Oleh: Teddy Ferdian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Tanggal 1 Januari 2025 menjadi awal resmi diimplementasikannya sistem teknologi informasi terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yakni Coretax DJP. Coretax DJP merupakan salah satu produk dari reformasi administrasi perpajakan yang dilakukan DJP beberapa tahun belakangan ini. Coretax DJP diharapkan menjadi solusi kemudahan administrasi layanan yang ditawarkan DJP tidak hanya kepada wajib pajak, namun juga kepada internal pegawai pajak sendiri. Coretax DJP mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia.

Masa awal pemberlakuan Coretax DJP dalam pelaksanaan administrasi perpajakan oleh wajib pajak bukan tanpa tantangan. Implementasinya ternyata mengundang banyak masukan dari wajib pajak. Tidak mengherankan jika di bulan Januari ini kantor pajak terlihat lebih ramai dari biasanya.

Setelah dulu kantor pajak selalu ramai ketika musim pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahuanan Pajak Penghasilan (PPh) dan dapat teratasi ketika pelaporan SPT Tahunan dapat dilakukan secara e-filing sudah berjalan, kini kantor pajak kembali ramai dikunjungi oleh wajib pajak. Banyak wajib pajak yang meminta informasi dan ingin berkonsultasi tentang penggunaan Coretax DJP. Kantor pajak bahkan membuka kelas pajak untuk edukasi terkait Coretax DJP.

Respons masyarakat terkait implementasi Coretax DJP bahkan meramaikan media sosial belakangan ini. Coretax DJP menjadi bahasan yang ramai didiskusikan di dunia maya. Masukan disuarakan tidak hanya oleh wajib pajak yang mengalami langsung pengalaman terkait penggunaan Coretax DJP, tetapi tampaknya juga ada pihak yang hanya ingin meramaikan komentar terkait implementasi Coretax DJP ini.

Dapat dipahami bahwa kebutuhan wajib pajak terkait pemenuhan kewajiban perpajakan memang harus benar-benar mendapatkan perhatian dari otoritas perpajakan. Fakta bahwa sistem baru yang diimplementasikan ternyata banyak menimbulkan komentar, menjadi tidak mengherankan ketika jagad medsos (dan pemberitaan di media massa) mewarnai komentar terhadap implementasi Coretax DJP. Namun, apakah masukan dan komentar terkait implementasi Coretax DJP adalah murni untuk saran perbaikan mutu layanan atau hanya sekadar penolakan terhadap suatu kebijakan, atau lebih jauh terhadap suatu institusi. Menjawab ini kita harus berkaca pada diri sendiri.

Introspeksi Diri

Saya jadi teringat dengan satu cerita motivasi yang pernah saya dengar dan baca. Ada satu cerita tentang pasangan suami-istri yang baru menikah dan menempati rumah baru mereka. Di suatu pagi, ketika menyiapkan sarapan untuk suami, sang istri melihat keluar di balik jendela rumah mereka. “Sayang, coba lihat cucian pakaian di jemuran tetangga kita, tidak bersih dan masih banyak noda kotornya. Sepertinya tetangga kita mencucinya asal-asalan atau mesin cucinya murahan,” kata sang istri. Kejadian ini berulang di keesokan harinya dan hari-hari berikutnya.

Berselang sebulan, sang istri terkejut ketika di pagi itu mendapati cucian tetangga mereka sangat bersih. “Sayang, tetangga kita sepertinya sudah menyadari jika selama ini cucian mereka masih kotor dan akhirnya membeli mesin cuci yang lebih bagus,” cerita sang istri kepada suami. Sang suami hanya tersenyum dan berkata, “Sayang, aku tadi bangun lebih pagi dan membersihkan kaca jendela rumah kita yang kamu gunakan untuk melihat cucian di jemuran tetangga kita.”

Pandangan kita terhadap suatu hal sering kali menjadi suatu persepsi yang kita percayai kebenarannya. Padahal bisa jadi itu merupakan persepsi yang kita bentuk berdasarkan banyak aspek, tidak murni pandangan terhadap hal tersebut. Contohnya, wajib pajak baru saja menerima tagihan pajak yang cukup besar karena ketidakpatuhan pajak di masa lalu. Selang beberapa waktu, wajib pajak ditanyakan pendapat tentang pelayanan dari kantor pajak. Wajib pajak tersebut bisa saja memberikan penilaian buruk terhadap kantor pajak.

Sebaliknya, jawaban berbeda bisa muncul jika pendapat tentang pelayanan dari kantor pajak ditanyakan kepada kantor pajak yang baru saja menerima penjelasan yang sangat baik terkait penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) dengan skema tarif efektif rata-rata (TER). Pengalaman terhadap suatu hal adalah salah satu contoh aspek yang berpengaruh kepada persepsi.

Kritik dan komentar terhadap implementasi Coretax DJP tidak salah karena ini bersumber dari pengalaman yang dialami oleh banyak wajib pajak. Namun, wajib pajak secara khusus atau masyarakat pada umumnya perlu berpikir sejenak apakah kritik dan komentar yang dilontarkan murni karena masih belum merasakan layanan optimal dari implementasi Coretax DJP. Atau apakah ini disebabkan kaca jendela kita masih kotor karena pengalaman tidak menyenangkan dengan institusi pajak atau bahkan kita yang sengaja membuat kotor jendela karena tidak ingin perpajakan di Indonesia maju.

Sistem Coretax DJP merupakan produk dari reformasi administrasi perpajakan melalui pembaruan sistem inti administrasi perpajakan yang dilakukan dengan biaya yang tidak sedikit dan pastinya banyak harapan yang digantungkan untuk perkembangan kualitas layanan perpajakan di Indoensia. Hanya pembuktian dari otoritas perpajakan yang dapat menjawab ekspektasi tinggi dari masyarakat dan wajib pajak.

Sambil menantikan pembuktian dari otoritas perpajakan, mari kita bersihkan kaca jendela rumah kita sendiri terlebih dahulu, agar dapat melihat dengan jernih permasalahan ini. Kritik dan komentar sebaiknya keluar dari pandangan melalui kaca jendela yang bersih. Artinya komentar yang keluar adalah murni karena keinginan masyarakat untuk meningkatkan kualitas layanan perpajakan di Indonesia.

Masukan masyarakat adalah bentuk kepedulian masyarakat untuk kemajuan kualitas layanan perpajakan. Kepedulian masyarakat ini dapat menjaga agar peningkatan kualitas layanan perpajakan tetap berada di koridor yang benar. Dengan dukungan dan kepedulian masyarakat, peningkatan kualitas layanan perpajakan dapat mewujudkan harapan untuk terus meningkatkan kepatuhan pajak dan penerimaan pajak. Kondisi ini merupakan modal untuk mewujudkan pajak Indonesia yang kuat menuju APBN sehat untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.