Oleh: Yudha Wijaya, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Ramai di media sosial soal membangun rumah sendiri dikenai pajak pertambahan nilai (PPN). Narasi yang berkembang adalah PPN atas kegiatan membangun sendiri (KMS) merupakan pajak baru.

Padahal obrolan yang sama tentang KMS itu terjadi dua tahun lalu ketika Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri diberlakukan per April 2022 (selanjutnya disebut PMK-61). Topik obrolan tentang KMS mencuat lagi ke permukaan semenjak ada isu kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang akan berlaku awal tahun depan.

Bukan Pajak Baru

Jika kita tarik benang merah jauh ke belakang, PPN KMS sebenarnya sudah ada sejak 1 Januari 1995, hampir tiga dekade silam. Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 595/KMK.04/1994 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri yang Dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan Tidak dalam Lingkungan Perusahaan atau Pekerjaan (selanjutnya disebut KMK-595).

KMK-595 merupakan pengejawantahan dari ketentuan dalam Pasal 16C Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN/PPnBM). KMK-595 ini beberapa kali diperbarui, terakhir dengan PMK-61 itu tadi. Lain kata, PPN KMS sama sekali bukanlah jenis pajak baru.

KMS adalah kegiatan membuat bangunan, yang bisa dilakukan oleh siapapun untuk membangun bangunan baru dari tidak ada menjadi ada atau sekadar melakukan renovasi bangunan semisal perluasan bangunan lama.

Dalam perjalanannya, kebijakan tentang PPN KMS mengalami perubahan beberapa kali, dan itu pun hanya terbatas pada luasan objek pajak terutang dan besaran tarifnya.

Subjek terutang PPN KMS adalah orang pribadi atau badan yang membangun tidak dalam kegiatan usahanya atau pekerjaannya. Apabila kegiatan membangun dilakukan oleh pelaku usaha jasa konstruksi maka tidak terutang PPN KMS.

Objek terutang PPN KMS adalah kegiatan membangun pada luasan 200 meter persegi ke atas. Jadi masyarakat tidak perlu khawatir harus bayar pajak apabila hanya membangun atau merenovasi dengan luasan 50 meter persegi atau 100 meter persegi.

Saat terutangnya PPN KMS terjadi pada saat mulai dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai. Jumlah biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan setiap masa pajak untuk membangun bangunan merupakan dasar pengenaan pajak PPN KMS, tidak termasuk biaya perolehan tanah.

Apabila KMS dilakukan sejak bulan April sampai dengan Juli maka PPN KMS harus dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan di bulan-bulan tersebut. PPN KMS wajib disetor ke kas negara menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.  Pelaporan atas penyetoran PPN KMS hanya wajib dilakukan apabila subyek terutang adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Tarif PPN KMS hanya 2,2%, yakni hanya 20% dari tarif PPN yang berlaku yang besarnya 11%. Ketika tahun depan akan diberlakukan tarif PPN 12% maka tarif PPN KMS menjadi 2,4%. Itulah kenapa isu tentang kenaikan tarif PPN mengemuka kembali PPN KMS karena besaran tarif efektifnya akan ikut naik.

Menilik bahwa masih banyak kalangan yang belum memahami ketentuan soal PPN KMS, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) perlu memanfaatkan momen ini untuk mengingatkan kembali kepada masyarakat yang sedang atau berencana akan menggelontorkan uangnya untuk menyediakan tempat tinggal atau tempat usaha yang lebih nyaman. Masyarakat perlu diedukasi, bahwa di balik kegiatan membangun sendiri itu, terkandung juga kewajiban perpajakan, khususnya PPN.

Berkaca pada Ragam Kampanye

Regulasi perpajakan yang tersedia saat ini bisa dibilang tidak sedikit. Ada beleid terkait ketentuan umum perpajakan, pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, dan juga bea meterai. Payung hukum tersebut dimuat dalam rangkaian peraturan perundangan-undangan, mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, hingga Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Tantangan yang perlu direspons DJP adalah memastikan kebijakan yang digulirkan dapat diketahui, dipahami dan diterapkan oleh masyarakat dan para pelaku usaha. Untungnya, DJP memiliki sejumlah program edukasi perpajakan yang cukup mapan. Beberapa di antaranya adalah bebagai kegiatan di bawah ini.

