Maslahat Insentif Restitusi PPN Dipercepat

Oleh: Didik Yandiawan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Sinyal positif dari suar perekonomian berkedip samar dari kejauhan. Meskipun didera ketidakpastian akibat gelombang pandemi, setidaknya bahtera bernama “Indonesia Maju” terus melaju menghadapi aneka tantangan menuju pelabuhan kesejahteraan. APBN Kita Edisi Oktober 2020 menunjukkan bahwa rata-rata Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur untuk kuartal ketiga 2020 berada di posisi yang lebih baik bila dibandingkan dengan kondisi di kuartal kedua 2020. Fakta ini memberikan gambaran bahwa aktivitas ekonomi di kuartal ketiga 2020 mengalami perbaikan. Di sisi lain, masih diperlukan kesiapsiagaan dan peran pemerintah dalam mengantisipasi dampak pembatasan sosial yang mengakibatkan penurunan aktivitas produksi dan permintaan baru.
Secara fiskal, Pemerintah secara resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 86/PMK.03/2020 tentang ”Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019” (PMK-86). PMK-86 berlaku mulai tanggal 16 Juli 2020 sekaligus mencabut PMK 44 tahun 2020. PMK-86 memperpanjang jangka waktu pemberian insentif pajak hingga Desember 2020. Tak hanya menyasar sektor industri manufaktur, insentif pajak PMK-86 kini merangkul 1.189 klasifikasi lapangan usaha (KLU). Industri agrikultur, logistik, transportasi, pendidikan, konstruksi, telekomunikasi, jasa kesehatan, dan pertambangan menambah daftar sektor usaha penerima insentif.
Berdasarkan PMK-86, insentif pajak yang masa berlakunya diperpanjang sampai dengan Desember 2020 adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), PPh Final Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah (UMKM) DTP, Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30%, Pembebasan PPh Pasal 22 Impor, dan Pengembalian Pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pengembalian Pendahuluan PPN merupakan salah satu insentif pajak yang populer dimanfaatkan oleh wajib pajak dari 716 KLU. Hingga Semester I 2020, insentif restitusi PPN dipercepat ini sudah dinikmati oleh 3.816 wajib pajak dengan realisasi restitusi PPN hingga Rp3,59 triliun. Selanjutnya, berdasarkan siaran pers Direktorat Jenderal Pajak (20/10), pencairan restitusi dipercepat hingga September 2020 mencapai Rp36,4 triliun atau tumbuh 30,7% (year on year/yoy).
Meneropong Maslahat Insentif Restitusi PPN Dipercepat
Dalam konteks insentif restitusi PPN dipercepat, PMK-86 mengatur beberapa hal. Pertama, kompensasi kelebihan pembayaran pajak dari masa pajak sebelumnya dapat diperhitungkan dalam pemberian insentif restitusi PPN dipercepat dengan nominal maksimum sebesar Rp5 miliar. Kedua, bahwa restitusi PPN dipercepat tetap diberikan kepada pengusaha kena pajak (PKP) meskipun kelebihan pembayaran pajak disebabkan oleh adanya kompensasi masa pajak sebelumnya. Ketiga, masa berlaku insentif restitusi PPN dipercepat diperpanjang dari yang awalnya diberikan mulai April 2020 hingga September 2020, menjadi hingga Desember 2020 yang disampaikan paling lama tanggal 31 Januari 2021.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing Empat sebagai salah satu unit kerja di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus mencatat peningkatan jumlah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memanfaatkan restitusi PPN dipercepat. Selain WP Kriteria Tertentu dan PKP Berisiko Rendah, tercatat belasan WP di luar kriteria tersebut memanfaatkan insentif tersebut. Selain penambahan batasan nominal, jangka waktu pencairan yang relatif cepat menjadi daya tarik tersendiri bagi PKP.
Dalam beberapa kesempatan layanan konsultasi, WP menyampaikan bahwa kebutuhan untuk menjaga arus kas di masa pandemi terbantu dengan insentif tersebut. Namun demikian, belum dapat diukur dengan pasti apakah pemanfaatan insentif tersebut berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh PKP. Tak jarang ditemui kenyataan bahwa Surat Pemberitahuan Penjelasan atas Data dan keterangan (SP2DK) yang diterbitkan oleh AR Pengawasan tidak mendapat respon sebagaimana WP merespon haknya. Bahkan, terjadi sejumlah perubahan perilaku WP dalam pengajuan permohonan insentif tersebut, di antaranya nominal pajak masukan yang mendekati batasan maksimum, hingga perubahan pola klaim status SPT lebih bayar PPN dari kompensasi menjadi restitusi.
