Implementasi Coretax DJP: Kode Billing Dapat Dibuat Secara Mandiri
Oleh: Teddy Ferdian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Implementasi sistem Coretax Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai sistem inti administrasi perpajakan di awal tahun 2025 menjanjikan efisiensi, akurasi, transparansi, dan kemudahan dalam pengelolaan pajak. Melalui digitalisasi proses pelaporan, pembayaran, dan pengawasan pajak, Coretax DJP berupaya menekan potensi kesalahan manual dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak. Intinya, sistem Coretax DJP diimplementasikan untuk meningkatkan kualitas layanan perpajakan.
Saat ini boleh dikatakan merupakan masa transisi wajib pajak dari penggunaan aplikasi “legacy” yang sebelumnya sudah familiar digunakan menjadi pembiasaan menggunaan Coretax DJP. Tidak mengherankan jika wajib pajak banyak terlihat memenuhi kantor pajak. Kantor pajak pun gencar melakukan sosialisasi dan edukasi terkait implementasi sistem Coretax DJP ini.
Satu proses yang cukup dirasakan perbedaannya dalam sistem Coretax DJP ini dibandingkan dengan sistem terdahulu adalan proses bisnis pembayaran pajak. Kode billing sebagai dasar pembayaran pajak secara on-line sudah digunakan sejak tahun 2014. Penggunaan kode billing ini menggantikan cara sebelumnya yang dilakukan dengan mengisi Surat Setoran Pajak (SSP).
Penggunaan kode billing selama ini ternyata menimbulkan tantangan tersendiri. Pembuatan kode billing yang dilakukan secara manual membuatnya rentan terhadap kesalahan. Tidak heran jika masih ditemukan banyaknya permohonan pemindahbukuan (Pbk) yang diajukan wajib pajak ke kantor pajak. Selain itu, proses bisnis pembayaran tidak secara langsung terkoneksi dengan proses bisnis lainnya, misalnya pelaporan pajak. Sehingga, pelaksanaan setiap proses bisnis dilakukan sendiri-sendiri, bukan sebagai suatu rangkaian kegiatan.
Lebih lanjut lagi, isu apakah data pembayaran langsung ter-capture ke dalam sistem DJP begitu pembayaran dilakukan juga menjadi permasalahan tersendiri. Hal ini yang coba dijawab dengan adanya Coretax DJP. Sehingga, seharusnya Coretax DJP dapat menjawab permasalahan administrasi perpajakan terkait proses bisnis pembayaran pajak.
Secara umum, ada tiga skema pembuatan kode billing dalam sistem Coretax DJP. Pertama, kode billing yang dibuat sehubungan dengan aktivitas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) --baik SPT Masa, maupun SPT Tahunan. Dalam aktivitas pelaporan SPT, pembuatan kode billing melekat pada rangkaian aktivitas pelaporan SPT. Artinya, wajib pajak melakukan dulu rangkaian aktivitas pelaporan SPT sampai kepada dihasilkannya konsep SPT Kurang Bayar. Setelah itu wajib pajak dapat memilih menggunakan deposit pajak atau pembuatan kode billing untuk pembayaran. Jika memilih membuat kode billing, maka kode billing akan tergenerate sesuai dengan jenis SPT, jenis pajak, dan masa pajak yang sedang dibuat konsep SPT-nya.
Hal baru di sini adalah adanya deposit pajak. Ini adalah hal baru yang diimplementasikan di Coretax DJP. Tujuannya adalah untuk memudahkan wajib pajak untuk melakukan pembayaran pajak. Bahasa mudahnya mungkin seperti konsep “e-wallet” yang pastinya sudah akrab bagi kita.
Skema kedua adalah pembuatan kode billing sehubungan dengan pembayaran tagihan atau ketetapan pajak. Tagihan dan ketetapan pajak yang ditujukan untuk wajib pajak bisa diakses melalui Coretax DJP. Ketika tagihan atau ketetapan pajak diterima, wajib pajak dapat membuat kode billing berdasarkan tagihan atau ketetapan tersebut. Kode billing akan otomatis ter-generate sesuai dengan nomor surat, jenis pajak, dan masa pajak dalam surat tagihan atau ketetapan pajak.
Dalam skema pertama dan kedua, pembuatan kode billing tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan kegiatan ikutan dari aktivitas awalannya, seperti pembuatan SPT dan penerimaan tagihan / ketetapan pajak. Dalam hal ini, pembuatan kode billing menjadi satu rangkaian dengan kegiatan sebelumnya. Dengan begitu, kemungkinan kesalahan dalam pembuatan kode billing dapat dikurangi.
Salah satu upaya meminimalisir kesalahan pembuatan kode billing adalah dengan mengurangi pengisian manual kode billing. Ia coba diimplementasikan melalui Coretax DJP dengan melekatkan proses bisnis pembayaran pajak dengan proses bisnis yang lain. Walaupun begitu, pembuatan kode billing secara mandiri masih tetap dimungkinkan di dalam sistem Coretax DJP. Ini ada di skema ketiga pembuatan kode billing, yaitu untuk aktivitas selain pembuatan SPT dan pembayaran tagihan atau ketetapan pajak.
Proses pembuatan kode billing secara mandiri ini boleh dikatakan hampir mirip dengan pembuatan kode billing yang selama ini dilakukan sebelum implementasi Coretax DJP. Pembuatan kode billing dilakukan dengan mengisi jenis pajak, masa dan tahun pajak, serta nominal pembayaran. Untuk pembayaran terkait objek tanah dan/atau bangunan, Nomor Objek Pajak (NOP) dan alamat objek pajak harus diisikan juga.
Akhirnya, setelah implementasi Coretax DJP, pembuatan kode billing secara mandiri dipersempit ruangnya untuk meminimalisir kesalahan dalam pembayaran pajak. Selain itu, sebagai bagian dari penyempurnaan proses bisnis pembayaran pajak, aktivitas pembuatan kode billing dijadikan satu rangkaian dengan aktivitas pemenuhan kewajiban yang lain, seperti pelaporan pajak.
Pembuatan kode billing secara mandiri masih dimungkinkan untuk pembayaran pajak, misalnya angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25, PPh Final untuk wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu (Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022), deposit pajak, dan pembayaran lain selain yang berhubungan dengan SPT dan/atau tagihan/ketetapan pajak. Yang perlu diingat adalah kode billing yang berhasil tergenerate dan terunduh oleh sistem akan memiliki masa aktif sampai dengan tujuh hari sejak dibuat. Jika waktu terlewati, maka wajib pajak harus membuat kode billing yang baru untuk dapat melakukan pembayaran pajak.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 9164 kali dilihat