Oleh: Joko Setiyono, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Tantangan penerimaan pajak yang komplek, serta tingkat rasio kesadaran dan kepatuhan pajak yang rendah, di mana wajib pajak terdaftar hanya sekitar 12 % dari jumlah penduduk, dan wajib pajak yang lapor SPT hanya 5% serta yang sudah melakukan pembayaran hanya 0,1%, menyebabkan target penerimaan pajak beberapa tahun terakhir tidak tercapai. Hal ini mengharuskan Direktorat Jenderal Pajak melakukan upaya kerasa dalam rangka membangun dan meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak, agar target penerimaan pajak di masa yang akan datang dapat direalisasikan dengan lebih mudah.

Program inklusi kesadaran pajak merupakan salah satu upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk menambah dan meningkatkan kesadaran pajak kepada masyarakat, khususnya calon pembayar/wajib pajak, melalui penyisipan materi perpajakan di sekolah-sekolah mulai dari jenjang pendidikan paling rendah yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai tingkat Perguruan Tinggi. Agar program inklusi kesadaran pajak ini dapat mencapai tepat sasaran, maka program ini harus disusun secara sistematis, terukur dan masif.

Sistematis maksudnya bahwa program inklusi kesadaran pajak ini harus ada payung hukum yang kuat dan jelas, serta terencana dengan rapi dan berjenjang mulai dari tingkat pendidikan paling rendah yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Perguruan Tinggi. Sehingga ada panduan dan pedoman serta acuan bagi pihak instansi Dirjen Pajak khususnya maupun bagi pemangku kepentingan yang lain dalam menjalankan program tersebut. Dengan demikian diharapkan mulai dari tingkat Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak sampai tingkat unit kerja paling depan mempunyai persepsi, strategi maupun kegiatan yang relatif sama.Selain jadi pedoman dan panduan, payung hukum tersebut juga sebagai hukum positif yang harus dijalankan oleh semua pihak yang terkait, antara lain Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Agama serta pihak-pihak lain yang terkait dengan pendidikan.

Setelah ada payung hukum yang kuat dan jelas, serta telah disusun rencana program yang sistematis yang dapat mengikat semua stakeholder, selanjutnya program inklusi kesadaran pajak  ini harus terukur artinya bahwa materi maupun kegiatan inklusi kesadaran pajak ini harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan masing-masing sasaran. Materi inklusi kesadaran pajak tingkat Taman Kanak-Kanak berbeda dengan materi inklusi tingkat Sekolah Dasar. Begitu juga materi inklusi untuk tingkat Sekolah Dasar akan berbeda dengan materi inklusi tingkat Sekolah Menegah Pertama, dan seterusnya.

Program inklusi kesadaran pajak ini harus dilaksanakan secara masif di semua tingkat pendidikan yang ada di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Program ini tidak hanya dilaksanakan di sekolah-sekolah tertentu misalnya sekolah negeri saja. Dan daerah-daerah tertentu saja, misal diperkotaan saja. Tetapi seluruh sekolah dan seluruh daerah harus melaksanakan progran inklusi kesadaran pajak ini. Dengan demikian diharapkan setiap peserta didik dan masyarakat Indonesia dari ujung timur sampai ujung barat tidak ada yang tidak mengenal pajak, bahkan mempunyai kesadaran yang tinggi akan pentingnya peranan pajak dalam pembangunan nasional.

Program inklusi kesadaran pajak yang selama ini dijalankan kurang tepat sasaran, karena dimulai dari Perguruan Tinggi terlebih dahulu. Mungkin untuk kepentingan jangka pendek yaitu tiga sampai empat tahun ke depan mungkin efektif yaitu dapat mengenalkan pajak kepada para mahasiswa. Namun karena para mahasiswa sudah banyak terkontaminasi dengan informasi negatif tentang pajak dalam benak mereka sehingga mengakibatkan rasa kesadaran dan kepatuhan terhadap pajak secara sukarela yang mereka miliki sangat kecil.

Tujuan jangka panjang program inklusi kesadaran pajak adalah terbentuknya masyarakat yang memiliki kesadaran dan ketaatan pajak di alam bawah sadar mereka. Sehingga harus ditanamkan sejak usia dini mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini, Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi secara serentak dan berkesinambungan dengan kurikulum yang berjenjang tentang pentingnya pajak melalui program inklusi kesadaran pajak.

Memang program inklusi kesadaran pajak sejak dini ini tidaklah mudah, namun bukan berarti mustahil untuk dijalankan. Dengan syarat semua pihak saling bahu membahu secara bersama-sama mendukung dan mensukseskan program ini untuk membangun pondasi kesadaran pajak yang kokoh, demi masa depan bangsa dan negara yang lebih baik dan lebih mandiri. Pepatah lama mengatakan: Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar di waktu besar bagai mengukir di atas air. Mengajarkan nilai-nilai pajak di usia dini memang susah ibarat mengukir di atas batu. Namun jika ini dilaksanakan dan berhasil maka kesadaran dan ketaatan terhadap hak dan kewajiban perpajakannya akan melekat dalam hati setiap masyarakat.

Dengan menanamkan nilai kesadaran pajak di semua jenjang pendidikan yang dimulai sejak jenjang pendidikan usia dini, diharapkan ketika mereka sudah menjadi wajib pajak, mereka tidak perlu lagi ditegur atau diingatkan tentang hak dan kewajiban perpajakannya. Karena di alam bawah sadar mereka telah terpatri nilai-nilai pentingnya taat dan patuh dalam membayar pajak. Sehingga memudahkan pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak dalam menghimpun penerimaan negara.


*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.