Marketplace sebagai Mitra Pajak, Bukan Pajak Baru

Oleh: Muhamad Satya Abdul Aziz, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Dalam era ekonomi digital yang berkembang pesat, pemerintah terus berupaya menyesuaikan kebijakan perpajakan agar tetap relevan dan efektif. Salah satu langkah strategis yang sedang dirancang adalah rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant melalui mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Langkah ini bukanlah bentuk pengenaan pajak baru, melainkan pengalihan mekanisme pemenuhan kewajiban perpajakan yang sebelumnya dilakukan secara mandiri oleh pedagang online. Melalui sistem baru ini, marketplace, sebagai pihak yang sudah memiliki sistem teknologi dan data transaksi yang mumpuni, akan ditunjuk untuk memungut dan menyetorkan PPh Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant.
Bukan Pajak Baru, Melainkan Penyederhanaan
Rencana ini bertujuan untuk menyederhanakan proses pemungutan pajak dan mempermudah pelaku usaha, khususnya merchant online, dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Dalam sistem yang dirancang, pembayaran pajak tidak lagi harus dilakukan secara mandiri oleh pedagang, tetapi akan otomatis dipungut oleh platform tempat mereka berjualan. Hal ini diyakini akan meningkatkan kepatuhan pajak sekaligus mengurangi beban administratif bagi parapelaku usaha.
Penting untuk dicatat bahwa kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar perpajakan di Indonesia, yaitu bahwa setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh wajib pajak dikenakan pajak. Dalam konteks digital, penjualan barang melalui marketplace tetap merupakan objek pajak yang sah. Marketplace hanya berperan sebagai fasilitator pemungutan pajaknya.
Perlindungan bagi Pelaku UMKM
Kekhawatiran publik terhadap potensi beban pajak bagi pelaku usaha kecil ditanggapi dengan jelas oleh pemerintah. Dalam rencana ini, pedagang orang pribadi dalam negeri dengan omzet hingga Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku. Artinya, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tetap mendapat perlindungan fiskal dan tidak terdampak langsung oleh skema pemungutan ini.
Mendorong Keadilan dan Kepatuhan
Salah satu motivasi utama dari kebijakan ini adalah menciptakan keadilan antarpelaku usaha, baik yang berjualan secara konvensional maupun digital. Dengan mekanisme pemungutan melalui marketplace, sistem perpajakan menjadi lebih transparan, seragam, dan mencerminkan kapasitas ekonomi dari setiap pelaku usaha secara lebih akurat.
Tak hanya itu, langkah ini juga berkontribusi terhadap pemberantasan praktik ekonomi bayangan (shadow economy) yang selama ini sulit diawasi. Keterlibatan platform digital sebagai mitra dalam pemungutan pajak akan memperluas basis pajak dan mendorong partisipasi yang lebih luas dari para pelaku usaha dalam sistem perpajakan nasional.
Kolaborasi dan Transparansi
Penyusunan kebijakan ini telah melewati tahap meaningful participation, yaitu proses pembahasan dan konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri e-commerce dan kementerian/lembaga terkait. Proses ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam membangun kebijakan perpajakan yang inklusif dan responsif terhadap perkembangan zaman.
Meski saat ini aturan tersebut masih dalam tahap finalisasi, pemerintah telah menyampaikan keterbukaan informasi dan berkomitmen untuk melakukan sosialisasi secara menyeluruh jika kebijakan ini resmi diberlakukan. Keterbukaan ini menjadi kunci utama dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan yang adil dan modern.
Penutup
Transformasi kebijakan perpajakan digital adalah keniscayaan dalam menghadapi tantangan global. Penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 bukan hanya solusi administratif, tetapi juga wujud nyata dari modernisasi sistem perpajakan nasional. Melalui pendekatan yang adil, proporsional, dan transparan, diharapkan seluruh pelaku usaha dapat berkontribusi sesuai kemampuannya dalam membangun negeri.
Dengan pemahaman dan kolaborasi yang baik antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, kebijakan ini dapat menjadi langkah maju dalam mewujudkan ekosistem perpajakan digital yang sehat dan berkelanjutan.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.