Oleh: Anjar Sukresno, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki program dan langkah-langkah untuk mengelola perubahan dan perbaikan dalam rangka reformasi perpajakan. Awal mula reformasi perpajakan dimulai pada tahun 1983 dan kini DJP sedang dalam proses reformasi perpajakan jilid III yang berfokus pada perbaikan lima pilar, yakni sumber daya manusia (SDM), organisasi, proses bisnis, teknologi informasi dan basis data, serta regulasi.

Salah satu yang sedang dikembangkan oleh DJP dalam rangka reformasi perpajakan adalah Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau Core Tax Administration System (CTAS). PSIAP/CTAS merupakan proyek rancang ulang proses bisnis administrasi perpajakan melalui pembangunan sistem informasi yang berbasis Commercial Off The Shelf (COTS) disertai dengan pembenahan basis data, sehingga sistem perpajakan menjadi mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti. Proyek ini direncanakan berjalan pada tahun 2024.

PSIAP merupakan salah satu upaya DJP untuk beradaptasi terhadap perkembangan dunia digital terkini dan menyesuaikan dengan proses bisnis perpajakan yang dilakukan di negara-negara maju.

Lalu apa saja perubahan yang akan dirasakan oleh Wajib Pajak dengan adanya PSIAP?

1. Tax Payer Portal/Akun Wajib Pajak

Wajib pajak akan mempunyai satu akun pada web portal DJP yang berfungsi sebagai tempat pencatatan, penyimpanan, dan penyampaian data dan/atau informasi terkait pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. Saat ini wajib pajak sudah mempunyai akun yang dapat diakses melalui web portal DJP, ke depannya fungsi akun Wajib Pajak ini akan semakin lengkap. Proses pendaftaran, pembayaran, penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT), riwayat transaksi, dan layanan perpajakan akan terintegrasi dalam satu akun.

2. Proses Pendaftaran

Wajib pajak akan dapat melakukan registerasi di semua Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan dapat melalui berbagai saluran. Wajib pajak orang pribadi akan lebih mudah melakukan aktivasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) karena data DJP yang sudah terintegerasi dengan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil).

3. Proses Pembayaran

Pembayaran pajak akan menjadi lebih mudah dengan adanya kode billing multiakun. Contohnya, satu kode billing untuk pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan pembayaran lainnya pada SPT Unifikasi. Ke depan, wajib pajak akan dimudahkan dengan tersedianya fitur deposit. Wajib pajak dapat menyetorkan deposit dan menggunakannya untuk pembayaran pajak kemudian hari. Dengan menyetorkan deposit, wajib pajak akan terhindar dari pengenaan sanksi atas keterlambatan pembayaran pajak karena deposit yang disetorkan telah dicatat sebagai penerimaan negara.

4. Proses Penyampaian SPT

Penyampaian SPT akan menjadi lebih mudah dengan terintegerasinya proses persiapan, penyampaian, pengolahan dan proses pembayaran pajak dalam satu aplikasi dan didukung sistem prepopulasi dan validasi untuk mengurangi kesalahan pelaporan SPT. Ke depan, proses penyetoran dan pelaporan akan menggunakan NPWP pusat karena NPWP cabang akan digantikan dengan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU).

5. Fitur Layanan Perpajakan

Layanan perpajakan akan tersedia pada akun wajib pajak termasuk layanan yang sebelumnya masih harus dilakukan secara manual. Saat ini pun DJP telah menambahkan beberapa fitur layanan secara elektronik misalnya e-PBK (layanan pemindahbukuan) dan Surat Keterangan Bebas (SKB). Fitur layanan perpajakan tersebut disediakan oleh DJP dengan simplifikasi persyaratan permohonan serta adanya fitur e-tracking untuk mengetahui status permohonan wajib pajak.

6. Fitur Riwayat Transaksi

Wajib pajak akan memperoleh informasi riwayat transaksi perpajakan pada akun yang dimiliki. Hal ini tentunya mempermudah wajib pajak untuk menyimpan dan mengetahui apa saja yang sudah dibayarkan, disetorkan, dan jumlah saldo yang tersedia. Karena penyimpanannya secara elektronik, tidak dibutuhkan lagi penyimpanan dokumen berupa cetakan atau hardcopy oleh wajib pajak.