Spectaxcular adalah kegiatan yang dikemas di luar ruang yang melibatkan kolaborasi sejumlah unit dalam kepanitiaan. Spectaxcular umumnya digelar pada momen Hari Pajak, setiap bulan Juli. Kegiatan tersebut antara lain menghadirkan pesan-pesan perpajakan melalui ceramah singkat pimpinan tertinggi, penyediaan booth layanan perpajakan dan hiburan yang diisi oleh musisi terkenal. Spectaxcular telah menjadi program unggulan DJP beraura edukasi supaya institusi DJP dan kebijakan perpajakannya dikenal masyarakat.

Pajak Bertutur adalah kegiatan DJP yang dilakukan di sekolah-sekolah. Kegiatan tersebut mengenalkan pajak kepada murid sekolah dasar hingga mahasiswa perguruan tinggi untuk menanamkan nilai-nilai kesadaran pajak. Sejumlah narasumber mengenalkan dan memberikan wawasan tentang pajak dan manfaatnya kepada future taxpayer tersebut. Metode penyampaian yang sangat menarik, paparan materi yang sederhana, kostum lucu yang dikenakan narasumber, dan gelaran kuis adalah variasi untuk mendapatkan keterlibatan siswa yang hadir dalam kegiatan tersebut sehingga pesan edukasi dapat lebih membekas.

Penagihan serempak adalah kegiatan penagihan tahapan tertentu yang dikelola oleh suatu kantor wilayah DJP. Kegiatan ini melibatkan seluruh unit penagihan pada kantor pelayanan pajak di bawahnya. Proses bisnis dalam penagihan aktif meliputi penerbitan surat teguran, penyampaian surat paksa, pemblokiran rekening, pelaksanaan sita, lelang objek sita, jika perlu perintah untuk melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, serta kegiatan pencegahan dan penyanderaan.

Namun demikian, hanya pelaksanaan sita, pelaksanaan blokir dan pelaksananaan lelang serempak yang menjadi kegiatan unggulan. Pemberitaan pada media massa atas kegiatan tersebut berdampak pada peningkatan kepatuhan bayar dari para penunggak pajak.

Kegiatan lain yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh unit vertikal dari Sabang sampai Merauke adalah Lapor SPT Tahunan, Buka Pojok Pajak, pemadanan Nomor Induk Kependudukan menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NIK-NPWP), dan yang masih segar dalam ingatan adalah edukasi Coretax.

Edukasi PPN KMS

Sekarang, bagaimana apabila dilakukan Edukasi KMS Serempak? Kegiatan yang dapat dilakukan adalah kantor wilayah DJP mengemas sinergi antara Account Representative dan Fungsional Penyuluh Pajak/Asisten Penyuluh Pajak untuk melakukan penyisiran secara serempak terhadap wajib pajak yang melakukan KMS.

Apabila berkesempatan ketemu dengan pemilik bangunan Tim Sisir dapat melakukan edukasi on the spot. Jika tidak bertemu, Account Representative dapat menggunakan hasil penyisiran untuk dijadikan dasar imbauan kepada pemilik bangunan dan selanjutnya Fungsional Penyuluh Pajak/Asisten Penyuluh Pajak bersiap untuk melakukan edukasi apabila pemilik bangunan datang meminta penjelasan.

Kantor wilayah DJP dan kantor pelayanan pajak perlu mengamplifikasi kegiatan KMS Serempak tersebut karena pemberitaan menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Media massa dan media sosial perlu dimanfaatkan untuk memberitahukan kepada masyarakat lokal bahwa DJP tengah gencar melakukan kegiatan edukasi secara door to door kepada pemilik bangunan. Kegiatan membangun bangunan dapat terutang pajak. KPP Pratama Badung Utara sudah melakukan KMS serempak belum lama ini.

Kesempatan untuk melakukan edukasi atas PPN KMS sedang mendapatkan momentum terbaiknya. DJP melalui unit kerja di bawahnya dapat bergerak bersama agar mendapat hasil optimal. Sasarannya adalah masyarakat yang sedang melakukan kegiatan membangun bangunan.

Apabila mereka paham pajak, perilaku bayar dan lapornya berubah. Tentu hal ini akan menambah penerimaan kas negara. DJP tentunya senantiasa mendorong peran serta masyarakat dalam bergotong-royong membangun negara melalui pembayaran PPN KMS. Dan ini dapat diwujudkan melalui Edukasi KMS Serempak.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.