Kantor yang Jauh, Jangan Lupa Pulang

Oleh: Adifa Ekananda, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Sore itu, hujan sedikit mereda dengan gerimis yang jatuh bersahutan. Saya berada di dalam kantor masih sibuk melayani satu antrean terakhir. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 16.45 waktu setempat, sementara layanan ditutup pukul 16.00. Namun hati ini rasanya tidak tega membiarkan seorang wanita paruh baya pulang dengan tangan hampa. Ya, wanita tersebut adalah antrean terakhir yang saya maksud, seorang wajib pajak yang rumahnya berjarak 53 km dari kantor saya.
“Bu, sebenarnya Ibu tidak perlu cetak kartu NPWP karena nanti NPWP akan digantikan oleh NIK. Nanti lapor pajaknya secara online saja ya Bu, biar Ibu tidak usah datang jauh-jauh kesini,” ucap saya seraya memberikan cetakan kartu NPWP. NPWP merupakan singkatan dari Nomor Pokok Wajib Pajak, dan NIK artinya Nomor Induk Kependudukan.
“Oh ya. Terima kasih ya, Pak”.
Hari itu saya menutup waktu bekerja dengan menerima ucapan terima kasih dari wajib pajak. Sesuatu yang terlihat sederhana namun entah bagaimana rasanya itu sejuk di hati. Pernah di suatu hari setelah memberikan layanan via WhatsApp kepada salah satu wajib pajak, ia mengirimkan pesan seperti ini, “Alhamdulillah, terima kasih banyak ya, Pak. Insyallah nanti kalau saya ada rezeki akan saya kirimkan pulsa.”
Tentu saja hal itu harus saya tolak, karena merupakan gratifikasi.
Seketika saya dengan rekan saya tertawa kecil sembari membalas, “Bu, mohon maaf kami tidak bisa menerimanya. Seluruh layanan yang diberikan tidak dipungut biaya. Ucapan terima kasih dari Ibu saja itu sudah lebih dari cukup bagi kami.” Sebenarnya bukan masalah besar atau kecil, namun di institusi tempat saya bekerja, Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), integritas adalah harga mati.
Setelah pulang dari kantor, saya rebahan sejenak dan tiba-tiba saya teringat pada Ibu dan Bapak di rumah. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Tak lama setelah itu, ponsel saya berdering dan tebak siapa yang menelepon? Ya betul, Ibu saya.
Letih seharian seolah terobati jika sudah ngobrol dengan Ibu. Kami saling bertanya tentang kabar, berbincang soal bagaimana masing-masing dari kami menjalani hari, dan hal-hal lain yang tentunya ada saja untuk dibicarakan. Di akhir pembicaraan, Ibu berpesan, “Lebaran nanti, Jangan lupa pulang ya.”
Dalam hati, tidak perlu diingatkan pun saya tentu tidak akan lupa untuk pulang. Tapi memang begitulah Ibu, saya tahu pasti Ibu sudah merindukan anaknya yang kantornya jauh dari rumah.
Sudah lebih dari dua tahun sejak keluarnya pengumuman penempatan pegawai DJP, saya bekerja di unit saya saat ini. Sebagai informasi, unit atau kantor saya berada di salah satu daerah di Provinsi Gorontalo. Saat itu ketika mengetahui jauhnya jarak dari rumah ke daerah penempatan, Ibu saya menangis. Namun betapa pun beratnya itu, Ibu saya akhirnya ikhlas melepas anaknya untuk memenuhi tugas negara.
Di sini saya tidak sendiri. Banyak juga teman seperjuangan yang merasakan hal yang sama seperti saya, jauh dari keluarga. Pada awal-awal masuk kerja, ada salah satu rekan saya pernah berkata, “Janganlah mencari kenyamanan, tapi ciptakanlah kenyamanan.”
Sejak saat itu saya mulai mencoba merajut "kenyamanan" dengan cara saya sendiri. Salah satu yang saya lakukan adalah dengan bertualang. Terhitung sudah banyak sekali tempat wisata alam di Gorontalo dan sekitarnya yang sudah saya kunjungi, tentunya bersama rekan-rekan seperjuangan saya di sini.
Selain itu, di sela-sela waktu melayani wajib pajak pun, saya sering berbincang dengan mereka. Tak jarang ada yang berkeluh kesah dan ada juga yang bersuka cita menceritakan pengalaman hidupnya. Percaya atau tidak, itulah hal kecil yang bisa membuat saya lebih nyaman saat bekerja.
Namun senyaman apa pun kondisi yang sudah diciptakan di lingkungan tempat kerja, saya berpesan jangan pernah lupa untuk pulang, apalagi jika tempat kerjanya jauh dari rumah. Pulanglah karena pasti ada kedatangan yang dinanti-nanti. Bisa jadi ada Ibu yang sudah tidak sabar agar masakannya dicicipi oleh anaknya, atau Bapak yang sudah kangen berbincang denga anaknya, atau saudara yang tidak sabar untuk bermain bersama-sama, Nenek atau Kakek yang siap memeluk cucunya dengan erat, atau bahkan ada yang hanya sekadar rindu bertemu dengan temannya.
Seperti itulah komitmen kita sebagai insan DJP, memenuhi tugas negara, juga sekaligus memiliki keluarga yang senantiasa menanti di rumah. Sebagai penutup, mari kita renungkan kutipan manis dari Rara Zarary dalam tulisannya yang berjudul “Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang”.
Pulanglah. Barangkali dengan pulang, kita tahu sejauh apa kita telah melangkah, selama apa kita pergi, dan sependek apa kita punya kesempatan.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 479 kali dilihat