Komitmen Pajak Wujudkan Transisi Ekonomi Hijau

Oleh: Dan Nembesa Ginting, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Tahun 2023 tercatat sebagai periode terpanas dalam sejarah. Temperatur bumi hampir melewati ambang batas kritis 1,5°C di atas suhu pra-industri. Kondisi ini memperparah dampak perubahan iklim. Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menurunkan emisi gas rumah kaca. Sebagian besar didominasi oleh bahan bakar fosil. Jika sektor tersebut tidak dikendalikan, pemanasan global terus meningkat.
Transisi menuju ekonomi hijau merupakan upaya global dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Pemerintah Indonesia turut berkomitmen melalui berbagai kebijakan, termasuk ketentuan perpajakan. Pajak memegang peran penting dalam mendukung transisi ini. Di antaranya dengan memberikan insentif bagi produk ramah lingkungan dan mendukung penggunaan energi terbarukan.
Salah satu produk ramah lingkungan yang terdampak adalah kendaraan listrik. Hal tersebut menjadi poin penting karena peran strategisnya dalam mengurangi emisi karbon. Pemerintah memberikan insentif berupa pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan pengurangan atau penghapusan bea masuk untuk komponen kendaraan listrik. Langkah ini bertujuan untuk mendorong adopsi teknologi ramah lingkungan yang menghasilkan emisi gas rumah kaca lebih rendah dibandingkan kendaraan berbahan bakar fosil. Hasilnya, regulasi ini dapat membantu menurunkan tingkat polusi udara dan memperbaiki kualitas lingkungan.
Terdapat manfaat turunan dalam pengembangan industri kendaraan listrik di dalam negeri, seperti menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Dengan lebih banyak masyarakat beralih ke kendaraan listrik, diharapkan dapat tercapai target emisi nol bersih yang menjadi bagian dari komitmen global untuk menjaga kenaikan suhu bumi di bawah 1,5°C.
Selain kendaraan listrik, pemerintah juga memberikan beberapa insentif pajak untuk investasi di sektor energi terbarukan. Pertama, pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN). Kebijakan ini bertujuan mengurangi biaya awal yang signifikan dalam proyek, seperti pembangkit listrik tenaga surya, angin, dan panas bumi. Hal ini dilakukan dengan membebaskan atau mengurangi PPN yang biasanya dikenakan pada peralatan dan komponen terkait pengembangan energi terbarukan. Dengan mengurangi beban pajak ini, proyek energi terbarukan menjadi lebih ekonomis sehingga menarik lebih banyak investasi.
Kedua, pengurangan pajak penghasilan (PPh). Dengan pengurangan PPh, perusahaan dapat mengurangi beban pajak atas keuntungan yang diperoleh. Insentif ini mengurangi risiko finansial yang terkait dengan proyek energi terbarukan. Diharapkan, insentif ini membuat lebih banyak investor tertarik untuk masuk ke sektor ini. Pengurangan PPh juga sering diberikan dalam bentuk tax holiday atau penangguhan pajak untuk jangka waktu tertentu.
Ketiga, pembebasan bea masuk. Dengan memberikan pembebasan bea masuk pada peralatan industri energi terbarukan, pemerintah berusaha menurunkan biaya awal investasi di sektor ini. Hal ini membantu biaya proyek energi terbarukan menjadi lebih ekonomis, sehingga menarik lebih banyak investor dan mempercepat adopsi teknologi ramah lingkungan. Pembebasan bea masuk ini sangat penting untuk mendukung target Indonesia dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Tidak hanya itu, pemerintah juga berupaya mengurangi emisi karbon melalui penerapan pajak karbon. Pajak ini pertama kali diterapkan pada tahun 2022 dan dikenakan pada sektor-sektor yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. Melalui kebijakan ini, perusahaan yang melebihi batas emisi yang diizinkan, harus membayar pajak tambahan berdasarkan jumlah karbon yang mereka hasilkan.
Tujuan utama dari pajak karbon adalah memberikan insentif ekonomi bagi perusahaan untuk mengurangi emisi. Diharapkan perusahaan dapat beralih ke energi yang lebih bersih dan efisien. Pendapatan dari pajak karbon juga dapat digunakan untuk mendanai proyek terkait energi terbarukan dan restorasi lingkungan.
Sebagai kesimpulan, berbagai insentif perpajakan merupakan langkah strategis untuk mendorong pengembangan proyek energi terbarukan. Insentif-insentif ini tidak hanya mengurangi beban finansial bagi para investor, tetapi juga mempercepat transisi menuju penggunaan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Melalui kebijakan yang tepat dan dukungan fiskal yang kuat, diharapkan sektor energi terbarukan dapat tumbuh secara signifikan, berkontribusi pada bauran energi nasional, dan membantu Indonesia mencapai target emisi nol bersih pada tahun 2060.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 463 kali dilihat