Oleh: Wisnu Saka Saputra, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Setiap hari, kita menghadapi tantangan global yang semakin mendesak, yaitu sampah yang kian menggunung, baik dari rumah tangga, bisnis, maupun industri. Di tengah ketidakpastian perubahan iklim dan kekhawatiran akan lingkungan, ada instrumen yang muncul sebagai pionir dalam perubahan perilaku, yaitu landfill tax atau pajak tempat pembuangan akhir (TPA).

Landfill tax atau pajak atas TPA merupakan salah satu alat untuk mengurangi dampak lingkungan negatif dari limbah yang dibuang di landfill. Pajak ini memiliki tujuan ganda, yaitu mengurangi jumlah limbah yang mencemari tanah dan air, serta mendorong penggunaan anggaran belanja alternatif yang lebih ramah lingkungan dalam mengelola limbah.

TPA merupakan destinasi terakhir bagi banyak jenis limbah, termasuk limbah rumah tangga, komersial, dan industri. Dengan memberlakukan pajak pada limbah yang dibuang di tempat pembuangan akhir, pemerintah dapat memberi insentif ekonomi bagi perusahaan dan individu untuk mengurangi limbah yang dihasilkan dan mencari cara-cara lebih baik untuk mengelola limbah mereka.

Mekanisme Landfill Tax

Landfill tax biasanya dihitung berdasarkan berat atau volume limbah yang dibuang di TPA. Semakin banyak limbah yang dibuang, semakin tinggi pajak yang harus dibayarkan. Penerimaan dari pajak ini biasanya digunakan untuk mendukung program-program pengelolaan limbah yang lebih berkelanjutan dan perlindungan lingkungan.

Landfill tax bukan hanya tentang mengenakan biaya tambahan pada perusahaan dan individu, namun juga sebagai langkah proaktif untuk mengubah perilaku (fungsi regurelend). Pemberlakuan landfill tax dapat memberikan insentif ekonomi bagi perusahaan dan individu untuk mengurangi limbah yang dihasilkan dan mendorong inovasi untuk mengelola limbah tersebut.

Selain itu, landfill tax juga dapat membantu mendorong terobosan dalam pengelolaan limbah dan mempromosikan kesadaran tentang pentingnya pengurangan limbah dan perlindungan lingkungan. Jika landfill tax ini diterapkan, pajak yang dikumpulkan dapat dikembalikan ke lingkungan, sebagai bentuk prinsip polluter pay principle.

Jika kita lihat di Selandia Baru, penerimaan negara yang berasal dari landfill tax akan dikembalikan ke pemerintah daerah untuk membiayai belanja daerah terkait kegiatan monitoring dan kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan sampah. Dengan memiliki penerimaan khusus untuk penanganan sampah sendiri, hal ini tidak mengganggu alokasi anggaran bidang lain yang diperoleh dari sumber penerimaan pajak lainnya.

Menakar Efektivitas Penerapan

Landfill tax telah diterapkan di berbagai negara termasuk Belanda, Inggris, Prancis, Denmark, dan Austria. Indonesia dapat belajar dari perbandingan mekanisme landfill tax di lima negara tersebut untuk mengetahui efektivitas penerapan dari jenis pajak tersebut. Efektivitas landfill tax dapat dilihat dari dampak lingkungan yang ditimbulkan dari pemberlakuan pajak tersebut.

Berdasarkan penelitian dengan judul Menilik Penerapan Landfill Tax di Negara Lain dan Urgensi Penerapannya di Indonesia yang dilakukan oleh Ula dan Liyana (2020), terdapat dua faktor yang mempengaruhi efektivitas landfill tax, yaitu kebijakan pendukung dan tarif.

Secara umum, negara-negara yang menerapkan landfill tax juga mengadopsi kebijakan pendukung seperti kebijakan larangan untuk membuang sampah dalam batas jumlah tertentu di TPA (landfill ban) dan pajak atas pembakaran sampah (incineration tax) untuk mengatasi masalah penimbunan sampah. Namun, dampak dan keberhasilan dari kombinasi kebijakan ini bervariasi.

Dalam beberapa kasus, seperti di Belanda, penerapan landfill ban yang ketat tampaknya membuat landfill tax menjadi kurang efektif. Di sisi lain, kombinasi landfill tax dengan kebijakan pencegahan dan daur ulang, seperti yang terjadi di Austria, telah menghasilkan tingkat daur ulang yang tinggi dan tingkat penimbunan yang rendah.

Denmark juga berhasil mengurangi penimbunan sampah dengan menggabungkan landfill tax dengan landfill ban yang diterapkan sejak awal. Namun, penting untuk dicatat bahwa penggabungan landfill tax dengan pajak lain dalam biaya tetap, seperti yang terjadi di Inggris, tidak efektif dalam mencapai tujuan lingkungan yang diharapkan.

Kesuksesan landfill tax dalam mengatasi masalah penimbunan sampah tergantung pada sejauh mana pajak tersebut disertai dengan kebijakan pendukung yang mendorong pencegahan dan daur ulang, serta bagaimana kebijakan ini diimplementasikan secara konkret di setiap negara.

Faktor kedua dalam menentukan efektivitas penerapan landfill tax yaitu tarif. Tarif yang tinggi memicu upaya daur ulang dan mengalihkan aliran sampah menuju alternatif pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan seperti daur ulang dan pembakaran. Prancis menunjukkan bahwa tarif landfill tax yang tinggi tidak hanya efektif dalam mengatasi penimbunan sampah, tetapi juga menghasilkan pendapatan tambahan yang signifikan.

Tarif pajak yang berbeda, seperti yang dilakukan di Australia, dengan mempertimbangkan karakteristik lingkungan TPA dapat mempercepat modernisasi TPA. Peningkatan tarif landfill tax, jika disertai dengan pengaturan yang tepat, dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mengatasi permasalahan penimbunan sampah dan mendorong praktik pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan.

Landfill tax terbukti efektif ketika digunakan untuk meningkatkan pengelolaan sampah dan ketika pendapatan yang terkumpul digunakan untuk mendorong praktik pengelolaan sampah yang lebih baik melalui program kredit pajak. Pajak ini mendorong pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan, seperti daur ulang, yang tercermin dalam penurunan limbah yang dibuang ke TPA dan peningkatan tingkat daur ulang setelah penerapannya.

Sementara itu, landfill tax menjadi kurang efektif jika kontribusi yang diberikan terhadap kelestarian lingkungan sangat terbatas. Sebagai contoh, di Inggris, dampak lingkungan dari landfill tax terlihat terbatas karena kurangnya dukungan kebijakan lainnya. Di Austria, penyesuaian tarif berdasarkan kondisi TPA membantu mengurangi dampak lingkungan secara keseluruhan. Di Prancis, tempat pembuangan sampah dengan sertifikasi lingkungan mendapatkan insentif pajak, mendorong pengelolaan sampah yang lebih baik dan lebih ramah lingkungan.

Menegok berbagai pengalaman dari berbagai negara, baik kisah sukses maupun pelajaran yang dapat dipetik, landfill tax sangat relevan untuk diterapkan di Indonesia. Hal ini mengingat kondisi lingkungan yang semakin terdegradasi. Pemerintah Indonesia dapat melakukan kajian terkait penerapan pajak tersebut.  Landfill tax dapat menjadi pendorong perubahan proses pengelolaan sampah dari ekonomi linier ke ekonomi sirkular dengan proses yang lebih ramah lingkungan. Hasil penerimaan pajak dari landfill tax bisa dialokasikan kembali untuk pembiayaan pemulihan dan pelestarian lingkungan.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.