Mengungkap Fakta Kenaikan 1% Tarif PPN bagi Rumah Tangga

Oleh: Luh Putu Benita Sari, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Kenaikan tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) di Indonesia sejak 1 April 2022 masih menjadi perbincangan hangat, bahkan pada hari pertama kenaikan diberlakukan sempat menjadi trending topic di salah satu sosial media.
Sebelum 1 April 2022 tarif PPN yang diberlakukan sebesar 10%, sedangkan sejak 1 April 2022 tarif PPN yang diberlakukan sebesar 11%. Hal ini berarti terjadi kenaikan tarif sebesar 1%. Penyesuaian tarif PPN tersebut merupakan amanat pasal 7 Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam ilmu sosiologi ada sebuah teori bahwa keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Kemudian, sebenarnya seberapa besar dampak kenaikan PPN terhadap pengeluaran rumah tangga dalam hal ini unit terkecil keluarga?
PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Para pedagang/penjual yang telah dikukuhkan menjadi PKP berkewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN. Namun, pihak yang berkewajiban membayar PPN adalah konsumen akhir dalam hal ini adalah anggota keluarga.
Dalam transaksi jual-beli, perlu diketahui bahwa pada dasarnya seluruh barang dan/atau jasa dikenakan PPN, kecuali barang dan/atau jasa yang dikecualikan oleh Undang-Undang (UU) terkait. Barang yang dikenakan PPN disebut dengan istilah barang kena pajak (BKP), sedangkan jasa yang dikenakan PPN disebut dengan istilah jasa kena pajak (JKP).
Sedangkan apa yang dimaksud dengan istilah PPN dibebaskan? PPN dibebaskan merupakan fasilitas yang diberikan pemerintah dan sudah diatur dalam pasal 16B UU Nomor 42 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU HPP. Fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN adalah fasilitas yang diberikan atas objek tertentu yang sebenarnya atas transaksi tersebut terutang PPN, tetapi kemudian dibebaskan PPN. Pajak masukan yang dibayar atas perolehan BKP dan/atau JKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan, karena pajak keluaran atas transaksi tersebut tidak ada.
Ilustrasi dalam Rumah Tangga
Keluarga Bapak Wija dan Ibu Dewi merupakan keluarga kecil yang dikaruniai dua orang anak. Dalam sebulan, pengeluaran rumah tangga mereka berupa pembelian barang kebutuhan pokok, di antaranya beras, daging, garam, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi. Namun, karena bekerja di luar kabupaten, Bapak Wija selalu membeli makan siang di restoran seputar tempat kerjanya. Adapun selain barang kebutuhan pokok yang disebutkan di atas, tambahan lainnya yang rutin dibeli berupa air galon kemasan dan makanan ringan kemasan untuk anak-anak. Untuk perlengkapan mandi yang rutin dibeli berupa sabun mandi, pasta gigi, sampo, tisu, deterjen, dan popok bayi.
Anak sulung Bapak Wija saat ini bersekolah di sebuah sekolah dasar swasta dan setiap bulannya wajib membayar uang iuran sekolah. Sedangkan anak bungsu Bapak Wija saat ini masih bayi dan rutin mendapatkan imunisasi lengkap di sebuah rumah sakit. Keperluan utilitas rumah terdiri dari biaya langganan air bersih PDAM, biaya langganan listrik rumah 2.200 VA, biaya pembelian pulsa, serta biaya berlangganan sambungan internet dari sebuah provider. Bapak Wija dan keluarganya juga mengikuti sebuah program asuransi kesehatan dengan membayar premi setiap bulannya. Biaya transportasi yang dikeluarkan keluarga ini berupa pembelian bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan roda empat dan roda dua.
Membedah PPN atas Konsumsi Rumah Tangga Bapak Wija
Dari ilustrasi keluarga Bapak Wija yang telah dipaparkan sebelumnya, barang kebutuhan pokok berupa beras, daging, garam, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran dan gula konsumsi merupakan BKP dengan fasilitas dibebaskan PPN, sehingga tidak ada kaitan antara pengeluaran ini dengan kenaikan tarif PPN.
Selain itu, iuran sekolah anak sulung (jasa pendidikan), biaya imunisasi anak bungsu (jasa kesehatan), serta biaya premi asuransi keluarga (jasa asuransi) merupakan JKP dengan fasilitas dibebaskan PPN sehingga atas pengeluaran ini juga tidak ada kaitannya dengan kenaikan tarif PPN. Untuk biaya utilitas rumah berupa biaya langganan air bersih dibebaskan dari pengenaan PPN, begitupun dengan biaya langganan listrik rumah 2.200 VA juga dibebaskan dari pengenaan PPN karena batasan yang tidak mendapat fasilitas dibebaskan pengenaan PPN adalah konsumsi listrik rumah tangga dengan daya lebih dari 6.600 VA.
Bagaimana dengan biaya pembelian pulsa prabayar? Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 06/PMK.03/2021, pulsa prabayar tergolong BKP, tetapi pemungutan PPN-nya hanya sampai Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua, sehingga tidak menyasar konsumen akhir. Sedangkan, biaya pembelian BBM untuk kendaraan, harga yang telah ditetapkan pemerintah yang dijual SPBU kepada konsumen sudah termasuk PPN. PPN yang terutang sudah dikenakan pada saat penyerahan dari PT Pertamina, maka bagi perusahaan lain seperti SPBU tidak perlu mengenakan PPN lagi.
Bagaimana dengan kebiasaan Bapak Wija yang rutin membeli makan siang di restoran seputar tempat kerjanya? Untuk pembelian makanan di restoran merupakan objek pengenaan pajak restoran dan merupakan jenis pajak daerah. Jadi, atas konsumsi tersebut tidak relevan dikaitkan dengan kenaikan tarif PPN yang berlaku saat ini.
Kebutuhan keluarga Bapak Wija yang merupakan penyerahan BKP yang dikenakan PPN berupa pembelian air galon kemasan, makanan ringan kemasan untuk anak-anak, serta perlengkapan mandi. Sedangkan, penyerahan JKP yang dikenakan PPN berupa jasa layanan jaringan internet rumah. Dari ilustrasi keluarga Bapak Wija, hanya atas transaksi ini saja yang terdampak kenaikan 1% tarif PPN.
Tidak Berdampak ke Semua Kebutuhan
Meskipun telah diberlakukan kenaikan tarif PPN sebesar 1% ternyata tidak serta merta memberikan dampak terhadap semua jenis kebutuhan rumah tangga. Perlu diklasifikasikan lebih detail kebutuhan mana yang merupakan objek pengenaan PPN atau bukan. Apabila termasuk objek pengenaan PPN perlu diklasifikasikan lagi mana kebutuhan yang dikenakan PPN dan mana kebutuhan yang diberikan fasilitas. Saat ini konsumsi masih menjadi motor penggerak perekonomian Indonesia, tentunya penyesuaian tarif PPN yang diberlakukan saat ini telah dirancang sedemikian rupa agar tidak mengganggu perekonomian.
*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 777 kali dilihat