Hari Bulutangkis Sedunia: Smash Kencang untuk Penerimaan Pajak

Oleh: Komang Jnana Shindu Putra, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Selamat Hari Bulutangkis Sedunia!
Beberapa hari lalu, kita merayakan World Badminton Day --yang pertama kali diperingati pada 5 Juli 2022. Pada saat itu, perayaan ini tidak hanya memperingati ulang tahun ke-87 Federasi Bulutangkis Dunia atau Badminton World Federation (BWF), tetapi juga menghormati sejarah panjang dan prestasi gemilang dalam olahraga tepok bulu di seluruh dunia. Dari kongres pertama yang diprakarsai oleh Dick Sudirman di Bandung pada tahun 1951, hingga menjadi anggota resmi BWF pada 1953, Indonesia telah membuktikan komitmen dan kecintaannya pada olahraga yang berasal dari India itu.
Bulutangkis bukan sekadar olahraga di Indonesia. Ia adalah bagian dari sejarah dan identitas bangsa. Saat diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1930-an pada masa penjajahan Inggris, bulutangkis segera meraup popularitas yang mengagumkan. Kejuaraan pertama diadakan di Bandung pada tahun 1934, dan semangat kompetisinya terus berkembang pesat setelah kemerdekaan.
Dukungan untuk olahraga ini tidak pernah surut. Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) didirikan pada tahun 1951 dan sejak itu menjadi pilar penting dalam mengembangkan bakat-bakat bulu tangkis di tanah air. Prestasi atlet Indonesia, seperti Greysia Polii dan Apriyani Rahayu yang meraih medali emas ganda putri di Olimpiade Tokyo 2020, serta Jonatan Christie yang baru-baru ini meraih kemenangan tunggal putra di All England 2024, tidak hanya membanggakan negara ini tetapi juga menginspirasi generasi mendatang.
Namun, di balik gemerlapnya prestasi, atlet bulu tangkis juga harus menghadapi tanggung jawab fiskal yang serius. Penghasilan dari hadiah, sponsor, dan endorsement mereka akan dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Atlet Bulu Tangkis Anthony Sinisuka Ginting dalam wawancara yang diunggah dalam kanal YouTube salah satu konten kreator, menyoroti bahwa penghasilan utama mereka berasal dari sponsorship atau gaji yang berasal dari brand yang menaungi mereka. Nilai kontrak ini akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah peringkat sang atlet dalam BWF tersebut. PBSI hanya berperan sebagai fasilitator dalam mendapatkan sponsor dan juga dalam mendukung latihan serta partisipasi para atlet dalam turnamen. Pada tahun-tahun terakhir, beberapa atlet dan mantan olahragawan bahkan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Pemuda dan Olahraga yang menandakan prestise para aktor olahraga di mata negara.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa atau Kegiatan Orang Pribadi (PMK 168/2023) menjadi pedoman, termasuk untuk atlet profesional. Hal ini mencakup penggunaan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) untuk kategori tertentu, yang membantu atlet memahami besaran pajak yang akan dikenakan berdasarkan penghasilan mereka.
Pajak atas penghasilan seorang atlet mencakup berbagai jenis, mulai dari gaji bulanan hingga hadiah yang mereka terima dari kemenangan dalam kompetisi dan juga endorsement kerjasama dengan jenama terkenal. Atas penghasilan berupa gaji tersebut akan dikenakan PPh Pasal 21 dengan menggunakan skema penghitungan terbaru, yaitu TER setiap bulannya. Tarifnya dibagi menjadi tiga kategori (TER A, B, dan C) sesuai dengan besaran penghasilan serta status Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) penerima penghasilan tersebut. Kemudian PPh terutangnya akan disesuaikan kembali pada akhir masa pajak, sebagaimana ketentuan Pasal 17 UU PPh jo. UU HPP.
Lalu, terkait penghasilan berupa penghargaan atau hadiah yang diterima oleh sang atlet ketika memenangkan suatu kompetisi dan juga penghasilan endorsement dari kerjasama brand akan terpotong PPh 21 oleh pihak pemberi penghasilan. Ia dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh jo. UU HPP. Namun, tidak jarang beberapa pihak pemberi penghasilan ini tidak melakukan pemotongan PPh terhadap sang atlet. Walhasil, penambah penghasilan ini wajib dilaporkan oleh sang atlet sendiri ketika melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk selanjutnya dihitung kembali dengan tarif progresif PPh Orang Pribadi Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh jo. UU HPP.
Sebagai contoh, Tuan J yang telah menikah dan memiliki satu orang anak (K/1) merupakan seorang atlet bulutangkis yang mendapatkan gaji per bulan dari brand A sebesar Rp30.000.000,00. Jenama A telah memotong PPh, lalu pada tahun tersebut Tuan J mampu mengalahkan saingannya dalam suatu perlombaan dan berhasil mendapatkan hadiah sebesar Rp200.000.00,00 sebagai juara utama.
Untuk kondisi tersebut, berdasarkan status PTKP dan besarnya gaji yang didapatkan Tuan J per bulan, ia menggunakan TER kategori B dengan tarif 12%. Terkait dengan hadiah atas kemenangannya jika pihak penyelenggara melakukan pemotongan, maka besarnya pemotongan pajak penghasilan Pasal 21 atas hadiah yang diterima atau diperoleh Tuan J dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh jo. UU HPP dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto, yaitu sebesar (5% x Rp60.000.000,00) + (15% x Rp140.000.000) = Rp24.000.000,00.
Namun, jika penyelenggara acara tidak melakukan pemotongan kepada Tuan J, maka Tuan J wajib melakukan penghitungan ulang atas total penghasilannya dengan menggunakan tarif pasal 17 ayar (1) huruf a UU PPh jo. UU HPP. Tuan J dapat mengkreditkan pajak atas penghasilan bulanan yang telah dipotong oleh brand A sebagai pengurang PPh terutang selama tahun tersebut.
Semoga perayaan Hari Bulutangkis Sedunia ini tidak hanya memperkuat semangat dalam olahraga, tetapi juga memberikan apresiasi yang layak bagi dedikasi para atlet bulu tangkis Indonesia dan di seluruh dunia.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 124 kali dilihat