Dampak PSIAP

Pengembangan PSIAP dilakukan bersamaan dengan berlakunya penggunaaan Nomor Induk Kepegawaian (NIK) sebagai NPWP dan adanya perubahan NPWP 15 digit menjadi 16 digit serta perubahan NPWP cabang menjadi Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (22 digit NITKU). Wajib pajak perlu mengetahui dampak dari perubahan tersebut dan apa yang perlu dilakukan.

Wajib pajak sebagai pemberi kerja dan entitas bisnis perlu mendorong pegawai atau lawan transaksi orang pribadi untuk melakukan validasi NIK sebagai NPWP secara mandiri. Validasi NIK sebagai NPWP secara mandiri dapat dilakukan melalui laman https://djponline.pajak.go.id/

Database atau aplikasi internal yang digunakan oleh wajib pajak agar disesuaikan dengan penggunaan NPWP 16 digit. Misalnya, dalam sistem atau aplikasi payroll pegawai masih menggunakan 15 digit NPWP, maka aplikasi payroll tersebut perlu mengakomodasi 16 digit NIK/NPWP. Selain itu, apabila wajib pajak menggunakan NPWP cabang dalam dokumen pada proses bisnis tertentu, perlu ada penyesuaian jumlah digit yang sebelumnya 16 digit NPWP cabang menjadi 22 digit NITKU.

Kemudian, bagi  Institusi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lain (ILAP) yang diwajibkan memberikan data dan informasi kepada DJP sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan, perlu melakukan asesmen dampak 16 digit NPWP dan 22 digit NITKU secara menyeluruh pada proses bisnis yang dilakukan.

Wajib Pajak yang termasuk dalam ILAP ini cukup banyak di antaranya: kementerian , instansi pemerintah, lembaga tinggi negara, perbankan, penyelenggara jaringan bergerak seluler, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) dan lain sebagainya. ILAP perlu melakukan pemadanan data NPWP nasabah/konsumen/vendor/pegawai yang tersimpan pada database. Imbauan kepada stakeholder orang pribadi untuk melakukan pemadanan NIK-NPWP secara mandiri perlu dilakukan oleh ILAP dan disarankan dilakukan secara berkala.

Penyelenggara pelayanan publik, lembaga jasa keuangan, dan badan lainnya yang mensyaratkan penggunaan NPWP dan NPWP cabang dalam layanan administrasinya perlu menyesuaikan bentuk formulir dan dokumen layanan yang digunakan, sehingga dapat mengakomodasi penggunaan 16 digit NPWP dan 22 digit NITKU.  

Analisa dan evaluasi proses bisnis terdampak perlu dilakukan oleh ILAP. Contohnya dalam proses bisnis perbankan, salah satu layanan terdampak yaitu saat proses pendaftaran rekening nasabah, layanan ini akan memerlukan penyediaan interface menggunakan 16 digit NPWP yang sebelumnya 15 digit NPWP.

Penyediaan database yang mengakomodir 16 digit NPWP dan 22 digit NITKU juga perlu dilakukan oleh ILAP mengingat ada kewajiban penyampaian data dan infromasi terkait perpajakan kepada DJP. Apabila diperlukan, ILAP dapat mempersiapkan perubahan regulasi internal atau mungkin perubahan proses bisnis dalam rangka penyesuain perubahan yang terjadi.

Sebagai tambahan informasi, DJP menyediakan layanan pemadanan NPWP bagi Penyelenggara pelayanan publik, lembaga jasa keuangan, dan badan lainnya (pihak tertentu) secara elektronik dengan pengajuan permohonan melalui portal layanan dan web services di laman https://portalnpwp.pajak.go.id/. Semoga dengan hadirnya PSIAP akan memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dan meningkatkan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan serta tentunya mengoptimalkan penerimaan negara untuk kemakmuran dan kemajuan bangsa.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.