Oleh: Zefanya Dotilmo Siagian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah suatu kawasan yang menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh insentif tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Hingga saat ini, terdapat 20 KEK yang tersebar dari Aceh hingga Papua sehingga dapat dikatakan bahwa KEK ini bukan Jawa-sentris melainkan Indonesia-sentris. Dengan keunggulan yang ada, KEK diharapkan dapat menarik minat investor, baik lokal maupun internasional, sehingga dapat mempercepat pengembangan ekonomi pada suatu wilayah tertentu.

Keunggulan Geostrategi

Peribahasa “ada gula ada semut” layak disematkan kepada KEK. Guna menarik minat investor, pemerintah menyiapkan infrastruktur untuk mendukung dan memudakan proses bisnis di KEK. Di sekitar wilayah KEK telah dibangun infrastruktur pendukung seperti jalan tol, pelabuhan laut, bandara, kereta api dan fasilititas pendukung lainnya. Pemilihan wilayah KEK memperhatikan faktor produksi kegiatan utama yang menjadi fokus usaha di KEK. Misalnya, KEK Sei Mangkei, Sumatra Utara, yang kegiatan utamanya berfokus pada pengolahan sawit dan karet, ditempatkan berdekatan dengan perkebunan sawit dan karet, sehingga para pelaku usaha dapat memperoleh bahan baku dan menghemat biaya distribusi. Demikian pula halnya dengan pemilihan Mandalika, Nusa Tenggara Barat, sebagai KEK pariwisata karena keindahan alamnya. Pemerintah menunjuk Badan Usaha untuk memberikan pelayanan kepada para pelaku usaha di KEK dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya. Badan Usaha dapat berupa Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha koperasi, Badan Usaha swasta Badan Usaha patungan antara swasta dan/atau koperasi dengan Pemerintah, dan/atau pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota.

Insentif Fiskal

Salah satu hal yang menjadi pertimbangan investor dalam melakukan penanaman modal di suatu negara adalah tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Tarif PPh Badan di Indonesia masih bisa bersaing dengan rata-rata negara di ASEAN, di mana tarif PPh Badan di Indonesia adalah sebesar 22%. Sementara  itu, rata-rata ASEAN adalah sebesar 22,17%.  Namun sesuai namanya, pemerintah memberikan perlakuan khusus bagi Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK. Permerintah memberikan insentif fiskal agar investor tertarik. Ada dua opsi insentif PPh Badan yang dapat dipilih oleh investor yang melirik KEK.

Pertama, pelaku usaha dapat memilih menggunakan insentif tax allowance. Tax allowance adalah  insentif PPh untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu, khusus KEK meliputi:

1. pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah nilai Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud, termasuk tanah, yang digunakan untuk kegiatan usaha utama, dibebankan selama enam tahun masing-masing sebesar 5% pertahun;

2. penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka penanaman modal;

3. pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10%, atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; dan

4. kompensasi kerugian selama sepuluh tahun.

Insentif tax allowance dapat diberikan bagi pelaku usaha yang melakukan penanaman modal pada kegiatan utama dan kegiatan lainnya (bidang usaha di luar kegiatan utama di KEK). Tidak terdapat batasan minimum penanaman modal untuk memperoleh insentif tax allowance.

Kedua, baik badan usaha maupun pelaku usaha dapat memilih menggunakan insentif pengurangan PPh Badan (tax holiday). Tax holiday pada KEK diberikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak penghasilan badan yang terutang. Dengan kata lain, badan usaha dan pelaku usaha yang mendapatkan insentif tax holiday tidak terutang PPh Badan selama jangka waktu tertentu. Insentif ini diberikan kepada badan usaha selama selama jangka waktu sepuluh tahun pajak untuk nilai penanaman modal paling sedikit Rp100 miliar. Tax holiday dapat dimanfaatkan oleh badan usaha atas penghasilan dari pengalihan tanah dan/atau bangunan di KEK , persewaan tanah dan/atau bangunan di KEK, dan penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh badan usaha yang berasal dari kegiatan usaha utama di KEK. Sementara insentif pengurangan PPh Badan dapat diberikan kepada pelaku usaha atas penghasilan yang diterima dari kegiatan utama di KEK dan jangka waktu pemanfaatannya ditentukan oleh jumlah realisasi penanaman modal sebagai berikut:

1. sepuluh tahun pajak untuk penanaman modal paling sedikit Rp100 miliar sampai dengan kurang dari Rp500 miliar;

2. lima belas tahun pajak untuk penanaman modal paling sedikit Rp500 miliar sampai dengan kurang dari satu triliun rupiah;

3. dua puluh tahun pajak untuk penanaman modal paling sedikit satu triliun rupiah.

Setelah jangka waktu pemanfaatan tax holiday berakhir, badan usaha dan pelaku usaha diberikan pengurangan PPh Badan sebesar 50% dari PPh Badan terutang selama dua tahun pajak beritkutnya.

Penanaman modal dapat memperoleh tax allowance atau tax holiday jika penanaman modal belum pernah diberikan insentif fiskal sebelumnya. Badan usaha dan pelaku usaha harus mengajukan permohonan untuk memperoleh dan memanfaatkan insentif PPh Badan di KEK. Tata cara pengajuan dan pemanfaatan insentif fiskal di KEK diatur pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.10/2021.

Kontribusi KEK

KEK merupakan cara pemerintah untuk melakukan percepatan pembangunan. Jumlah APBN kita terbatas sehingga kolaborasi antara pemerintah dan swasta merupakan kunci keberhasilan akselerasi ini. Istimewanya berinvestasi di KEK membuat banyak investor datang dan menanamkan modalnya sehingga terjadi hilirisasi, dan tercipta lapangan kerja baru. Fasilitas umum di sekitar KEK tidak hanya dinikmati badan usaha dan pelaku usaha. Pemerintah juga tidak kehilangan seluruh potensi penerimaan pajak. Selama menerima insentif, badan usaha dan pelaku usaha tetap harus melakukan pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan. Melalui pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak dipungut, KEK juga diharapkan dapat meningkatkan ekspor sehingga terjadi surplus neraca perdangangan. Di masa yang akan datang, Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK akan semakin berkontribusi bagi penerimaan negara melalui pembayaran PPh Badan setelah pemanfaatan insentif berakhir. KEK sudah berkontribusi saat ini dan akan semakin besar memberikan sumbangsih di masa yang akan datang.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.