Oleh: Afrialdi Syah Putra Lubis, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Setelah empat kali perpanjangan penghentian tatap muka, seluruh satuan kerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akhirnya kembali membuka aktivitas pelayanan dengan wajib pajak. Tepat tiga bulan, baik itu Kantor Pajak Pratama (KPP) dan Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) menutup diri dari aktivitas tatap muka dengan wajib pajak.

New Normal, istilah baru yang merepresentasikan kondisi dan aktivitas yang baru akibat pandemi Covid-19. Aktivitas yang berbulan-bulan terhenti karena regulasi yang menyarankan segalanya aktivitas di luar dan kontak fisik harus dikurangi mau tidak mau harus dimulai kembali jika tidak ingin tergerus ekonomi. Dengan poin pentingnya adalah koridor kesehatan menjadi faktor utama aktivitas semula kembali dibuka. Segalanya serba baru, mulai dari interaksi, ativitas, dan fasilitas umum menggunakan format baru selama pandemi ini belum dikatakan hilang dari negeri ini. Termasuk satuan kerja DJP yang akan melakukan protokoler kesehatan ketika membuka pelayanan tatap muka dengan wajib pajak sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 33/PJ/2020.

Banyak perubahan yang terjadi dari sebelumnya itu pasti. Demi keselamatan dan kesehatan semuanya wajib mengikuti aturan jika tidak ingin dirumahkan seperti bulan-bulan sebelumnya. Termasuk juga dengan DJP yang memberikan aturan kepada seluruh satuan kerjanya ketika tanggal 15 Juni 2020 penghentian tatap muka resmi dihentikan, yang artinya wajib pajak bisa dapat kembali berkunjung ke KPP maupun KP2KP dengan syarat wajib koridor kebersihan dan kesehatan yang wajib diikuti.

Layanan tatap muka dengan wajib pajak kembali dibuka apakah ada perubahan dengan perilaku wajib pajak?

Bagi wajib pajak yang selama ini merespon baik kebijakan DJP selama penghentian tatap muka ini sepertinya akan tetap melanjutkan cara mereka dalam menjalankan kewajiban perpajakan meskipun KPP dan KP2KP sudah mengucapkan "silahkan masuk" untuk setiap wajib pajak yang datang ke Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). Namun bagi mereka yang selama ini masih menunggu dan bertanya kapan pelayanan kembali dibuka sepertinya akan mengeluarkan segala akumulasi pertanyaan yang tidak diperoleh selama masa work from home (WFH).

Akan banyak konsultasi dan pertanyaan yang hadir di TPT, sebanyak aturan yang telah diterbitkan selama pandemi ini. Bagi wajib pajak yang hanya menunggu waktu datangnya hari penghentian layanan tatap muka, para petugas bersiap untuk mendengar alasan klasik yang sudah diketahui sebelumnya.

  • Pembatasan Layanan dan Konsultasi Perpajakan

Harus diakui kalau tidak semua wajib pajak mengikuti aturan dan tata cara menjalankan kewajiban perpajakan selama penghentian aktivitas tatap muka DJP. Ada yang mengambil kesimpulan sendiri atas aturan yang telah diterbitkan selama ini tanpa memastikan bagaimana mekanisme dari aturan tersebut. Ada juga yang apatis atas aturan dan kebijakan yang telah dijalankan selama masa wabah ini dan hanya menunggu waktu kapan aktivitas tatap muka kembali dibuka. Kedua penjelasan di atas akan mengakibatkan lonjakan kehadiran wajib pajak yang datang ke TPT untuk menanyakan segala pertanyaan yang sengaja atau tidak disengaja ditahan oleh wajib pajak untuk ditanyakan langsung ke kantor pajak.

Akumulasi konsultasi akan tersaji ketika aktivitas tatap muka kembali dilakukan. Beragam pertanyaan akan muncul mulai dari bagaiamana penerapan insensif dan fasilitas pajak sampai dengan hal rutin yang setiap hari terjadi, yakni pendaftaran NPWP dan pelaporan SPT Masa manual. Harus diakui bahwa selama penghentian tatap muka jumlah pendaftaran NPWP memang tetap ada, namun jika dibandingkan dengan pendaftaran yang secara langsung ke kantor jumlah NPWP yang terbit tidak sebanyak pendaftaran secara elektronik. Sedangkan untuk pelaporan SPT Masa manual mengalami penurunan akibat masih ketidaktahuan wajib pajak dalam mendapatkan informasi.

Ada beberapa kebijakan yang dilakukan selama satuan kerja DJP kembali buka di masa kenormalan baru ini, salah satunya tentang layanan perpajakan. Tidak seluruh layanan perpajakan dapat dilayani dengan tatap muka. Adapun pelayanan yang sudah disediakan secara daring, tetap dilakukan tanpa tatap muka yang dapat dilakukan melalui laman web pajak.go.id. Berikut adalah layanan-layanan tersebut:

  1. Pendaftaran NPWP
  2. Pelaporan SPT Tahunan dan SPT Masa yang sudah wajib e-filling
  3. Surat Keterangan Fiskal (SKF)
  4. Validasi SSP PPhTB
  • Pilihan Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan

Secara tidak langsung akan ada perubahan perilaku wajib pajak ketika KPP dan KP2KP kembali dibuka. Hal itu dikarenakan wajib pajak harus mengikuti koridor kesehatan yang dilakukan selama kantor pajak membuka kembali aktivitas tatap muka. Ini akan menjadi dua pilihan bagi wajib pajak untuk memilih tetap melanjutkan konsultasi secara daring dan lewat telekomunikasi atau datang langsung ke TPT dengan mengikuti aturan selama proses pelayanan di kantor pajak.

Berbicara perilaku wajib pajak rasanya akan ada perbandingan wajib pajak yang berada di kota di mana kemudahan dalam mengakses layanan perpajakan sangat mudah dengan wajib pajak yang berada dan terdaftar di wilayah kerja yang memang harus menuntut mereka untuk datang langsung ke kantor pajak. Wajib pajak berhak memilih satu di antara keduanya atau bahkan menggunakan dua pilihan tersebut demi mendapatkan jawaban dari segala pertanyaan yang muncul terkait kewajiban perpajakan selama wabah Covid-19 ini.  

Tatap muka memang merupakan konsultasi paling efektif jika dibandingkan dengan konsultasi secara daring maupun lewat telekomunikasi. Petugas pajak juga harus bersiap ketika ekspektasi wajib pajak yang datang ke kantor pajak akan tetap sama ketika mereka terakhir kali datang sebelum penghentian aktivitas tatap muka mulai dilakukan. Beberapa papan informasi wajib diberikan demi menambah informasi bagi wajib pajak yang sudah terlanjur datang ke kantor pajak. Banyaknya sumber informasi mengenai wabah saat ini diperlukan untuk menambah pengetahuan wajib pajak terkait adanya perubahan dalam proses melayani dan konsultasi perpajakan di masa kenormalan baru ini.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja