Oleh: Sri Lestari Pujiastuti, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Sektor properti menjadi salah satu sektor yang paling terpukul karena adanya pandemi Covid-19. Wakil Ketua DPP Real Estate Indonesia (REI) Bidang Pertanahan Adri Istambul Lingga Gayo seperti dikutip oleh katadata.co.id (4/5) menyatakan anjloknya penjualan mulai terasa pada Maret, yakni turun 50% dari bulan sebelumnya. Lalu semakin tajam memasuki April, setelah kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan di sejumlah daerah. PSBB telah membatasi pergerakan manusia yang berdampak pada perlambatan ekonomi.

Memasuki bulan Juni 2020 dengan tetap berpegang pada protokol kesehatan pencegahan Covid-19, Pemerintah berencana untuk melakukan pelonggaran PSBB dan bersiap untuk memasuki sebuah era kenormalan baru. Segala persiapan terkait pemulihan ekonomi dilakukan oleh Pemerintah, termasuk dengan diterbitkannya PP 23/2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional. Tidak hanya sektor properti, sektor-sektor lain pun menaruh asa.

Turunnya harga properti akibat pandemi yang berakibat pada banyaknya penawaran menarik bagi konsumen di satu sisi sebenarnya menjadi sebuah peluang besar sektor ini akan segera bangkit kembali. Hal ini mengingat kebutuhan perumahan masyarakat terus meningkat. Bagi mereka yang selama ini merasa hanya dapat bermimpi untuk memiliki  rumah karena harga yang tidak terjangkau, kini sangat boleh untuk mulai berencana mewujudkannya.

Terkait dengan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (PHTB) diatur dalam PP 34/2016. Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam proses PHTB adalah adanya Surat Setoran Pajak (SSP) pembayaran PPh Final PHTB yang telah divalidasi oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Ketentuan tersebut termaktub dalam Pasal 3 ayat (5) PP 34/2016, ”Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi  atau badan dimaksud bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak yang bersangkutan yang telah dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan Pajak.”

e-PHTB

Jauh sebelum Covid-19 melanda Indonesia pada awal Maret 2020, DJP tengah melakukan Reformasi Perpajakan Jilid III. Salah satu bidang yang direformasi adalah bidang Teknologi Informasi dan regulasi. Layanan perpajakan seluruhnya diharapkan dapat terstandarisasi yang diwujudkan melalui digitalisasi dan otomasi layanan. Upaya digitalisasi juga ditujukan untuk mempersempit peluang timbulnya fraud dalam penyelenggaraan layanan pajak. Tidak hanya itu, digitalisasi dimaksudkan untuk mendorong peringkat kemudahan berusaha Indonesia (Easy of Doing Business / EoDB) melalui perbaikan kualitas layanan.

Sebagai catatan Laporan Doing Business 2020 yang dirilis World Bank Group (WBG) mencatat posisi stagnan Indonesia yang berada di peringkat 73. Indeks EODB memiliki 10 indikator, yakni: starting a business, dealing with construction permits, getting electricity, registering property, paying taxes, trading across borders, getting credit, protecting minority investors, enforcing contracts, dan resolving insolvency. Meski stagnan, terjadi peningkatan yang signifikan untuk area paying taxes (pembayaran pajak) yang kini menduduki peringkat 81 (skor 75,8). Posisi ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya di posisi 112 (skor 68,4).

Salah satu perbaikan pada area paying taxes yang mendongkrak peringkat Indonesia adalah waktu yang dihabiskan untuk mengurus pajak (time to comply) menjadi lebih cepat, yaitu dari 208 jam menjadi 191 jam per tahun. Indonesia membuat pembayaran pajak lebih mudah dengan menerapkan sistem pelaporan dan pembayaran daring. Beberapa perbaikan  yang telah dilakukan seperti dihilangkannya kewajiban pelaporan SPT PPh Pasal 25 dan mekanisme restitusi dipercepat sejatinya belum terliput dalam laporan tahun ini. Karenanya  besar harapan kita semua bahwa peringkat EoDB khususnya pada area paying taxes akan mengalami peningkatan di masa mendatang.

Namun sangat disayangkan meski area paying taxes telah berhasil menduduki peringkat 81, masih terdapat empat area atau indikator yang berada pada peringkat di atas 100 yaitu: starting a business (140), dealing with construction permit (110), registering property (106), dan trading across border (116).  Sebagai upaya untuk memperbaiki area registering property, pada akhir Februari 2020 DJP melakukan reformasi melalui teknologi  Informasi dengan meluncurkan e-PHTB.

e-PHTB adalah layanan daring validasi Surat Setoran Pajak (SSP) PPh atas pengalihan tanah dan atau bangunan (PPhTB) yang disediakan oleh DJP. Wajib pajak dapat memanfaatkannya dengan mengakses saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id. e-PHTB dibuat sebagai implementasi dari Per-21/PJ/2019 tanggal 31 Desember 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-18/PJ/2017 Tentang Tata Cara Penelitian Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau bangunan beserta Perubahannya.

Pasal 3 ayat (1) Per-21/PJ/2019 berbunyi, "Untuk keperluan pembuktian pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 harus mengisi formulir dengan mengakses laman Direktorat Jenderal Pajak." Selanjutnya pada ayat (2) di pasal yang sama berbunyi, "Pembuktian yang dilakukan melalui laman Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penelitian formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2."

Surat Keterangan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran PPh diterbitkan sepanjang (a) data identitas wajib pajak dalam bukti pemenuhan kewajiban penyetoran PPh dengan data sistem informasi DJP; (b) jumlah PPh yang disetor oleh wajib pajak dengan PPh yang terutang dinyatakan oleh wajib pajak; (c) dan kode akun pajak, kode jenis setoran, dan jumlah PPh yang disetor oleh wajib pajak, dengan data penerimaan pajak dalam Modul Penerimaan Negara. Keuntungan melakukan validasi SSP PPhTB melalui e-PHTB adalah Surat Keterangan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran PPh diterbitkan seketika setelah wajib pajak mengisi formulir melalui laman DJP. Bandingkan dengan jangka waktu yang diperlukan apabila permohonan validasi SSP PHTB disampaikan secara langsung ke KPP sebagaimana diatur dalam Pasal  4 ayat (2) Per-21/PJ/2019, yaitu 3 hari kerja.

Kembali ke soal validasi SSP PPhTB secara daring, wajib pajak harus memperhatikan batasan dalam penggunan e-PHTB di mana layanan aplikasi ini hanya memfasilitasi (a) permohonan yang menggunakan tarif tunggal; (b) pembayaran dengan SSP/NTPN; dan (c) jumlah pembayaran kurang dari 10 SSP/NPTN.

Sejalan dengan Protokol Pencegahan Penyebaran Covid-19

Dengan dibukanya kembali layanan tatap muka pada unit-unit kerja DJP, Dirjen Pajak telah menerbitakan SE-33/PJ/2020 tanggal 5 Juni 2020 tentang Panduan Umum Pelaksanaan Tugas Dalam Tatanan Normal Baru di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.  Dengan memperhatikan protokol pencegahan penyebaran Covid-19 (di antaranya social distancing dan physical distancing), layanan tatap muka diselenggarakan kembali, kecuali layanan tertentu dikarenakan layanan tersebut dapat dilakukan secara daring baik melalui kring pajak 1500200, email resmi unit kerja, layanan chat ataupun melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id. Layanan dimaksud adalah (a) pendaftaran NPWP; (b) Pelaporan SPT Tahunan dan SPT Masa yang sudah wajib e-Filing; (c) Surat Keterangan Fiskal (SKF); (d) Surat Keterangan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran PPh atas Pegalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan atau Perubahan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan (Validasi SSP PPhTB); (e) Aktivasi dan lupa Electronic Filing Identification Number (EFIN); dan (f) Layanan di Unit Pelaksana Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Bandar Udara (UPRPPN Bandara).

Mengingat belum ditetapkannya Keppres tetang penetapan berakhirnya saat bencana nonalam Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai bencana nasional, maka pelaksanaan Pelayanan Administrasi Perpajakan (permohonan validasi SSP PPhTB termasuk di dalamnya) sesuai PMK-29/PMK.03/2020 dan SE-26/PJ/2020. Pelaksanaan Pelayanan Administrasi dimaksud dalam dilakukan dengan cara melalui pengiriman pos atau jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat.

Semoga dengan pelaksanaan Pelayanan Administrasi Perpajakan yang selaras dengan protokol pencegahan penyebaran Covid-19 serta disiplin masyarakat yang tinggi kita menapaki era kenormalan baru dengan gilang gemilang.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.