Oleh: Ika Hapsari, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Indonesia mencetak sejarah dengan ditunjuk sebagai tuan rumah perhelatan akbar piala dunia usia 17 tahun (World Cup U-17). Presiden Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA), Gianni Infantino bahkan melayangkan pujian bahwa Piala Dunia usia 17 tahun akan berlangsung menarik lantaran digelar di negara indah, Indonesia.

Gelaran internasional ini jelas akan mendongkrak ekonomi secara agregat, khususnya di lokasi diselenggarakannya turnamen. Pertandingan sedianya akan berlangsung di stadion yang berlokasi di empat kota berbeda. Jakarta International Stadium (JIS) di Jakarta, Stadion Gelora Bung Tomo di Surabaya, Stadion Si Jalak Harupat di Bandung, dan Stadion Manahan di Surakarta akan menjadi saksi para talenta muda dunia ini beraksi.

Ajang bergengsi ini akan mengerek penambahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah dengan tingginya permintaan di sejumlah sektor. Potensi keuntungan tersebut diantaranya meliputi sektor akomodasi dan perhotelan, transportasi, makanan dan minuman (restoran), lisensi penyiaran, sponsorship, tiket pertandingan, hingga merchandise. Di samping itu, terdapat multiplier effect lain yang dipastikan semakin menggerakkan ekonomi lokal, diantaranya penjualan produk karya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), pariwisata, atau sektor hiburan lainnya.

Menilik privilese ekonomi yang diraup, tentu akan berimplikasi secara fiskal berupa hadirnya potensi pajak. Penerimaan pajak ini meliputi pajak pusat maupun pajak daerah. Apa saja?

Pembenahan Infrastruktur Pra-Event

Secara tidak langsung, potensi penerimaan pajak dapat muncul sejak sebelum pesta olahraga dunia ini berlangsung. Pasalnya, kementerian terkait akan menggelontorkan anggaran belanja pemerintah pusat dalam rangka pembenahan infrastruktur utama (stadion, wisma atlet, dll) dan atau pembangunan infrastruktur penunjang (jalan, transportasi, dll).

Proyek ini akan melibatkan kontraktor pembangunan yang secara ketentuan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi. Tarif dan mekanisme pemungutan PPh Final atas jasa konstruksi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.

Ketentuan yang berlaku sejak 21 Februari 2022 ini mengubah sejumlah klasifikasi dan tarif PPh Final yang dikenakan. Melalui aturan baru ini, penghasilan dari jasa konstruksi dapat dikenakan tarif antara 1,75 persen hingga 6 persen tergantung pada klasifikasinya. Sebagai contoh, pekerjaan konstruksi terintegrasi oleh penyedia jasa tersertifikasi dikenakan tarif 2,65 persen sementara yang tidak tersertifikasi dikenakan tarif 4 persen.

Adapun jasa instalasi/pemasangan dan atau jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dengan tarif 2 persen.

Jasa tersebut dikelompokkan dalam jasa lain berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Termasuk dalam kategori jasa lain adalah jasa yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Di samping itu, pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri dengan tarif 11 persen juga dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran baik atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) seputar persiapan turnamen ini.

Pendapatan Tiket Pertandingan, Penginapan, Transportasi, Restoran, Merchandise 

Olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran termasuk dalam objek pajak daerah. Penyelenggaraan event keolahragaan ini tergolong dalam jasa kesenian dan hiburan yang atas penjualan tiketnya dikenakan Pajak atas Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).

Selain itu, pemungutan PBJT juga dilakukan atas objek penghasilan dari penjualan makanan dan minuman di restoran serta jasa perhotelan. Jasa parkir kendaraan berupa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir dan pelayanan pemarkiran kendaraan (valet) juga menjadi objek PBJT.

Ketentuan terkait pajak daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Pemungutan PBJT merupakan wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota. Implementasi terkait tarif dan ketentuan lainnya dituangkan dalam Peraturan Daerah oleh masing-masing Pemerintah Daerah (Pemda).

