Oleh: Sandra Puspita, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Belakangan ini, boneka Labubu tengah gencar diburu oleh penduduk di seluruh dunia. Boneka Labubu dengan ciri khas bulu berwarna-warni, gigi yang runcing dan senyum yang nakal ini sedang hangat diperbincangkan. Pasalnya, semenjak dipopulerkan di media sosial oleh salah satu anggota girlband asal Korea, Lisa BLACKPINK, boneka monster ini ramai diserbu oleh jutaan orang.

Labubu dan Legendanya

Labubu sendiri pertama kali diluncurkan pada tahun 2015 silam oleh perusahaan mainan di kotak misterius (mystery box), Pop Mart. Labubu diciptakan oleh Kasing Lung, warga negara Hong Kong yang tumbuh besar di Belanda. Menurut Lung, ia menciptakan Labubu ini karena terinspirasi dari dunia peri dan elf dari cerita rakyat tradisi Nordik.

Waktu itu, Kasing Lung menciptakan boneka monster yang ia beri nama “The Monsters”. Sekumpulan boneka monster tersebut terdiri dari karakter monster baik dan monster jahat, dan Labubu merupakan salah satu karakter yang berhati mulia. Karakter lain yang juga diciptakan oleh Lung yaitu Zimomo, Tycoco, Pato, dan Spooky.

Karakter Labubu sangat populer karena boneka ini digambarkan dengan karakter yang baik hati dan selalu ingin membantu. Sayangnya ia selalu tak sengaja melakukan hal-hal yang buruk. Bagi para penggemar, Labubu bukan hanya sekadar mainan koleksi, tetapi juga sebagai simbol dari dunia imajinatif yang liar.

Labubu diciptakan dalam berbagai variasi, baik dari segi ukuran, warna hingga tema. Koleksi karakter Labubu biasanya dirilis secara terbatas di pasaran sehingga membuat figur ini paling dicari dan menjadi barang koleksi. Labubu juga dirilis dalam berbagai tema musim atau kolaborasi istimewa dengan brand lain. Hal ini yang membuat Labubu memiliki nilai sentimental di mata penggemarnya dan membuatnya ramai diburu.

Harga Fantastis

Karakter “The Monsters” dijual secara bebas oleh perusahaan Pop Mart melalui gerainya ataupun melalui situs resminya. Di Indonesia sendiri, Pop Mart telah membuka gerainya secara resmi di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta.

Kehadiran gerai Pop Mart ini tentu sangat mengobati ke-FOMO-an netizen Indonesia. FOMO merupakan singkatan dari Fear of Missing Out atau perasaan gak mau ketinggalan trenMereka berbondong-bondong meramaikan gerai Pop Mart sekadar untuk membeli koleksi “The Monsters” agar tidak ketinggalan tren.

Koleksi “The Monsters” sendiri terdiri dalam berbagai variasi, mulai dari gantungan kunci, action figure, aksesoris smartphone hingga peralatan makan. Harganya juga tentu bervariasi mulai dari 9 USD hingga 167 USD atau sekitar Rp138 ribu hingga Rp2,5 juta rupiah (sumber: popmart.com). Meskipun harganya tergolong fantastis untuk sebuah koleksi mainan, “The Monsters” selalu habis terjual pada laman resminya.

Peluang Bisnis

Fenomena viralnya Labubu ini ternyata mendapat antusiasme yang sangat tinggi dari masyarakat Indonesia. Belakangan, media sosial mengabarkan banyaknya orang-orang yang rela antre untuk membeli koleksi Labubu yang bisa dibilang tidak murah. Gerai Pop Mart yang ada di Indonesia sendiri tidak pernah sepi oleh pengunjung yang sekadar ingin melihat kepopuleran Labubu ini.

Pop Mart sendiri hingga saat ini hanya menjual koleksi Labubu dalam stok yang terbatas. Hal ini justru membuat masyarakat semakin menggebu untuk segera mendapatkannya ketika Pop Mart memperbarui stoknya. Strategi ‘stok terbatas’ ini ternyata sangat menarik minat pembeli dari berbagai kalangan.

Stok terbatas Labubu yang digencarkan oleh Pop Mart ini justru memberikan ide bagi masyarakat sebagai peluang bisnis. Beberapa waktu terakhir ini, banyak orang-orang yang menawarkan jasa titip beli koleksi Labubu baik melalui gerai Pop Mart yang ada di Indonesia maupun luar negeri. Mereka —akrab dipanggil jastiper karena membuka jasa titip beli— akan menambahkan harga atas jasa yang mereka tawarkan dengan kisaran harga Rp50 ribu hingga ratusan ribu untuk satu buah koleksi Labubu yang mereka beli kepada para pengguna jasanya. Seberapa menguntungkannya menjadi jastiper Labubu yang ramai diperbincangkan ini?

Bayangkan jika dalam satu hari ada 50 orang yang menitip kepada jastiper ini untuk dibelikan Labubu pada gerai Pop Mart yang ada di Indonesia dengan pembayaran jasa sebesar Rp50 ribu per barang yang dibeli, dalam sehari para jastiper ini akan meraup penghasilan kotor sebesar Rp2,5 juta! Jika dalam satu bulan, jastiper ini menawarkan jasa selama 14 hari, ia akan meraih penghasilan kotor sebesar Rp35 juta dalam sebulan. Wow, sebuah peluang bisnis yang sangat menjanjikan. Lalu, apakah para jastiper ini wajib membayar pajak?

Aspek Perpajakan

Dalam kacamata pajak, setiap orang pribadi yang telah memenuhi ketentuan subjektif dan objektif sesuai peraturan perpajakan wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Setelah mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, jastiper harus menghitung jumlah penghasilan yang ia peroleh dalam satu tahun pajak. Jastiper juga memperhitungkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai dengan keadaan yang sebenarnya untuk kemudian memperhitungkan pajaknya dengan tarif progresif sebagaimana tercantum dalam Pasal 17 angka 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP):

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

sampai dengan Rp60.000.000,00

5%

di atas Rp60.000.000,00 sampai dengan Rp250.000.000,00

15%

di atas Rp250.000.000,00 sampai dengan Rp500.000.000,00

25%

di atas Rp500.000.000,00 sampai dengan Rp5.000.000.000,00

30%

di atas Rp5.000.000.000,00

35%

Atas pajak yang telah diperhitungkan, jastiper wajib menyetorkan pajaknya dengan terlebih dahulu membuat kode billing. Setelah mendapatkan kode billing, jastiper baru bisa menyetorkan pajaknya melalui ATM/Mini ATM, Internet/Mobile Banking maupun teller bank/kantor pos.

Jastiper --umumnya orang pribadi-- juga diimbau agar melakukan pelaporan pajak tahunannya yang wajib dilakukan paling lambat setiap akhir bulan Maret tahun berikutnya melalui e-filing.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.