Hari Pelaut Sedunia: Simak Perpajakan untuk Para Pejuang Devisa Negara

Oleh: Zidni Hudan Said Purnomo, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Hari Pelaut Sedunia pertama kali diperkenalkan pada Amandemen Manila yang diadopsi pada Juni 2010, yang merevisi Konvensi STCW (Standart of Training Certification and Watchkeeping for Seafarers). Konvensi tersebut menyepakati bahwa kontribusi para pelaut dalam perdagangan internasional harus diakui dan dirayakan setiap tahun melalui Hari Pelaut Sedunia. Tanggal 25 Juni dipilih sebagai Hari Pelaut Sedunia karena bertepatan dengan pengesahan resmi Amandemen Manila tersebut.
Tidak hanya mengakui kontribusi pelaut dalam perdagangan internasional, para pelaut juga secara langsung dan tidak langsung memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian global dan nasional. Pelaut memainkan peran penting dalam mengangkut barang dari satu negara ke negara lain, dan dengan demikian, menjadi salah satu pejuang devisa bagi negara. Keberadaan pelaut di kapal-kapal yang berlayar di lautan dunia memungkinkan adanya arus perdagangan yang stabil dan efisien, yang pada akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi.
Namun, selain menjalankan peran vital, pelaut juga dihadapkan pada kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi. Memahami aturan perpajakan menjadi sangat penting bagi pelaut agar para pelaut dapat memenuhi kewajiban tersebut dengan benar dan terhindar dari masalah hukum.
Aturan Perpajakan bagi Pelaut
Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2021, subjek pajak di Indonesia dibedakan menjadi dua kategori: subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Pemahaman mengenai perbedaan ini sangat penting bagi pelaut, mengingat sifat pekerjaannya yang sering berpindah-pindah dan melintasi batas-batas negara.
Subjek Pajak Dalam dan Luar Negeri
Subjek pajak dalam negeri mencakup, 1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia; 2) Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; 3) Orang pribadi yang berada di Indonesia dalam suatu tahun pajak dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; 4) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Sementara itu, subjek pajak luar negeri meliputi, Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia; Orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; Orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal di Indonesia dan memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Dalam konteks perpajakan, status seorang pelaut dapat berubah menjadi subjek pajak luar negeri jika ia tidak berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam setahun. Dalam hal ini, pelaut tersebut tidak dikenakan pajak penghasilan atas penghasilan yang diperoleh dari luar negeri. Namun, jika pelaut memperoleh penghasilan dari Indonesia, maka pajak hanya dikenakan atas penghasilan tersebut.
Permohonan Wajib Pajak Non-Efektif
Untuk menihilkan kewajiban pelaporan SPT Tahunan jika tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia, pelaut disarankan untuk mengajukan permohonan sebagai Wajib Pajak Non-Efektif (WPNE). Status WPNE membantu pelaut dalam menyederhanakan kewajiban administratif perpajakannya di Indonesia.
Menurut PER 04/PJ/2020, permohonan penetapan wajib pajak non efektif dapat diajukan secara elektronik atau tertulis, serta dilampiri dengan Surat Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif dan dokumen pendukung yang menunjukkan bahwa wajib pajak memenuhi kriteria yang salah satunya Wajib Pajak Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau berada di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan yang telah dibuktikan menjadi subjek pajak luar negeri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif secara tertulis dilakukan wajib pajak dengan mengisi dan menandatangani Formulir Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif dan melampirkan Surat Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif dan dokumen pendukung. Permohonan tersebut secara langsung ke KPP tempat wajib pajak terdaftar atau KP2KP; atau melalui pos dengan bukti pengiriman surat atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, ke KPP tempat wajib pajak terdaftar. Sedangkan permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif secara elektronik dapat dilakukan melalui saluran tertentu yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, berupa Aplikasi Registrasi; contact center, dan/ atau saluran tertentu lainnya.
Kesimpulan
Hari Pelaut Sedunia bukan hanya momentum untuk mengapresiasi jasa para pelaut, tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya memahami dan memenuhi kewajiban perpajakan. Dengan memahami aturan perpajakan, pelaut dapat memastikan bahwa pelaut tidak hanya menjadi pejuang devisa negara, tetapi juga warga negara yang taat pajak. Peran pelaut dalam perekonomian global dan nasional sangat penting, dan pemahaman yang tepat tentang perpajakan akan membantu pelaut dalam menjalankan peran tersebut dengan lebih baik.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 619 kali dilihat