Mengenali Pengenaan Pajak Barang Sampel

Oleh: Tasya Annisa Imami, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Kita pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah barang sampel. Barang sampel biasanya diproduksi sebuah perusahaan untuk mempromosikan produk mereka kepada konsumen. Cara ini menjadi salah satu strategi pemasaran kreatif yang marak dilakukan untuk meningkatkan penjualan dengan meminimalkan biaya promosi.
Dengan memberikan barang sampel kepada konsumen, konsumen dapat mengetahui kualitas produk tersebut sebelum membelinya. Penjual biasanya memberikan barang sampel secara cuma-cuma kepada konsumen. Pembeli biasanya juga akan dengan senang hati menerima barang sampel tersebut. Harapannya dengan diberikannya barang sampel kepada konsumen, mereka akan menyukai dan membeli produk tersebut.
Lalu, bagaimana perlakuan perpajakan atas penyerahan barang sampel ini?
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pemberian barang sampel kepada pelanggan merupakan penyerahan cuma-cuma. Penyerahan barang secara cuma-cuma termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN).
Kewajiban perpajakan atas barang sampel ini muncul ketika seseorang yang merupakan pengusaha kena pajak menyerahkan barang sampel atau barang kena pajak yang diproduksi atau dipasarkan kepada calon pembelinya secara cuma-cuma.
Penyerahan atas barang sampel tetap dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karena merupakan penyerahan barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak. Oleh karena itu, setiap penyerahan barang sampel yang dilakukan oleh penjual harus menerbitkan faktur pajak untuk mencatat penyerahan barang sampel tersebut. Namun, apa yang membedakan dari penyerahan barang kena pajak pada umumnya?
Yang membedakan adalah Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan dalam perhitungan pajak terutangnya. Penyerahan atas barang sampel menggunakan DPP nilai lain sesuai yang diatur khusus dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
Dalam Pasal 2 huruf b dijelaskan bahwa nilai lain yang digunakan untuk pemberian cuma-cuma barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor.
Penggantian menurut Pasal 1 peraturan tersebut adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan jasa kena pajak, ekspor jasa kena pajak, atau ekspor barang kena pajak tidak berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN, dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan jasa kena pajak dan/atau oleh penerima manfaat barang kena pajak tidak berwujud karena pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Lalu apakah faktur pajak yang diterbitkan berbeda?
Setiap penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak yang terutang PPN wajib menerbitkan faktur pajak. Penerbitan faktur pajak ditandai dengan adanya nomor seri faktur pajak sesuai dijelaskan pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.
Menurut Pasal 1 nomor 8 peraturan tersebut, nomor seri faktur pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada pengusaha kena pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran faktur pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Nomor seri faktur pajak terdikir dari 16 digit yaitu dua digit kode transaksi, satu digit kode status, dan tiga belas digit nomor seri faktur pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Faktur atas penyerahan barang sampel menggunakan kode transaksi 04. Selain itu, pada kolom keterangan nama lawan transaksi diisi dengan nama pengusaha kena pajak sendiri, sebab memang tidak ada lawan transaksi.
Berikut adalah contoh Ilustrasi penghitungan PPN atas penyerahan barang sampel.
PT Suka Maju merupakan perusahaan yang memproduksi helm sepeda motor. Dalam rangka mempromosikan produk terbarunya, PT Suka Maju menyerahkan secara cuma-cuma barang sampel helm sepeda motor kepada PT Rajin Bekerja selaku perusahaan yang menjual produk helm sepeda motor. Produk yang diserahkan oleh PT Suka Maju kepada PT Rajin Bekerja memiliki harga jual Rp500.000.
Atas penyerahan ini, PT Suka Maju wajib menerbitkan faktur pajak keluaran dengan perincian sebagai berikut:
DPP = Harga Jual Barang Sampel Helm = Rp500.000,00
PPN yang terutang = Rp500.000,00 x 10% = Rp50.000,00
Sementara, bagi PT Rajin Bekerja, faktur pajak yang diterima dari PT Suka Maju atas pemberian cuma-cuma atas barang sampel helm sepeda motor tersebut merupakan pajak masukan yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan dalam UU PPN.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 1496 kali dilihat