa mewakili warga, masyarakat, atau wajib pajak dan menyampaikan keresahannya. Sebaliknya, DJP bisa memberikan penjelasan yang sesuai agar tujuan dan pesan dapat diterima dengan baik oleh audiensi.

Kolaborasi ini memberikan satu cerita bagi kita untuk diambil nilai positifnya. Di balik isu dan berita yang saat ini memberikan dampak kurang baik bagi DJP, ternyata keresahan warga tidak hanya sebatas itu. Tentunya warga juga sudah mengikuti perkembangan dan respons DJP sendiri di berbagai media. Ternyata hal-hal teknis dan kurangnya informasi, menyebabkan banyak warga yang belum melaporkan SPT-nya. Kebutuhan akan informasi mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan self assessment ini mengharuskan DJP untuk terus memberikan sarana edukasi yang beragam, mudah, dan inovatif.

Berkolaborasi dengan pemengaruh yang memang dekat dan hangat dengan masyarakat, seperti Bapak2ID dengan warganya, merupakan salah satu metode yang baik dan perlu dilanjutkan. Bagaimanapun, DJP yang didalamnya adalah pegawai pajak, juga merupakan warga. Dan salah satu kewajiban kita sebagai warga negara adalah melaporkan SPT tepat waktu.

Ayo lapor SPT hari ini dengan e-Filing, lebih mudah, lebih awal, dan lebih nyaman.

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.