Subjek PBJT adalah konsumen yang membeli barang dan atau jasa tertentu, sedangkan Wajib PBJT adalah orang pribadi atau badan yang melakukan penyerahan dan atau konsumsi barang dan atau jasa tertentu. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)-nya adalah harga jual atau jumlah yang dibayarkan konsumen dengan tarif PBJT ditetapkan paling tinggi 10 persen.

Lantas bagaimana dengan potensi pajak pusat pada sektor ini?

Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) berupa makanan dan atau minuman oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual makanan dan atau minuman dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif 11 persen. Manakala intensitas pembelian di swalayan meningkat seiring peningkatan volume penonton di area venue, maka penerimaan PPN pun akan terkerek.

Penyediaan jasa katering atau tata boga tak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan acara. Penyerahan jasa catering oleh Wajib Pajak Badan yang tidak memiliki Surat Keterangan (Suket) PPh Final sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 akan dipotong PPh Pasal 23 dengan tarif 2 persen. Dalam hal memiliki Suket PP 23/2018, Wajib Pajak hanya dikenakan PPh Final atas penghasilan bruto tertentu dengan tarif 0,5 persen.

Pun, penjualan merchandise atau pernak-pernik Piala Dunia U-17 menyumbangkan kontribusi PPN apabila diserahkan oleh PKP. PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan bruto tertentu juga berpotensi meningkat dari banjirnya order souvenir kepada para pelaku UMKM daerah. 

Kegiatan Penunjang Kelancaran Event 

PPh Pasal 23 atas jasa lain dikenakan oleh penyelenggara dari objek berupa penyerahan jasa kebersihan atau cleaning service pada venue atau fasilitas pendukung oleh rekanan. Jasa dekorasi terkait seremonial acara serta jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer berkaitan dengan pagelaran pendukung hingga konferensi pers juga menjadi objek PPh Pasal 23. PPN atas penyerahan JKP ini dipungut dalam hal rekanan merupakan PKP.

Bagaimana dengan pajak-pajak terkait persewaan baik ruangan atau alat dan kendaraan yang digunakan selama turnamen berlangsung? Sewa peralatan seperti tenda, pengeras suara, kursi dan meja, pendingin udara dan sebagainya dipungut PPh Pasal 23. Demikian halnya dengan sewa kendaraan seperti mobil, minibus, atau bus yang digunakan untuk memperlancar mobilitas panitia maupun peserta. Tarif PPh Pasal 23 atas sewa ini ditetapkan sebesar 2 persen. PPN juga dipungut atas penyerahan JKP sewa ini dalam hal diserahkan oleh PKP.

Persewaan ruangan atau tempat sehubungan dengan penyelenggaraan event dipotong PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas sewa ruangan dengan tarif 10 persen.

Layaknya sebuah pesta akbar, perhelatan kelas dunia ini akan menyumbangkan penerimaan fiskal secara general. Pemerataan kue ekonomi di daerah berimbas pada peningkatan penerimaan pajak secara makro. Selain dari sisi pajak pemotongan dan pemungutan,  kenaikan penghasilan Wajib Pajak di tahun berjalan akan berdampak pada peningkatan Pajak Penghasilan Orang Pribadi maupun Badan Tahunan yang disetorkan. Peredaran bruto yang berasal dari terdongkraknya penyerahan BKP dan JKP, juga berpengaruh pada penerimaan PPN Dalam Negeri secara sektoral.

Sementara itu, peningkatan penerimaan pajak daerah akan memberikan sumbangsih berarti bagi APBD. Praktis, melalui pemanfaatan APBD tersebut, pemerataan ekonomi dan pembangunan dapat tersalurkan secara maksimal. Tidak saja untuk pemeliharaan infrastruktur terkait, tetapi juga pengembangan ekonomi masyarakat di daerah. 

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.