Oleh: Dandy Naufalzach Fadlurahman, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Indonesia merupakan rumah bagi beragam kearifan lokal yang sangatlah penting untuk membentuk jalan filosofi dan cara pandang masyarakat kita di masa kini. Menurut antroplog C. Kluckhohn dan Koentjaraningrat, adat istiadat, konsep adat dan kearifan lokal adalah satu dari tujuh unsur utama kebudayaan yang penting dalam dinamika seluruh bangsa dan komunitas masyarakat di dunia. Maka, secara langsung dan tidak langsung sangat mempengaruhi jalan keputusan hidup baik dalam bernegara maupun aktivitas sehari-hari. Mungkin filsafat adat Jawa, Minangkabau, dan Melayu sangat mendominasi bagaimana roda mayoritas pemikiran masyarakat Indonesia kebanyakan dalam menjalankan sebuah negara. Terkadang kita perlu melihat dan mengenal komunitas minoritas yang sesungguhnya memiliki filosofi dan konsep adat yang sama luar biasanya dan sangat sejalan dengan bagaimana prinsip bernegara dan ideologi yang dijalankan oleh orang Indonesia, salah satunya adalah konsep adat pada masyarakat Suku Ogan yang tersebar di Provinsi Sumatera Selatan dan sebagian Lampung.

Suku Ogan sesungguhnya bukan masyarakat yang berjumlah kecil, populasi Suku Ogan berdasarkan hasil dari penelitian Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS – Yusok Ishak Institute) tahun 2010 menunjukkan bahwa etnis ini masuk dalam kelompok 30 teratas etnis besar di Indonesia. Tentu, filosofi masyarakat Ogan ini bisa memberikan banyak atau sedikit pengaruh dalam cara pandang orang-orang Indonesia secara umum. Filosofi dan prinsip adat yang dipegang teguh oleh masyarakat Ogan adalah adat Bebiye, secara terjemahan kasar “Bebiye” dalam Bahasa Ogan bermakna “bergotong-royong”. Bebiye merupakan konsep adat Ogan yang menekankan peran serta dan kontribusi secara menyeluruh/inklusif bagi seluruh elemen masyarakat Ogan, tanpa memandang peran gender dan jenis kelamin, jabatan dan kekuasaan, usia baik tua maupun muda, strata masyarakat, kemampuan ekonomi dan faktor pembeda lainnya dengan semata-mata bertujuan untuk tercapainya tujuan dan keberhasilan suatu pekerjaan dan moral adat yang telah disetujui bersama dalam sebuah mufakat (rasan). Contoh pelaksanaan konsep adat Bebiye tercermin secara nyata dalam banyaknya acara-acara adat yang diadakan dan diikuti seluruh kalangan sosial dalam masyarakat Ogan, seperti acara pemindahan rumah massal (Biye Ngandun Khumah), pergantian atap rumah (Biye Ngatap), masak-masak bersama dan persiapan tenda pernikahan (Biye Ngukus wan Hajat Batin), panen padi (Biye Ngetam) sampai mendirikan desa baru (Biye Nyusuk).

Konsep adat Bebiye juga membentuk kepribadian, pola pikir, dan cara pandang individual masyarakat Ogan dalam memandang kehidupan bernegara dan bermasyarakat di Indonesia, di mana kepentingan bersama (komunal) merupakan hal yang sangat penting untuk dipelihara dan dijunjung demi kebaikan bersama dan akan bermanfaat bagi individu itu sendiri secara tidak langsung. Salah satunya adalah kesadaran akan pajak, dalam lintas sejarah, masyarakat Ogan tidak pernah asing dengan pentingnya pajak dan iuran wajib lainnya bahkan keberadaannya sangat sejalan dengan konsep adat Bebiye. Pajak dalam pandangan adat Bebiye menjelaskan bahwa pajak merupakan suatu kontribusi yang harus dikeluarkan pada setiap insan Ogan demi lancarnya pembangunan dan kesejahteraan di lingkungannya, jika tidak membayar pajak, sama halnya orang tersebut tidak memiliki rasa tenggang rasa dan tidak memiliki kepedulian terhadap kemajuan sesama komunitasnya.

Bukti keberadaan pajak dalam sejarahnya di masyarakat Ogan yaitu adanya Kas Marga, di mana setiap masyarakat wajib memberikan sebagian kekayaan dan hasil bumi kepada Kas Marga. Kas Marga ini nantinya akan dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan fisik seperti balai adat dan jembatan, pengadaan acara-acara adat dan ritus-ritus klenik, perbaikan jalan-jalan desa, pendanaan pasar dan kalangan (pasar tumpah), gaji para pegawai marga serta pemenuhan kebutuhan pokok dan kesejahteraan penduduk marga.

Inilah mengapa kesadaran pajak dalam prinsip Bebiye dianggap sangat penting dalam kelancaran struktur budaya dan hidup orang Ogan sendiri terutama di masa modern saat ini. Di masa kini, pajak sudah memiliki regulasi atau aturan yang jelas, terpumpun, dan terhimpun dengan sangat baik dan akuntabel sehingga dengan penuh kesadaran kita harus melaksanakan kewajiban perpajakan kita dari mendaftarkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), membayar pajak sampai ke pelaporan pajak yang telah kita bayarkan. Memenuhi kewajiban perpajakan sama saja kita mendukung lancarnya peran negara dan meningkatkan kualitas hidup, kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Segala bentuk penghindaran, penolakan dan ketidakpatuhan terhadap kewajiban perpajakan merupakan tanda hilangnya rasa tanggung jawab dan  tidak ada rasa solidaritas untuk berkontribusi dalam memajukan sesama dalam adat Bebiye.

Maka dapat disimpulkan, konsep adat Bebiye yang dijalankan oleh masyarakat Ogan sangat sejalan dengan terwujudnya kesadaran pajak. Kontribusi setiap individu demi kemajuan dan kesejahteraan komunal memang dipandang sangat penting untuk kebaikan dan kemaslahatan bersama. Dalam adat Ogan, sadar pajak dengan membayar pajak dan menuntaskan kewajibannya berarti sama saja dengan menghormati, melestarikan, dan mendedikasikan diri untuk menjalankan adat Bebiye dengan sepenuh hati. Di masa sekarang, adat Bebiye masih berjalan dan dipegang teguh mengikuti dinamika dan tatanan sosial masyarakat Ogan modern sendiri sehingga ini bisa menjadi potensi untuk meningkatkan kesadaran pajak yang lebih melalui pendidikan dan penyuluhan perpajakan.

Sumber :

  1. Koentjaraningrat , 7 Unsur Kebudayaan.
  2. PraetoriusC.F.G. (1843). “Eenige Bijzonderheden Omtrent Palembang [Beberapa Butiran Mengenai Negeri Palembang]”
  3. Meita Istianda, Dedi Irwanto dan Giyanto (2023). “Jalan Kembali ke Sistem Marga di Sumatera Selatan”
  4. DDTC News (2020), "Aspek Hubungan Sosial dan Pengaruhnya pada Kepatuhan Pajak"
  5. Zainal Arifin dkk. (2019), “Bermukim di Tepian Sungai : Etnografi Masyarakat dan Budaya Orang Ogan di Pengandonan”

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.