Heru Nugroho: Abdi Dalem Penghimpun Penerimaan Negara

Oleh: Wuriningsih, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Ramainya lalu lalang pengunjung Keraton Yogyakarta siang itu, tidak lepas dari pengamatan para Abdi Dalem yang bertugas di Pecaosan Regol Gapuro. Mungkin tidak ada pengunjung pada hari itu, Minggu 11 Februari 2018, yang mengetahui bahwa salah satu Abdi Dalem yang bertugas adalah pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Dia bernama Sucipto Heru Nugroho atau di lingkungan keraton lebih dikenal dengan nama Mas Jajar Purakso Nugroho.

Dibesarkan dalam lingkungan keluarga PNS di Kulon Progo, membulatkan tekad Heru untuk menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) pada Jurusan D1 Spesialisasi Anggaran. Setelah lulus pendidikan, Heru ditempatkan di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB) Solo, kemudian dimutasi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Klaten, hingga 2 tahun terakhir Heru ditempatkan di KPP Pratama Purwokerto sebagai Account Representative (AR).

Dalam garis keluarga Heru, kakek canggah dan paman Heru juga merupakan Abdi Dalem keraton. Namun ketertarikan Heru untuk menjadi Abdi Dalem lebih dikarenakan keinginannya untuk mempelajari budaya Jawa, Yogyakarta pada khususnya. Pada saat proses perekrutan, Heru ditawari pada dua pilihan apakah menjadi Abdi Dalem Keprajan atau menjadi Abdi Dalem Punokawan. Karena berstatus sebagai PNS di Ditjen Pajak, dia disarankan menjadi Abdi Dalem Keprajan, yang tugasnya mengurus tata usaha dan keuangan di dalam lingkungan keraton. Namun Heru lebih memilih untuk menjadi Abdi Dalem Punokawan yang bertugas mengabdi kepada keraton tanpa mempunyai gelar/pangkat di luar keraton.

Ketika mengajukan permohonan untuk mengabdi di Keraton, Heru masih berdinas di KPP Pratama Klaten. Saat itu beberapa kali Penghageng di Tepas (Kantor Keraton) menanyakan kesungguhannya menjadi Abdi Dalem Punokawan bukan Keprajan. Tetapi pria kelahiran 19 Juni 1980 ini berhasil meyakinkan para Penghageng bahwa ini semua adalah murni pilihannya sendiri. Heru ingin lebih mengenal budaya Yogyakarta dengan berada langsung di lapangan. Menjaga tata krama keraton dan berinteraksi dengan para pengunjung di Pencaosan Regol Gapuro merupakan tugas Heru sebagai Abdi Dalem Punokawan. Bekerja di Ditjen Pajak maupun di keraton adalah keinginan Heru dan dilaksanakannya dengan sungguh-sungguh.

Menurut Heru, “bekerja apapun asalkan dilandasi dengan hati gembira, pasti bisa dilaksanakan dengan sepenuh hati. Seperti saat memutuskan untuk menjadi Abdi Dalem, maka dengan hati ikhlas saya menjalani sepenuh hati pekerjaan ini.” Bagi Heru, materi bukan hal utama untuk memperoleh kebahagiaan. Walaupun dibayar dengan gaji sebesar Rp10.000,- (sepuluh ribu rupiah) per bulan, rasa senang dan bangga bisa menjadi bagian keluarga besar keraton itu yang lebih utama.

Tepat 5 tahun yang lalu, pada tanggal 31 Agustus 2012 telah disahkannya Undang-Undang  Nomor 13 tahun 2012 tentang  Keistimewaan D.I.Yogyakarta.  UU ini juga mengatur tentang Dana Keistimewaan DIY (Danais). Danais itu sendiri merupakan transfer dana pemerintah pusat kepada D.I. Yogyakarta yang sebagian sumber dananya berasal dari pajak.

Dengan adanya alokasi penggunaan danais pada sektor kebudayaan, berdampak juga pada tambahan kesejahteraan Abdi Dalem. Para Abdi Dalem tidak hanya menerima gaji dari keraton, tetapi juga honor dari pemerintah. Selain itu, Abdi Dalem yang selama ini harus membeli sendiri perlengkapan untuk bekerja,  sekarang sudah disediakan oleh Dinas Pariwisata. “Saya tidak lagi harus membeli ageman untuk tugas di Keraton, semua sudah disediakan,” ujar Heru. Ada pula Pawiyatan (Diklat) bagi para Abdi Dalem sehingga dapat mengetahui sejarah serta aturan-aturan keraton dengan lebih baik.

Jelas terlihat bahwa Danais yang disediakan oleh pemerintah berasal dari APBN yang bersumber dari penerimaan dari perpajakan dan non perpajakan. Hampir 85% anggaran pendapatan bersumber dari penerimaan dari sektor perpajakan (pajak dan bea cukai). Pada tahun 2017 ini, pemerintah menggelontorkan Danais sebesar Rp853,90 miliar. Dalam jumlah yang tidak sedikit ini, tentu ada andil Heru yang pekerjaan utamanya sebagai pegawai Ditjen Pajak

Heru mendapat banyak dukungan baik ketika menjalankan pekerjaan sebagai pegawai Ditjen Pajak maupun sebagai Abdi Dalem. Sebagai contoh, ketika harus berjaga di keraton hari Minggu, sedangkan esok hari harus kembali ke Purwokerto, Romo Pengirit (ketua regu) mengijinkan Heru meninggalkan keraton sebelum shift jaga selesai. Begitu pula sebaliknya, ketika Heru diwajibkan mengikuti kegiatan penting di keraton, Heru akan mengajukan cuti atau ijin kedinasan, dan atasan langsung di Ditjen Pajak mengijinkan permohonan cuti tersebut.

Lebih jauh Heru mengatakan, “Keduanya sama-sama mengabdi. Yang satu mengabdi untuk Negara, yang satu mengabdi untuk Sultan atau budaya secara lebih luasnya. Keduanya pun pilihan saya, maka saya akan melakukannya semaksimal yang saya bisa, tanpa menganggu waktu dan tugas saya sebagai pegawai Ditjen Pajak. Sebagai pegawai Ditjen Pajak, tugas untuk menghimpun penerimaan negara sudah pasti saya lakukan dengan sepenuh hati."

Bapak dua anak ini menuturkan banyak suka dan duka yang telah dilalui selama menjadi Abdi Dalem. Sukanya, ia dapat melihat pusaka-pusaka keraton yang tidak dapat dilihat oleh masyakat biasa. Tetapi dukanya, sekarang ini Heru tidak bisa mengikuti kegiatan di keraton dengan lebih intensif karena terhalang oleh jarak Purwokerto - Yogyakarta.

Filosofi keraton berupa Nerimo Ing Pandum juga menjadi bekal Heru dalam menghadapi godaan selama menjalankan kewajibannya menjadi AR di KPP Pratama Purwokerto. Dalam Nerimo Ing Pandum, Heru meyakini bahwa berapapun yang dia terima dari keraton, akan mencukupi kehidupannya termasuk keluarganya. "Meskipun jumlahnya kecil, tapi ini hasil kerja keras saya, dan akan mencukupi keluarga saya. Pemikiran seperti ini membuat hidup saya menjadi tenang," tutup Heru.(*)

 *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.

File Artikel Terkait