Menyelisik Tax Treaty dengan Singapura

Oleh: Lindarto Akhir Asmoro, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Tax Treaty atau dalam Bahasa Indonesia dapat kita artikan sebagai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah perjanjian internasional di bidang perpajakan antar kedua negara yang mengatur pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penduduk salah satu negara atau penduduk kedua negara dalam persetujuan itu. Pembagian hak tersebut diatur dengan tujuan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda.
Pada 4 Februari 2020 lalu telah ditanda tangani P3B antara Indonesia dan Singapura di Istana Bogor. Jika melihat tujuan dari perjanjian ini ada empat, yaitu: penghindaran pajak berganda, hak pemajakan yang adil, penghindaran pajak, dan peningkatan investasi.
Penghindaran Pemungutan Pajak Berganda
Tujuan Pertama dalam diberlakukannya P3B adalah menghindarkan adanya pengenaan pajak berganda. Apabila subjek pajak sudah dikenakan pajak di negara Singapura maka tidak akan dikenakan pajak di Indonesia. Wajib pajak hanya sekali saja membayar pajak, baik itu di Singapura saja atau di Indonesia saja.
Sejatinya Undang-Undang Perpajakan di Indonesia telah mengatur hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia. Yaitu dengan adanya PPh Pasal 24. Dalam PPh Pasal 24 jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar di luar negeri, asalkan nilai kredit pajak di luar negeri tidak melebihi hutang pajak yang ingin dibayar di Indonesia. Pemanfaatan kredit pajak di luar negeri ini dimaksudkan agar wajib pajak tidak terkena pajak ganda.
Hak Pemajakan yang Adil
Perlu diketahui bahwa P3B tidak memberikan hak pengenakan pajak baru kepada negara penyelenggara P3B. Adapun pengenaan pajak atas suatu penghasilan didasarkan atas Undang-Undang Perpajakan Negara tersebut. Apabila suatu negara diberikan hak atas pemajakan suatu penghasilan tertentu, tetapi dalam Undang-Undang Perpajakan Negara tersebut tidak mengenakan pajak atas penghasilan tertentu tersebut maka negara tidak dapat mengenakan pajak walaupun P3B memberikan hak untuk mengenakan pajak. P3B berada di bawah Hukum Domestik masing-masing negara.
Kita ambil contoh penghasilan dari kegiatan penerbangan dalam jalur internasional, yaitu hak pemajakan atas penghasilan tersebut diberikan sepenuhnya kepada negara tempat manajemen efektif dari perusahaan yang melakukan kegiatan penerbangan tersebut berada. Dengan demikian negara penyelenggara P3B tidak memiliki kewenangan mengenakan pajak serupa kepada penghasilan dari kegiatan penerbangan. Di banyak Negara P3B yang berlaku dan diterapkan adalah mengutamakan hak pemajakan kepada negara domisili.
Penghindaran Pajak
Indonesia telah membuat Tax Exchange Information Agreeman (TIEA) dengan negara offshore center. Yaitu TIEA dengan Bahama dan San Marino. Saat ini Indonesia sudah memiliki kerja sama TIEA dengan empat yurisdiksi partisipan mereka adalah Jersey, Isle of Man, Guernsey, dan Bermuda. Perjanjian pajak tersebut diharapkan dapat mengurangi permasalahan pajak dalam hubungannya dengan pidana perpajakan, money laundry, atau korupsi. Tetapi dalam prakteknya pertukaran informasi membutuhkan waktu yang lama sehingga TIEA ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih cepat tentang informasi perpajakan.
Dengan sudah adanya TIEA yang sebelumnya sudah dibuat seharusnya masalah penghindaran pajak sudah diatur dan disepakati. Memang harus banyak opsi dari aturan terhadap penghindaran pajak tersebut, tetapi aturan yang saling tumpang tindih dirasa tidaklah efektif. Diharapkan P3B dapat memasukkan unsur TIEA dalam pasal-pasalnya, sehingga aturan tersebut menjadi lengkap.
Peningkatan Investasi
Tujuan terbesar dari P3B adalah masuknya investasi dari Singapura. Investor dari Singapura akan mendapatkan subsidi perpajakan ketika melakukan investasi di Indonesia. Diharapakan investasi dari Singapura meningkat dan berkembang lebih besar lagi di Indonesia. Di sisi lain hal ini sangat menguntungkan investor dari Singapura. Mereka akan mendapatkan subsidi perpajakan. Ada kemungkinan mereka tidak dikenakan pajak sama sekali dari penghasilannya.
Celah inilah yang mungkin akan dimanfaatkan oleh investor asing. Mereka akan melakukan investasi di Singapura terlebih dahulu, dengan mendirikan perusahaan, kemudian dengan memanfaatkan P3B mereka memasukkan investasi ke Indonesia dengan fasilitas subsidi pengenaan pajak. Dengan demikian pajak yang mereka tanggung menjadi lebih sedikit dan keuntungan yang mereka peroleh akan lebih besar.
Sebenarnya P3B tidak menimbulkan masalah ketika dua negara yang melakukan perjanjian memiliki level yang sama dalam bidang ekonomi. Sehingga tidak ada satu negara yang dirugikan dengan memberikan subsidi dalam pengenaan perpajakan serta membatasi hak perpajakan yang akan dikenakan menjadi berkurang atau hilang. P3B seharusnya memberikan keuntungan bersama bagi para penanda tangan kesepakatan ini dan akan sesuai dengan tujuan awal adanya P3B yaitu penghindaran pemungutan pajak berganda di dua Negara tersebut.
Semoga saja dengan ditanda tanganinya P3B antar Indonesia dan Singapura dapat meningkatkan pendapatan pajak di tahun 2020 dan dapat memasukkan investasi sebanyak mungkin dari Singapura. Semoga Indonesia tetap punya bargaining yang kuat dalam pengenaan pajak dalam transaksi yang termasuk dalam P3B ini.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 3944 kali dilihat