Kisah Nabi Yusuf dan Hari Pajak

Oleh Muhamad Syafei Harahap, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Anda pasti sudah pernah mendengar cerita Nabi Yusuf. Kisah nabi satu ini merupakan salah satu kisah kenabian paling populer dan diketahui banyak orang yang secara garis besar tertulis dalam kitab suci. Terutama sekali tentunya cerita tentang ketampanan dan kegagahan sang nabi yang diyakini sebagai standar tertinggi ketampanan dan kegagahan seorang pria.

Ada suatu detil baru yang menggugah saya saat mengulang kembali kisah nabi ini dengan menonton film serial Nabi Yusuf karya sutradara Iran Farajullah Salahshur. Alkisah diceritakan bahwa Sang Raja Mesir saat itu bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi  betina yang kurus-kurus dan tujuh tangkai gandum hijau diikuti oleh tujuh tangkai gandum kering. Raja kemudian mengumpulkan para penasehatnya dan bertanya tentang takwil mimpi tersebut . Tidak ada yang mampu menakwilkan sehingga untuk menutupinya mereka lantas menjawab bahwa itu hanyalah mimpi-mimpi kosong belaka.

Nabi Yusuf yang saat itu berada di penjara karena fitnah kemudian dimintai tolong oleh seorang utusan yang pernah ditolongnya untuk menakwilkan mimpi sang raja. Nabi Yusuf dengan pertolongan Tuhannya menakwilkan bahwa akan datang tujuh tahun masa kesuburan. Masa itu hujan akan turun sepanjang tahun sehingga diibaratkan apabila benih ditebar di atas bebatuan sekalipun nicaya pasti tumbuh. Hasil panen berlimpah namun hendaknya hasil panen tersebut disimpan dalam bulir-bulir dengan tangkainya agar tidak cepat rusak. Setelah itu maka akan datang tujuh tahun masa paceklik dimana hujan tidak akan turun, tanah kering kerontang dan tidak mungkin ditanami sehingga untuk bertahan hidup akan menghabiskan semua yang dikumpulkan pada musim subur. Utusan itu kembali kepada Raja dan menceritakan tafsirnya. Singkat cerita Nabi Yusuf kemudian diangkat sebagai kepala bendahara dan penanggungjawab pertanian Mesir dengan tugas menangani penyimpanan gandum pada masa kesuburan dan mengatasi musim paceklik yang akan terjadi dalam waktu empat belas tahun ke depan.

Nabi Yusuf kemudian merencanakan langkah-langkah yang perlu diambil. Rencana beliau dalam tahun pertama masa subur ialah membangun lumbung-lumbung khusus tempat penyimpanan gandum yang berjumlah tujuh lumbung dalam satu komplek di setiap kota serta pembangunan irigasi sepanjang sungai Nil. Lumbung-lumbung tadi akan digunakan untuk menyimpan gandum yang dititipkan oleh rakyat dan akan diberikan kembali saat masa paceklik tiba. Lumbung yang dibuat harus mampu menjaga gandum agar tidak rusak dalam waktu tujuh tahun ke depan. Sudah barang tentu proyek tersebut membutuhkan dana yang sangat besar sementara simpanan pemerintah tidak mencukupi. Pemerintah membutuhkan dana yang sangat besar dalam waktu singkat.

Dengan kebijaksanaannya Nabi Yusuf mengajak rakyat ikut berperan serta. Kaum hartawan diminta membayar pajak tahunannya sekarang juga. Keringanan diberikan kepada siapapun yang membayar pajak satu tahun maka akan dibebaskan dari membayar pajak selama dua tahun berikutnya, apabila membayar dua tahun maka akan diberi keringanan selama empat tahun, begitu seterusnya sampai apabila membayar pajak sekarang untuk tujuh tahun ke depan maka ia akan diberikan tanda terima berupa keringanan untuk tidak membayar pajak selama empat belas tahun ke depan.

Rakyat yang telah dipahamkan menyangkut mimpi sang raja berbondong-bondong membayar pajak. Selain beperan serta dalam menghindari bencana paceklik mereka juga tertarik keringanan pembayaran pajak. Penentangan tetap ada dari sebagian kalangan masyarakat yang menimbukan intrik-intrik dan dinamikanya namun pada akhirnya lumbung-lumbung dan irigasi tersebut dapat berdiri dan digunakan. Lumbung-lumbung tadi mampu menjaga bangsa Mesir menghadapi bencana paceklik selama tujuh tahun bahkan membantu saudara-saudara Nabi Yusuf yang datang ke Mesir untuk membeli gandum, sampai akhirnya Nabi Yusuf kembali dapat berjumpa dengan ayahandanya Nabi Yaqub.

Lalu pelajaran apa yang bisa diambil dalam kisah ini? Keikutsertaan rakyat secara bersama-sama yang mampu menyelesaikan masalah-masalah bangsa terutama menghadapi sesuatu yang dianggap sebagai bencana yang akan tiba. Bencana bisa dimaknai sebagai kondisi apabila tujuan bangsa tidak tercapai baik sebagian atau seluruhnya. Sebagai dua sisi mata uang bencana sebenarnya mengiringi pencapaian target atau tujuan suatu bangsa. Apabila tercapai maka tantangan apapun bukanlah apa-apa. Bencana yang utama pada masa Nabi Yusuf adalah paceklik yang bisa menimbulkan kelaparan dan masalah sosial lainnya. Masa kini bencana bisa dalam bentuk ketertinggalan ekonomi yang bisa menimbulkan krisis, pengangguran, kemiskinan, infrastruktur yang tidak memadai dan lain lain masalah sosial. Apabila dilihat pada konstitusi Negara maka bencana adalah apabila bangsa ini tidak mencapai tujuan konstitusinya yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Sudah barang tentu dalam mewujudkan cita-cita tersebut kita membutuhkan kemandirian bangsa sendiri dengan cara penarikan pajak. Momentum peran serta rakyat secara konstitusi ditandai dengan digunakannya kata "Pajak" dalam Rancangan UUD Kedua yang disampaikan pada tanggal 14 Juli 1945 pada Bab VII HAL KEUANGAN – PASAL  23 dimana pada butir kedua menyebutkan : “Segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-Undang”. Tanggal tersebut kemudian ditetapkan sebagai Hari Pajak sesuai Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-313/PJ/2017 tanggal 22 Desember 2017. Selain untuk memberikan legitimasi historis kepada DJP sebagai soko guru utama kekuatan negara juga menggugah kepada segenap masyarakat untuk meningkatkan kesadarannya dalam pembayaran pajak.

Seyogyanya memang dalam suatu negara demokrasi peran serta masyarakat harus diatur secara tertulis sesuai kesepakatan antara rakyat dengan pemerintah. Rakyat harus dilibatkan dalam mencapai tujuan sebagaimana disebutkan dalam konstitusi sehingga tercipta kondisi harapan. Apabila tidak maka sudah tentu bencana yang akan tiba. Terlebih lagi dimasa sekarang tidak mungkin akan ada mimpi yang diturunkan kepada seorang pemimpin negara sebagai peringatan.(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.