How to Make Millions Before Grandma Dies: Warisan Nenek Bagaimana Aspek Perpajakannya?

Oleh: I Kadek Dwi Aditya, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Beberapa hari lalu, jagat perfilman diramaikan dengan hadirnya film baru dari Thailand yang berjudul “How to Make Millions Before Grandma Dies”. Film ini menceritakan keseharian seorang cucu bernama M yang berhenti bekerja untuk merawat neneknya, Amah, yang sedang sakit kanker. Hal tersebut dilakukannya bukan karena kasih sayang, melainkan untuk memenangkan hati sang nenek agar M mendapatkan warisan.
Film yang disutradarai oleh Pat Boonnitipat ini terbilang sukses karena hanya dalam kurun waktu 13 hari sejak tanggal perilisan di Indonesia, film ini telah ditonton oleh lebih dari 2 juta orang. Hal tersebut membuat film ini menjadi film Asia kedua terbesar di Indonesia setelah “Exhuma”.
Bagaimana tidak? Film ini berhasil menarik minat banyak orang karena tema yang diangkat sangat dekat atau yang sering dikatakan oleh Gen Z, sangat relate dengan kehidupan masyarakat Indonesia, mulai dari dinamika dan hubungan keluarga, kebiasaan dan budaya lokal, agama dan keyakinan, hingga ke persoalan warisan. Meskipun terkesan kompleks, sutradara berhasil mengemas film ini dengan alur yang sederhana sehingga penonton menjadi mudah dalam memahami pesan penting pada film tersebut.
Saking relate-nya, film ini juga memiliki hubungan dengan aspek perpajakan Indonesia. Lebih tepatnya, hubungan tersebut dapat ditemukan pada bagian akhir film beserta plot twist di dalamnya.
Bagian Akhir Film
Pada bagian akhir film, Amah memberikan harta kekayaan berupa rumah kepada anak bungsunya, Soei, yang sedang terlilit utang dan hidup sebagai seorang pengangguran. Keputusan tersebut menyebabkan kekecewaan besar pada anak sulungnya, Kiang, yang berujung pada dipindahkannya Amah ke sebuah panti jompo.
Sementara itu M yang juga termotivasi oleh harta kekayaan Amah tentu saja merasa kecewa, bahkan hingga menyebabkan hubungan M dan Amah sempat terputus. Namun seiring berjalannya waktu, M merasa iba dengan Amah yang tinggal sendirian di panti jompo dan memutuskan untuk merawat kembali Amah di rumahnya. Alih-alih demi harta kekayaan, kini M merawat Amah dengan tulus ikhlas.
Setelah kematian Amah, M mendapatkan telepon dari bank yang menyatakan bahwa Amah memberikan seluruh tabungan hasil penjualan congee atau buburnya kepada M. Hal tersebut terjadi karena di masa kecilnya, M pernah meraih prestasi yang cemerlang di sekolah. Sebagai hadiah, M pun meminta uang yang banyak kepada Amah dengan tujuan untuk membelikannya rumah. Kejadian tersebut ditunjukan pada adegan flashback yang disisipkan di bagian penghujung film.
Dari penjelasan tersebut, setidaknya terdapat dua peristiwa penting yang berhubungan dengan aspek perpajakan Indonesia, yaitu pemberian rumah oleh Amah kepada Soei (ibu ke anak), dan Pemberian tabungan oleh Amah kepada M (nenek ke cucu).
Hubungan Penghasilan dan Warisan
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), poin-poin penting dari definisi penghasilan adalah:
- setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak;
- baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia;
- dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan; dan
- dengan nama serta dalam bentuk apa pun.
Sementara itu Wirjono Prodjodikoro, seorang ahli hukum perdata, menjelaskan bahwa unsur-unsur penting pada pembagian warisan menurut hukum perdata terdiri dari:
- Peninggal warisan atau erflater meninggalkan harta kekayaan sewaktu wafat;
- Ahli waris atau erfgenaam memiliki hak untuk menerima harta kekayaan yang ditinggalkan;
- Harta warisan merupakan wujud kekayaan yang ditinggalkan dan dialihkan kepada ahli waris.
Berdasarkan poin-poin tersebut, warisan dapat dikatakan sebagai sebuah penghasilan bagi ahli waris karena pemberian warisan menambah kemampuan ekonomis untuk konsumsi maupun menambah kekayaan ahli waris. Karena dapat dikategorikan sebagai sebuah penghasilan, apakah warisan merupakan objek pajak penghasilan?
Aspek Perpajakan
Ketentuan perpajakan yang mengatur tentang warisan dapat ditemukan pada Pasal 4 ayat (3) UU PPh sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU HPP. Pasal tersebut menyatakan bahwa warisan dikecualikan dari objek pajak penghasilan tanpa syarat apapun. Hal tersebut berarti warisan yang diterima oleh ahli waris, baik anak maupun cucu, tidak akan dikenakan pajak meskipun warisan dapat dikategorikan sebagai sebuah penghasilan. Dengan demikian, warisan berupa rumah dan tabungan yang diberikan Amah kepada Soei dan M tidak dikenakan pajak penghasilan.
Kendati demikian, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan oleh ahli waris ketika menerima sebuah warisan. Apabila masih terdapat kewajiban perpajakan, salah satunya berupa utang pajak atas warisan yang diterima, ahli waris wajib melakukan pembayaran terlebih dahulu. Ketika warisan dibagikan kepada ahli waris, segala hak dan kewajiban perpajakan yang melekat juga ikut berpindah. Maka dari itu, ahli waris memiliki tanggung jawab atas kewajiban perpajakan atas warisan yang diterimanya.
Adapun dalam proses balik nama sertifikat tanah dan atau bangunan dari pewaris ke ahli waris, salah satu persyaratan yang perlu dilampirkan adalah Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan (PPh). Ahli waris yang sah dapat mengajukan permohonan SKB PPh atas pengalihan tanah dan atau bangunan tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pewaris terdaftar. Namun, perlu dipahami, meskipun bebas PPh, ahli waris masih tetap harus membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) saat terjadi proses balik nama.
Selanjutnya, ahli waris wajib melaporkan warisan yang diterima pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya. Warisan dapat dicantumkan pada Lampiran-IV bagian harta dan Lampiran-III bagian penghasilan yang tidak termasuk objek pajak. Dengan dilakukannya hal tersebut, ahli waris telah melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, kesimpulan yang dapat diambil terkait aspek perpajakan atas warisan di Indonesia adalah:
- Warisan yang diterima oleh ahli waris bukan merupakan objek pajak penghasilan;
- Jika terdapat utang pajak atas warisan yang diterima, ahli waris wajib melakukan pembayaran setidaknya sebesar porsi warisan yang diterima; dan
- Ahli waris wajib melaporkan warisan yang diterima pada SPT Tahunannya.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 328 kali dilihat