Oleh: Yoki Prasetyo, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Memulai aktivitas di pagi hari akan lengkap jika ditemani dengan secangkir kopi, tidak lupa dengan gorengan atau roti sebagai pelengkapnya. Terbayang nikmatnya kopi panas dan aroma yang semerbak akan menggugah mata dan meningkatkan mood. Tidak sedikit orang menganggap jika hari tidak akan lengkap kalau tidak diawali dengan menyeruput kopi.

Meminum kopi erat hubungannya dengan kegiatan bekerja. Hal ini tentu tidak lepas dari kandungan kafein di dalam kopi. Aroma kopi pun dipercaya akan meningkatkan konsentrasi serta dapat membantu seseorang untuk lebih fokus dalam beraktivitas.

Saat ini budaya meminum kopi sudah menyebar ke berbagai kalangan. Bukan hal yang mengagetkan jika banyak ditemui coffee shop dan kedai kopi. Baik di kota maupun di daerah, masing-masing akan menyajikan berbagai macam menu olahan kopi dan tentunya keunikan lain seperti pertunjukan live music, pemandangan alam, maupun suasana yang hangat.

Mengonsumsi kopi saat ini sudah menjadi budaya di masyarakat, tak ayal café dan kedai yang ramai setiap harinya. Selain untuk tempat meminum kopi, ia juga merupakan tempat untuk bertemu dan berbincang dengan teman sejawat.

Komoditas Nasional

Menariknya, Indonesia memiliki salah satu jenis kopi termahal di dunia yakni kopi luwak. Pada dasarnya kopi luwak tidak jauh berbeda dari kopi lain. Namun, keunikan pada proses pengolahannya ini yang memberikan cita rasa yang terbaik. Kopi ini pada dasarnya diekstrasi dari biji kopi yang telah melalui proses sistem pencernaan musang atau luwak. Proses fermentasi pada tubuh luwak konon merupakan fermentasi terbaik. Terlebih luwak diketahui hanya akan memakan jenis kopi yang benar-benar berkualitas.

Harga yang mahal memang sebanding dengan kualitas kopi yang diberikan, bagi penikmat kopi tentu kualitas dari setiap kopi akan menjadi perhatian. Pada dasarnya kopi terbagi menjadi empat jenis, yakni arabika, robusta, liberica, dan excelsa. Akan tetapi, jenis kopi arabika dan robusta paling sering kita jumpai di sekitar kita.

Jumlah penduduk yang banyak dan kebiasaan meminum kopi menjadi salah satu faktor mengapa kopi banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam laporan Statistik Indonesia 2023 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), produksi kopi di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2022 angka produksi telah mencapai 794,8 ribu ton, meningkat 1,1% dibanding tahun 2021 yang hanya 786,2 ribu ton. Jumlah yang cukup mencengangkan, bukan?

Di balik ini semua, tidak sedikit tentu di antara kita yang penasaran bagaimana aspek perpajakan untuk biji kopi sangrai dan biji kopi kering. Mari kita simak bersama-sama.

Barang Hasil Pertanian Tertentu

Masyarakat tentu tidak perlu penasaran mengenai bagaimana aspek perpajakan pada biji kopi, terlebih biji kopi telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu (PPN BHPT). Barang hasil pertanian tertentu termasuk di antaranya tempurung kelapa sawit, biji kakao kering, biji kopi sangrai/kering, kacang mete, tempurung, biji pala, cengkeh kering, dan produk hasil pertanian lainnya. Rincian barang hasil pertanian tersebut telah harus melewati proses baik itu melalui dipotong, dikupas, diperam, atau proses lanjutan lainnya.

Biji kopi sangrai dan biji kopi kering akan dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutang dipungut menggunakan besaran tertentu sebesar 1,1% final dari harga jual. Besaran tarif 1,1% ini akan meningkat menjadi 1,2% seiring dengan peningkatan tarif PPN pada 2025 yang akan datang. Tidak dapat dimungkiri penerapan tarif final 1,1% ini akan memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam menghitung PPN terutang mereka.

Di samping itu, wajib pajak tentu juga harus memenuhi kewajibannya dalam hal penerbitan faktur pajak, dimana dalam hal ini faktur pajak wajib diterbitkan saat penyerahan BHPT oleh Pengusaha Kena Pajak. Selanjutnya wajib pajak pun tidak lupa harus melaporkan SPT Masa PPN setiap bulannya, adapun jatuh tempo pelaporannya pada hari terakhir pada berikutnya setelah akhir masa pajak yang bersangkutan.

Pengenaan pajak pada produk hasil pertanian tertentu diharapkan akan meningkatkan penerimaan pajak yang digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Masyarakat pun tidak perlu khawatir akan pengenaan pajak BHPT, terlebih pengenaan pajak pada komoditas pertanian ini tidak diberlakukan kepada semua hasil pertanian.

Kita tentu berharap, wajib pajak mampu mengetahui pentingnya memenuhi kewajiban perpajakan, beragamnya komoditas nasional tentu diharapkan akan membawa dampak positif bagi masyarakat, terlebih dengan keunggulan dalam sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia. Meningkatnya permintaan global maupun domestik, serta masuknya investor di bidang pertanian akan menjadi angin segar bagi para petani di negeri ini.

“Yuk … nyeruput kopi dulu.”

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.