Perkuat Kriteria dan Tata Kelola Insentif
Penatausahaan insentif restitusi PPN dipercepat dilaksanakan dengan PMK-39 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak didukung dengan tata kelola berdasarkan SE-47 Tahun 2020. Terkait hal tersebut, DJP dihadapkan pada dua isu. Pertama, dalam pemberian insentif restitusi PPN dipercepat batasan nilai nominal maksimum sebesar Rp5 miliar yang berlaku nasional, menjadi “beban” tersendiri bagi meningkatnya volume penyelesaian pekerjaan maupun tekanan terhadap peneriman neto tahun berjalan, utamanya bagi KPP Pratama. Kedua, dari segi proses bisnis dan evaluasi terhadap penyelesaian permohonan WP, perlu upaya lanjutan terkait pengujian pajak yang berhak dikembalikan melalui mekanisme pemeriksaan pajak.
Untuk menjembatani kedua isu tersebut, perlu dilakukan kajian lebih mendalam mengenai spirit pemberian insentif restitusi PPN dipercepat. Melalui Rencana Strategis DJP 2020-2024 (renstra), DJP memiliki tiga strategi dalam upaya pelaksanaan arah kebijakan Pengelolaan Fiskal yang Sehat dan Berkelanjutan, yaitu penyusunan regulasi, pemberian insentif, dan penyempurnaan regulasi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional yang terdampak pandemi Covid-19. Renstra tersebut dijabarkan ke dalam sejumlah inisiatif terkait pengembangan layanan perpajakan berbasis digital berbasis user experience dan user friendly dengan dukungan kerangka regulasi dan kelembagaan yang efektif.
Dalam tataran praktik, DJP perlu mengkaji klasifikasi dan batasan nominal maksimum sebesar Rp5 miliar ke dalam skema nominal yang berjenjang sesuai dengan karakteristik WP sesuai dengan level KPP. Misalnya, wajib pajak terdaftar di KPP Pratama yang memanfaatkan insentif restitusi PPN dipercepat batasan nominal maksimumnya dapat diturunkan menjadi Rp1 miliar. Hal ini menjaga terjadinya perubahan perilaku bagi WP maupun PKP yang tidak ditetapkan dengan SK WP Patuh dan PKP Berisiko Rendah.
Selanjutnya, dalam pemantauan internal, perlu dicermati mengenai keseimbangan antara hak yang diterima dan kewajiban yang dilaksanakan oleh WP. Sejauh ini, modul kepatuhan berbasis risiko belum menjangkau hak WP yang diberikan oleh KPP melalu sejumlah layanan, khususnya layanan unggulan. Adanya data pemicu berupa pemenuhan hak WP oleh DJP, misalnya pencairan restitusi PPN dipercepat, dapat menjadi indikator tambahan bagi AR Pengawasan maupun Fungsional Pemeriksa dan Fungsional Penilai Pajak dalam mempertimbangkan langkah-langkah pengamanan penerimaan negara melalui proses bisnis pengawasan.
Sejalan dengan semangat dalam menghadapi pandemi Covid-19, fungsi pajak sebagai pelindung tetap dikedepankan. Pemberian insentif restitusi PPN dipercepat adalah salah satu dari sejumlah upaya pemerintah dalam memberikan insentif mendukung sektor usaha terdampak pandemi. Evaluasi berkelanjutan dan tata laksana berbasis teknologi informasi yang efektif dan efisien akan menjaga laju bahtera “Indonesia Maju” dalam mencapai pelabuhan kesejahteraan tetap dalam jalur yang seharusnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan seorang Hakim Amerika Serikat Arthur T. Vanderbilt bahwa, pajak adalah urat nadi pemerintah dan tidak ada wajib pajak yang diizinkan untuk lolos dari pembayaran bagiannya yang adil dari beban kontribusinya.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 2377 kali dilihat